Selasa, 17 Februari 2009

Mama Tiriku, Guru Seksku


Mama Tiriku, Guru Seksku
Saat usia 10 tahun, Papa dan Mama bercerai karena alasan tidak cocok. Aku sebagai anak-anak sih nerima aja tanpa bisa protes. Saat aku berusia 15 tahun, Papa kawin lagi. Papa yang saat itu berusia 37 tahun kawin dengan Tante Nuna yang berusia 35 tahun. Tante Nuna orangnya cantik, setidaknya pikiranku sebagai lelaki disuia ke 15 tahun yang sudah mulai merasakan getaran terhadap wanita. Tubuhnya tinggi, putih, pantatnya berisi dan buah dadanya padat. Saat menikah dengan Papa, Tante Nuna juga seorang janda tapi nggak punya anak.
Sejak kawin, Papa jadi semangat hidup berimbas ke kerjanya yang gila-gilaan. Sebagai pengusaha, Papa sering keluar kota. Tinggallah aku dan ibu tiriku dirumah. Lama-lama aku jadi deket dengan Tante Nuna yang sejak bersama Papa aku panggil Mama Nuna. Aku jadi akrab dengan Mama Nuna karena kemana-mana Mama minta tolong aku temenin. Dirumahpun kalo Papa nggak ada aku yang nemenin nonton TV atau nonton film VCD. Aku senang sekali dimanja sama Mama baruku ini.
Setahun sudah Papa kawin dengan Mama Nuna tapi belom ada tanda -tanda kalo aku bakalan punya adik baru. Bahkan Papa semakin getol cari duit dan sering banget keluar kota. Aku dan Mama Nuna semakin akrab aja. Sampai-sampai kami seperti tidak ada batasan sebagai anak tiri dan ibu tiri. Kami mulai sering tidur disatu tempat tidur bersama. Mama Nuna mulai nggak risih untuk mengganti pakaian didepanku walaupun tidak bener-bener telanjang. Tapi terkadang aku suka menangkap basah Mama Nuna lagi berpolos ria mematut didepan kaca sehabis mandi. Beberapa kali kejadian aku jadi apal kalo setiap habis mandi Mama pasti masuk kamarnya dengan hanya melilitkan handuk dan sesampai dikamar handuk pasti ditanggalkan.
Beberapa kali kejadian aku membuka kamar Mama yang nggak dikunci aku kepergok Mama Nuna masih dalam keadaan tanpa sehelai benang sedang bengong didepan cermin. Lama-lama aku sengajain aja setiap selesai Mama mandi beberapa menit kemudian aku pasti pura-pura nggak sengaja buka pintu dan pemandangan indah terhampar dimata mudaku. Sampai suatu ketika, mungkin karena terdorong nafsu laki-laki yang mulai menggeliat diusia 16 tahun, aku menjadi bernafsu besar ketika melihat Mama sedang tiduran dikasur tanpa pakaian. Matanya terpejam sementara tangannya menggerayang tubuhnya sendiri sambil sedikit merintih. Aku terpana didepan pintu yang sedikit terbuka dan menikmati pemandangan itu. Lama aku menikmati pemandangan itu. Kemaluanku berdiri tegak dibalik celana pendekku. Ah, inikah pertanda kalo anak laki-laki sedang birahi? Batinku. Aku terlena dengan pemandangan Mama Nuna yang semakin hot menggeliat-geliat dan melolong. Tanpa sadar tanganku memegang dan memijit-mijit si otong kecil yang sedari tadi tegang. Tiba-tiba aku seperti pengen pipis dan ahh koq pipisnya enak ya. Akupun bergegas kekamar mandi seiring Mama Nuna yang lemas tertidur.
Kejadian seperti jadi pemandanganku setiap hari. Lama -lama aku jadi bertanya-tanya. Mungkinkah ini disengaja sama Mama? Dari keseringan melihat pemandangan ini rupanya terekam diotakku kalau wanita cantik itu adalah wanita yang lebih dewasa. Wanita berumur yang cantik dimataku terlihat sangat sexi dan sangat menggairahkan.
Suatu siang sepulang aku dari sekolah aku langsung ke kamarku. Seperti biasa aku melongok ke kamar Mama. Kulihat Mama Nuna dalam keadaan telanjang bulat sedang tertidur pulas. Kuberanikan untuk mendekat Mumpum perempuan cantik ini lagi tidur, batinku. Kalau selama ini aku hanya berani melihat Mama dari balik pintu kali ini tubuh cantik tanpa busana bener-bener berada didepanku. Kupelototi semua lekuk liku tubuh Mama. Ahh, si otong bereaksi keras, menyentak-nyentak ganas. Tanpa kusadari, mungkin terdorong nafsu yang nggak bisa dibendung, kuberanikan tanganku mengusap paha Mama Nuna, pelan, pelan. Mama diam aja, aku semakin berani. Kini kedua tanganku semakin nekad menggerayang tubuh cantik Mama tiriku. Kuremas-remas buah dada ranum dan dengan naluri plus pengetahuan dari film BF aku bertindak lebih lanjut dengan mengisap putting susu Mama. Mama masih diam, aku makin berani. Terispirasi film blue yang kutonton bersama temen -temen, aku tanggalkan seluruh pakaianku dan si otong dengan marahnya menunjuk-nujuk. Aku tiduran disamping Mama sambil memeluk erat.
Aku sedikit sadar dan ketakutan ketika Mama tiba -tiba bergerak dan membuka mata. Mama Nuna menatapku tajam.“Ngapain Ndy? Koq kamu telanjang juga?” tanya Mama.“Maaf ma, Andy khilaf, abis nafsu liat Mama telanjang gitu” jawabku takut-takut.“Kamu mulai nakal ya” kata Mama sambil tangannya memelukku erat.“Ya udah Mama juga pengen peluk kamu, udah lama Mama nggak dipeluk papamu. Mama tadi kegerahan makanya Mama telanjang, e nggak taunya kamu masuk” jelas Mama.Yang nggak kusangka-sangka tiba-tiba Mama mencium bibirku. Dia mengisap ujung lidahku, lama dan dalam, semakin dalam. Aku bereaksi. Naluri laki-laki muda terpacu. Aku mebalas ciuman Mama tiriku yang cantik.
Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan. Lidah Mama kemuidan berpindah menelusuri tubuhku.“Kamu sudah dewasa ya Ndy, gak apa-apa kan kamu Mama perlakukan seperti papamu” gumam Mama disela telusuran lidahnya.“Punya kamu juga sudah besar, belom sebesar punya papamu tapi lebih keras dan tegang”, cerocos Mama lagi.Aku hanya diam menahan geli dan nikmat. Mama lebih banyak aktif menuntun (atau mengajariku). Si otong kemudian dijilatin Mama . Ini membuat aku nggak tahan karena kegelian. Lalu, punyaku dikulum Mama. Oh indah sekali rasanya. Lama aku dikerjain Mama cantik ini seperti ini.
Mama kemudian tidur telentang, mengangkangkan kaki dan menarik tubuhku agar tiduran diatas tubuh indahnya. Mama kemudian memegang punyaku, mengocoknya sebentar dan mengarahkan keselangkangan Mama. Aku hanya diam saja. Terasa punyaku sepertinya masuk ke vagina Mama tapi aku tetep diam aja sampai kemudian Mama menarik pantatku dan menekan. Berasa banget punyaku masuk ke dalam punya Mama. Pergesekan itu membuat merinding. Secara naluri aku kemudian melakukan gerakan maju mundur biar terjadi lagi gesekan. Mama juga mengoyangkan pinggulnya. Mama yang kulihat sangat menikmati bahkan mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya sehingga aku seperti sedang naik kuda diatas pinggul Mama.Tiba-tiba Mama berteriak kencang sambil memelukku erat-erat, “Andyy, Mama enak Ndy” teriak Mama.“Ma, Andy juga enak nih mau muncrat” dan aku ngerasain sensasi yang lebih gila dari sekedar menonton Mama kemarin-kemarin.
Aku lemes banget, dan tersandar layu ditubuh mulus Mama tiriku. Aku nggak tau berapa lama, rupanya aku tertidur, Mama juga. Aku tersadar ketika Mama mengecup bibirku dan menggeser tubuhku dari atas tubuhnya. Mama kemudian keluar kamar dengan melilitkan handuk, mungkin mau mandi. Akupun menyusul Mama dalam keadaan telanjang. Kuraba punyaku, lengket sekali, aku pengen mencucinya. Aku melihat Mama lagi mandi, pintu kamar mandi terbuka lebar. Uhh, tubuh Mama tiriku itu memang indah sekali. Nggak terasa punyaku bergerak bangkit lagi. Dengan posisi punyaku menunjuk aku berjalan ke kamar mandi menghampiri Mama.“Ma, mau lagi dong kayak tadi, enak” kini aku yang meminta.Mama memnandangku dan tersenyum manis, manis sekali. Kamuipun melanjutkan kejadian seperti dikamar.
Kali ini Mama berjongkok di kloset lalu punyaku yang sedari tadi mengacung aku masukkan ke vagina Mama yang memerah. Kudorong keluar masuk seperti tadi. Mama membantu dengan menarik pantatku dalam -dalam. Nggak berapa lama Mama mengajak berdiri dan dalam posisi berdiri kami saling memeluk dan punyaku menancap erat di vagina Mama. Aku menikmati ini, karena punyaku seperti dijepit. Mama menciumku erat. Baru kusadari kalau badanku ternyata sama tinggi dengan mamaku. Dlama posisi berdiri aku kemudian merasakan kenikmatan ketika cairan kental kembali muncrat dari punyaku sementara Mama mengerang dan mengejang sambil memelukku erat. Kami samaĆ¢€“sama lunglai.
Setelah kejadian hari itu, kami selalu melakukan persetubuhan dengan Mama tiriku. Hampir setiap hari sepluang sekolah, bahkan sebelum berangkat sekolah. Lebih gila lagi kadang kami melakukan walaupun Papa ada dirumah. Sudah tentu dengan curi-curi kesempatan kalo Papa lagi tidur. Kehadiran Papa dirumah seperti siksaan buatku karena aku nggak bisa melampiaskan nafsu terhadap Mama. Aku sangat menikmati. Aku senang kalo Papa keluar kota untuk waktu lama, Mama juga seneng. Mama terus melatih aku dalam beradegan sex. Banyak pelajaran yang dikasi Mama, mulai dari cara menjilat vagina yang bener, cara mengisap buah dada, cara mengenjot yang baik. Pokoknya aku diajarkan bagaimana memperlakukan wanita dengan enak. Aku sadar kalo aku menjadi hebat karena Mama tiriku.
Sekitar setahun lebih aku menjadi pemuas Mama tiriku menggantikan posisi ayah. Aku bahkan jatuh cinta dengan Mama tiriku ini. Nggak sedetikpun aku mau berpisah dengan mamaku, kecuali sekolah. Dikelaspun aku selalu memikirkan Mama dirumah, pengen cepet pulang. Aku jadi nggak pernah bergaul lagi sama temen -temen. Sebagai cowok yang ganteng, banyak temen cewek yang suka mengajak aku jalan tapi aku nggak tertarik. Aku selalu teringat Mama. Justru aku akan tertarik kalo melihat bu guru Ratna yang umurnya setua Mama tiriku atau aku tertarik melihat bu Henny tetanggaku dan temen Mama.
Tapi percintaan dengan Mama hanya bertahan setahun lebih karena kejadian tragis menimpa Mama. Mama meninggal dalam kecelakaan. Ketika itu seorang diri Mama tiriku mengajak aku nemenin tapi aku nggak bisa karena aku ada les. Mama akhirnya pergi sendiri ke mal. Dijalan mobil Mama tabrakan hebat dan Mama meminggal ditempat. Aku merasa sangat berdosa nggak bisa nemenin Mama tiriku tercinta. Aku shock. Aku ditenangkan Papa.“Papa tau kamu deket sekali dengan Mama Nuna, tapi nggak usah sedih ya Ndy, Papa juga sedih tapi mau bilang apa” kata papaku.Selama ini papaku tau kalo aku sangat deket dengan Mama. Papa senang karena Papa mengiraaku senang dengan Mama Nuna dan menganggapnya sebagai Mama kandung. Padahal kalau Papa tau apa yang terjadi selama ini. Aku merasa berdosa terhadap Papa yang dibohongi selama ini.
Tapi semua apa yang diberikan Mama Nuna, kasih sayang, cinta dan pelajaran sex sangat membekas dipikiranku. Sampai saat ini, aku terobsesi dengan apa semua yang dimiliki Mama Nuna dulu. Aku mendambakan wanita seumur Mama, secantik Mama, sebaik Mama dan hebat di ranjang seperti Mama tiriku itu. Kusadari sekarang kalo aku sangat senang bercinta dengan wanita STW semuanya berawal dari sana.

ML dengan Pacar Kakakku

ML dengan Pacar Kakakku
Siang itu aku sendirian. Papa, Mama dan Mbak Sari mendadak ke Jakarta karena nenek sakit. Aku nggak bisa ikut karena ada kegiatan sekolah yang nggak bisa aku tinggalin. Daripada bengong sendirian aku iseng bersih-bersih rumah. Pas aku lagi bersihin kamar Mbak Sari aku nemu sekeping vCD. Ketika aku merhatiin sampulnya.. astaga!! ternyata gambarnya sepasang bule yang sedang berhubungan sex. Badanku gemetar, jantungku berdegup kencang. Pikiranku menerawang saat kira-kira 1 bulan yang lalu aku tanpa sengaja mengintip Mbak Sari dengan pacarnya berbuat seperti yang ada di sampul vCD tsb. Sejak itu aku sering bermasturbasi membayangkan sedang bersetubuh.Tadinya aku bermaksud mengembalikan vCD tersebut ke tempatnya, tapi aah.. mumpung sendirian aku memutuskan untuk menonton film tersebut. Jujur aja aku baru sekali ini nonton blue film.
Begitu aku nyalain di layar TV terpampang sepasang bule yang sedang saling mencumbu. Pertama mereka saling berciuman, kemudian satu persatu pakaian yang melekat mereka lepas. Si cowok mulai menciumi leher ceweknya, kemudian turun ke payudara. Si cewek tampak menggeliat menahan nafsu yang membara. Sesaat kemudian si cowok mejilati vaginanya terutama di bagian klitorisnya. Si cewek merintih-rintih keenakan. Selanjutnya gantian si cewek yang mengulum penis si cowok yang sudah ereksi. Setelah beberapa saat sepertinya mereka tak tahan lagi, lalu si cowok memasukkan penisnya ke vagina cewek bule tadi dan langsung disodok-sodokin dengan gencar. Sejurus kemudian mereka berdua orgasme. Si cowok langsung mencabut rudalnya dari vagina kemudian mengocoknya di depan wajah ceweknya sampai keluar spermanya yang banyak banget, si cewek tampak menyambutnya dengan penuh gairah.
Aku sendiri selama menonton tanpa sadar bajuku sudah nggak karuan. Kaos aku angkat sampai diatas tetek, kemudian braku yang kebetulan pengaitnya di depan aku lepas. Kuelus-elus sendiri tetekku sambil sesekali kuremas, uhh.. enak banget. Apalagi kalo kena putingnya woww!!Celana pendekku aku pelorotin sampe dengkul, lalu tanganku masuk ke balik celana dalam dan langsung menggosok-gosok klitorisku. Sensasinya luar biasa!!Makin lama aku semakin gencar melakukan masturbasi, rintihanku semakin keras. Tanganku semakin cepat menggosok klitoris sementara yang satunya sibuk emremas-remas toketku sendiri. Dan,“Oohh.. oohh..”Aku mencapai orgasme yang luar biasa. Aku tergeletak lemas di karpet.
Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Tentu saja aku gelagapan benerin pakaianku yang terbuka disana-sini. Abis itu aku matiin vCD player tanpa ngeluarin discnya.“Gawat!” pikirku.“Siapa ya? Jangan-jangan pa-ma! Ngapain mereka balik lagi?”.Buru-buru aku buka pintu, ternyata di depan pintu berdiri seorang cowok keren. Rupanya Mas Andi pacar Mbak Sari dari Bandung.“Halo Ulfa sayang, Mbak Sarinya ada?”“Wah baru tadi pagi ke Jakarta. Emang nggak telpon Mas Andi dulu?”“Waduh nggak tuh. Gimana nih mo ngasi surprise malah kaget sendiri.”“Telpon aja HP-nya Mas, kali aja mau balik” usulku sekenanya.Padahal aku berharap sebaliknya, soalnya terus terang aku diem-diem aku juga naksir Mas Andi. Mas Andi menyetujui usulku. Ternyata Mbak Sari cuman ngomong supaya nginep dulu, besok baru balik ke Bandung, sekalian ketemu disana. Hura! Hatiku bersorak, berarti ada kesempatan nih.
Aku mempersilakan Mas Andi mandi. Setelah mandi kami makan malam bareng. Aku perhatiin tampang dan bodi Mas Andi yang keren, kubayangkan Mas Andi sedang telanjang sambil memperlihatkan “tongkat kastinya”. Nggak sulit untuk ngebayangin karena aku kan pernah ngintip Mas Andi ama Mbak Sari lagi ml. Rasanya aku pengen banget ngerasain penis masuk ke vaginaku, abis keliatannya enak banget tuh.“Ada apa Ulfa, Kok ngelamun, mikirin pacar ya?” tanyanya tiba-tiba.“Ah, enggak Mas, Ulfa bobo dulu ya ngantuk nih!” ujarku salting.“Mas Andi nonton TV aja nggak papa kan?”“Nggak papa kok, kalo ngantuk tidur aja duluan!”
Aku beranjak masuk kamar. Setelah menutup kintu kamar aku bercermin. Bajuku juga kulepas semua. Wajahku cantik manis, kulitku sawo matang tapi bersih dan mulus. Tinggi 165 cm. Badanku sintal dan kencang karena aku rajin senam dan berenang, apalagi ditunjang toketku yang 36B membuatku tampak sexy. Jembutku tumbuh lebat menghiasi vaginaku yang indah. Aku tersenyum sendiri kemudian memakai kaos yang longgar dan tipis sehingga meninjolkan kedua puting susuku, bahkan jembutku tampak menerawang. Aku merebahkan diriku di atas kasur dan mencoba memejamkan mata, tapi entah kenapa aku susah sekali tidur. Sampai kemudian aku mendengar suara rintihan dari ruang tengah. Aneh! Suara siapa malam-malam begini? Astaga! Aku baru inget, itu pasti suara dari vCD porno yang lupa aku keluarin tadi, apa Mas Andi menyetelnya? Penasaran, akupun bangkit kemudian perlahan-lahan keluar.
Sesampainya di ruang tengah, deg!! Aku melihat pemandangan yang mendebarkan, Mas Andi di depan TV sedang menonton bokep sambil ngeluarin penisnya dan mengelusnya sendiri. Wah.. batangnya tampak kekar banget.
Aku berpura-pura batuk kemudian dengan tampang seolah-olah mengantuk aku mendekati Mas Andi. Mas Andi tampak kaget mendengar batukku lalu cepat-cepat memasukkan penisnya ke dalam kolornya lagi, tapi kolornya nggak bisa menyembunyikan tonjolan tongkatnya itu.“Eh, Ulfa anu, eh belum tidur ya?”Mas Andi tampak salting, kemudian dia hendak mematikan vCD player.”Iya nih Mas, gerah eh nggak usah dimatiin, nonton berdua aja yuk!” ujarku sambil menggeliat sehingga menonjolkan pepaya bangkokku.“Oh iya deh.”Kamipun lalu duduk di karpet sambil menonton. Aku mengambil posisi bersila sehingga bawukku mengintip keluar dengan indahnya.
“Mas, gimana sih rasanya bersetubuh?” tanyaku tiba-tiba.“Eh kok tau-tau nanya gitu sih?”Mas Andi agak kaget mendengar pertanyaanku, soalnya saat itu matanya asyik mencuri pandang ke arah selakanganku. Aku semakin memanaskan aksiku, sengaja kakiku kubuka lebih lebar sehingga vaginaku semakin terlihat jelas.“Alaa nggak usah gitu! Aku kan pernah ngintip Mas sama Mbak Sari lagi gituan.. nggak papa kok, rahasia terjaga!”“Oya? He he he yaa.. enak sih.”Mas Andi tersipu mendengar ledekanku.Akupun melanjutkan, “Mas, vaginaku sama punya Mbak Sari lebih indah mana?” tanyaku sambil mengangkat kaosku dan mengangkangkan kakiku lebar-lebar so bawukkupun terpampang jelas.“Ehh glek bagusan punyamu.”“Terus kalo toketnya montokan mana?” kali ini aku mencopot kaosku sehingga payudara dan tubuhku yang montok itu telanjang tanpa sehelai benang yang menutupi.“Aaanu.. lebih montok dan kencengan tetekmu!”Mas Andi tampak melotot menyaksikan bodiku yang sexy. Hal itu malah membuat aku semakin terangsang.
“Sekarang giliran aku liat punya Mas Andi!”Karena sudah sangat bernafsu aku menerkam Mas Andi. Kucopoti seluruh pakaiannya sehingga dia bugil. Aku terpesona melihat tubuh bugil Mas Andi dari dekat. Badannya agak langsing tapi sexy. penisnya sudah mengacung tegar membuat jantungku berdebar cepat. Entah kenapa, kalo dulu ngebayangin bentuk burung cowok aja rasanya jijik tapi ternyata sekarang malah membuat darahku berdesir.“Wah gede banget! Aku isep ya Mas!”Tanpa menunggu persetujuannya aku langsung mengocok, menjilat dan mengulum batang kemaluannya yang gede dan panjang itu seperti yang aku tonton di BF.“Slurp Slurp Slurpmmh! Slurp Slurp Slurp mmh.”Ternyata nikmat sekali mengisap penis. Aku jepit penisnya dengan kedua susuku kemudian aku gosok-gosokin, hmm nikmat banget! Mas Andi akhirnya tak kuat menahan nafsu. Didorongnya tubuh sintalku hingga terlentang lalu diterkamnya aku dengan ciuman-ciuman ganasnya. Tangannya tidak tinggal diam ikut bekerja meremas-remas kelapa gadingku.
“Ahh mmh.. yesh uuh.. enak mas”Aku benar-benar merasakan sensasi luar biasa. Sesaat kemudian mulutnya menjilati kedua putingku sambil sesekali diisap dengan kuat.“Auwh geli nikmat aah ouw!”Aku menggelinjang kegelian tapi tanganku justru menekan-nekan kepalanya agar lebih kuat lagi mengisap pentilku. Sejurus kemudian lidahnya turun ke vaginaku. Tangannya menyibakkan jembutku yang rimbun itu lalu membuka vaginaku lebar-lebar sehingga klitorisku menonjol keluar kemudian dijilatinya dengan rakus sambil sesekali menggigit kecil atau dihisap dengan kuat.“Yesh.. uuhh.. enak mas.. terus!” jeritku.“Slurp Slurp, vaginamu gurih banget Ulfa mmh”.Mas Andi terus menjilati vaginaku sampai akhirnya aku nggak tahan lagi.“Mas.. ayo.. masukin penismu.. aku nggak tahan..”
Mas Andi lalu mengambil posisi 1/2 duduk, diacungkannya penisnya dengan gagah ke arah lubang vaginaku. Aku mengangkangkan kakiku lebar-lebar siap menerima serangan rudalnya. Pelan-pelan dimasukkannya batang rudal itu ke dalam vaginaku.“Aauw sakit Mas pelan-pelan akh..”Walaupun sudah basah, tapi vaginaku masih sangat sempit karena aku masih perawan.“Au.. sakit”Mas Andi tampak merem menahan nikmat, tentu saja dibandingkan Mbak Sari tempikku jauh lebih menggigit. Lalu dengan satu sentakan kuat sang rudal berhasil menancapkan diri di lubang kenikmatanku sampai menyentuh dasarnya.“Au.. sakit..”Aku melonjakkan pantatku karena kesakitan. Kurasakan darah hangat mengalir di pahaku, persetan! Sudah kepalang tanggung, aku ingin ngerasain nikmatnya bercinta. Sesaat kemudian Mas Andi memompa pantatnya maju mundur.“Jrebb! Jrebb! Jrubb! Crubb!”“Aakh! Aakh! Auw!”Aku menjerit-jerit kesakitan, tapi lama-lama rasa perih itu berubah menjadi nikmat yang luar biasa. vaginaku serasa dibongkar oleh tongkat kasti yang kekar itu.“Ooh.. lebih keras, lebih cepat”Jerit kesakitanku berubah menjadi jerit kenikmatan. Keringat kami bercucuran menambah semangat gelora birahi kami.
Tapi Mas Andi malah mencabut penisnya dan tersenyum padaku. Aku jadi nggak sabar lalu bangkit dan mendorongnya hingga telentang. Kakiku kukangkangkan tepat di atas penisnya, dengan birahi yang memuncak kutancapkan batang bazooka itu ke dalam bawukku,“Jrebb.. Ooh..” aku menjerit keenakan, lalu dengan semangat 45 aku menaik turunkan pantatku sambil sesekali aku goyangkan pinggulku.“Ouwh.. enak banget tempikmu nggigit banget sayang.. penisku serasa diperas”“Uggh.. yes.. uuh.. auwww.. penismu juga hebaat, bawukku serasa dibor”Aku menghujamkan pantatku berkali-kali dengan irama sangat cepat. Aku merasa semakin melayang. Bagaikan kesetanan aku menjerit-jerit seperti kesurupan. Akhirnya setelah setengah jam kami bergumul, aku merasa seluruh sel tubuhku berkumpul menjadi satu dan dan“Aah mau orgasme Mas..”Aku memeluk erat-erat tubuh atletisnya sampai Mas Andi merasa sesak karena desakan susuku yang montok itu.“Kamu sudah sayang? OK sekarang giliran aku!”
Aku mencabut vaginaku lalu Mas Andi duduk di sofa sambil mememerkan ‘tiang listriknya’. Aku bersimpuh dihadapannya dengan lututku sebagai tumpuan. Kuraih penis besar itu, kukocok dengan lembut. Kujilati dengan sangat telaten. Makin lama makin cepat sambil sesekali aku isap dengan kuat.“Crupp.. slurp.. mmh..”“Oh yes.. kocok yang kuat sayang!”Mas Andi mengerang-erang keenakan, tangannya meremas-remas rambutku dan kedua bola basket yang menggantung di dadaku. Aku semakin bernafsu mengulum. Menjilati dan mengocok penisnya.“Crupp crupp slurp!”“Ooh yes.. terus sayang yes.. aku hampir keluar sayang!”Aku semakin bersemangat ngerjain penis big size itu. Makin lama makin cepat cepat Cepat, lalu lalu“Croot.. croot..”Penisnya menyemburkan sperma banyak sekali sehingga membasahi rambut wajah, tetek dan hampir seluruh tubuhku. Aku usap dan aku jilati semua maninya sampai licin tak tersisa, lalu aku isap penisnya dengan kuat supaya sisa maninya dapat kurasakan dan kutelan.
Akhirnya kami berdua tergeletak lemas diatas karpet dengan tubuh bugil bersimbah keringat. Malam itu kami mengulanginya hingga 4 kali dan kemudian tidur berpelukan dengan tubuh telanjang. Sungguh pengalaman yang sangat mengesankan.

Calon Istri Pamanku

Calon Istri Pamanku
Aku mempunyai seorang paman yang belum menikah. Pamanku ini bisa dibilang rada telat untuk menikah karena waktu itu ia berusia 42 tahun. Hal ini disebabkan karena pamanku adalah pengusaha kaya tapi ia terlalu cerewet dalam memilih pendamping hidupnya. Sebenarnya ia telah banyak diperkenalkan dengan wanita-wanita muda oleh keluargaku, tetapi tetap ia bilang inilah itulah, tidak ada yang cocok dengan matanya, katanya.
Sampai pada suatu saat, ketika aku kebetulan sedang bertamu ke rumahnya, datang teman pamanku dengan seorang wanita yang sangat cantik dan ayu, semampai, langsing, pokoknya kalau menurut saya, layak dikirim untuk jadi calon miss universe.
Kemudian kami diperkenalkan dengannya, wanita itu bernama Ayu, ternyata namanya pas sekali dengan wajahnya yang memang ayu itu. Ia berusia 24 tahun dan saat itu ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman pamanku itu. Kemudian kami bercakap-cakap, ternyata Ayu memang enak untuk diajak ngobrol. Dan aku melihat sepertinya pamanku tertarik sekali dengannya, karena aku tahu matanya tidak pernah lepas memandang wajah Ayu.
Tapi tidak demikian halnya dengan Ayu. Ia lebih sering memandangku, terutama ketika aku berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah -olah dapat menembus pikiranku. Aku mulai berpikir jangan-jangan Ayu lebih menyukaiku. Tapi aku tidak dapat berharap banyak, soalnya bukan aku yang hendak dijodohkan. Tapi aku tetap saja memandangnya ketika ia sedang berbicara, kupandangi dari ujung rambut ke kaki, rambutnya panjang seperti gadis di iklan sampo, kulitnya putih bersih, kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya dadanya agak rata, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebelum mereka pulang, pamanku mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat rumahnya di daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aku langsung pergi ke wc dulu karena aku sudah kebelet. Sebelum aku menutup pintu, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Ayu.
“Eh, ada apa Yu?”“Enggak, gua pengen kasih kartu nama gua, besok jangan lupa telpon gua, ada yang mau gua omongin, oke?”“Kenapa enggak sekarang aja?”“Jangan, ada paman elu, pokoknya besok jangan lupa.”
Setelah acara makan malam itu, aku pun pulang ke rumah dengan seribu satu pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Ayu sih. Tapi aku tidak mau pikir panjang lagi, lagipula nanti aku bisa-bisa susah tidur, soalnya kan besok harus masuk kerja.
Besoknya saat istirahat makan siang, aku meneleponnya dan bertanya langsung padanya.“Eh, apa sih yang mau elu omongin, gua penasaran banget?”“Eeee, penasaran ya, Ton?”“Iya lah, ayo dong buruan!”“Eh, slow aja lagi, napsu amet sih elu.”“Baru tahu yah, napsu gua emang tinggi.”“Napsu yang mana nih?” Ayu sepertinya memancingku.“Napsu makan dong, gua kan belum sempat makan siang!”
Aku sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aku ini orang yang sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aku sambil makan dapat sekaligus main internet di tempat kerjaku, karena saat itu pasti bosku pergi makan keluar, jadi aku bebas surfing di internet, gratis lagi.
“Yah udah, gua cuma mau bilang bisa enggak elu ke apartment gua sore ini abis pulang kerja, soalnya gua pengen ngobrol banyak sama elu.”Aku tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.Lalu kataku, “Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?”“Karena gua mau kasih surprise buat elu.” katanya manja.“Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar gua ke tempat elu, kira-kira jam 6, alamat elu di mana?”Lalu Ayu bilang, “Nih catet yah, apartment XXX (edited), lantai XX (edited), pintu no. XXX (edited), jangan lupa yah!”"Oke deh, tunggu aja nanti, bye!”“Bye-bye Ton.”
Setelah telepon terputus, lalu aku mulai membayangkan apa yang akan dibicarakan, lalu pikiran nakalku mulai bekerja. Apa bisa aku menyentuhnya nanti, tetapi langsung aku berpikir tentang pamanku, bagaimana kalau nanti ketahuan, pasti tidak enak dengan pamanku. Lalu aku pun mulai tenggelam dalam kesibukan pekerjaanku.
Tidak lama pun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, sudah waktunya nih, pikirku. Lalu aku pun mulai mengendarai motorku ke tempatnya. Lumayan dekat dari tempat kerjaku di Roxymas. Sesampainya di sana, aku pun langsung menaiki lift ke lantai yang diberitahukan. Begitu sampai di lantai tersebut, aku pun langsung melihatnya sedang membuka pintu ruanganya.Langsung saja kutepuk pundaknya, “Hai, baru sampe yah, Yu..”Ayu tersentak kaget, “Wah gua kira siapa, pake tepuk segala.”“Elu khan kasih surprise buat gua, jadi gua juga mesti kasih surprise juga buat elu.”Lalu ia mencubit lenganku, “Nakal elu yah, awas nanti!”Kujawab saja, “Siapa takut, emang gua pikirin!”“Ayo masuk Ton, santai aja, anggap aja rumah sendiri.” katanya setelah pintunya terbuka.
Ketika aku masuk, aku langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya, kulihat temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada umumnya, temboknya dilukis dengan gambargambar pemandangan di luar negeri. Dia sepertinya orang yang berjiwa seniman, pikirku. Tapi hebat juga kalau cuma kerja sebagai sekretaris mampu menyewa apartment. Jangan -jangan ini cewek simpanan, pikirku.
Sambil aku berkeliling, Ayu berkata, “Mau minum apa Ton?”“Apa saja lah, asal bukan racun.” kataku bercanda.“Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh.” kata Ayu sambil tertawa.Sementara ia sedang membuat minuman, mataku secara tidak sengaja tertuju pada rak VCD-nya, ketika kulihat satu persatu, ternyata lebih banyak film yang berbau porno. Aku tidak sadar ketika ia sudah kembali, tahu-tahu ia nyeletuk, “Ton, kalo elu mau nonton, setel aja langsung..!”
Aku tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, “Apa gua enggak salah denger nih..?”Lalu katanya, “Kalo elu merasa salah denger, yah gua setelin aja sekarang deh..!”Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga nih cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, baru kenal sehari saja, sudah seberani ini.
“Duduk sini Ton, jangan bengong aja, khan udah gua bilang anggap aja rumah sendiri..!” kata Ayu sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.Kemudian aku pun duduk dan nonton di sampingnya, agak lama kami terdiam menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aku pun buka mulut, “Eh Yu, tadi di telpon elu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau elu ngomongin..?”Ayu tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aku tidak menyangka akan tindakannya itu, tapi aku pun tidak berusaha untuk melepaskannya.
Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali, “Elu tau Ton, sejak kemarin bertemu, kayaknya gua merasa pengen menatap elu terus, ngobrol terus. Ton, gua suka sama elu.”“Tapi khan kemarin elu dikenalkan ke Paman gua, apa elu enggak merasa kalo elu itu dijodohin ke Paman gua, apa elu enggak lihat reaksi Paman gua ke elu..?”“Iya, tapi gua enggak mau dijodohin sama Paman elu, soalnya umurnya aja beda jauh, gua pikirpikir, kenapa hari itu bukannya elu aja yang dijodohin ke gua..?” kata Ayu sambil mendesah.
Aku pun menjawab, “Gua sebenarnya juga suka sama elu, tapi gua enggak enak sama Paman gua, entar dikiranya gua kurang ajar sama yang lebih tua.”Ayu diam saja, demikian juga aku, sementara itu film semakin bertambah panas, tapi Ayu tidak melepaskan genggamannya. Lalu secara tidak sadar otak pornoku mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain ini. Lalu mulai kuusap -usap tangannya, lalu ia menoleh padaku, kutatap matanya dalam-dalam, sambil berkata dengan pelan, “Ayu, gua cinta elu.”
Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu pelan-pelan kukecup bibirnya sambil lidahku menerobos bertemu lidahnya. Ayu pun lalu membalasnya sambil memelukku erat-erat. Tanganku tidak tinggal diam berusaha untuk meraba-raba buah dadanya, ternyata agak besar juga, walaupun tidak sebesar punyanya bintang film porno. Ayu menggeliat seperti cacing kepanasan, mendesah -desah menikmati rangsangan yang diterima pada buah dadanya.
Kemudian aku berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu kuremas-remas payudara yang masih terbungkus bra itu.“Aaaaahhh, buka aja BH-nya Ton, cepat.., oohh..!”Kucari -cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka. Wah, ternyata lumayan juga, masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung kusedot-sedot putingnya seperti anak bayi kehausan.
“Esshh.. ouww.. aduhh.. Ton.. nikmat sekali lidahmu.., teruss..!”Setelah bosan dengan payudaranya, lalu kubuka seluruh pakaiannya sampai bugil total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan. Untuk sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan masing-masing. Lalu ia menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aku melepaskan pegangannya lalu menggendongnya dengan kedua tanganku.“Aouww Ton, kamu romantis sekali..!” katanya sambil kedua tangannya menggelayut manja melingkari leherku.
Kemudian kuletakkan Ayu pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aku menindih tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling pagut memagut dengan mesranya sambil berpelukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah dadanya, kujilat-jilat dengan lembut, Ayu mendesah-desah nikmat. Tidak lama aku bermain di dadanya, mulutku pelan-pelan mulai menjilati turun ke perutnya, Ayu menggeliat kegelian.
“Aduh Ton, elu ngerjain gua yah, awas elu nanti..!”“Tapi elu suka khan? Geli-geli nikmat..!”“Udah ah, jilati aja memek gua Ton..!”“Oke boss.., siap laksanakan perintah..!”
Langsung saja kubuka paha lebar -lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja kujilat-jilat klitorisnya yang sebesar kacang kedele. Ayu menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan liar seakan-akan tidak mau kalah dengan permainan lidahku ini.“Oohh esshhh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohhh.. nikmat sekali..!”Agak lama juga aku bermain di klitorisnya sampai-sampai terlihat banjir di sekitar vaginanya.
“Ton, masukkin aja titit elu ke lobang gua, gua udah enggak tahan lagi..!”Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kemaluannya, tapi ketika kutekan ujung penisku, ternyata tidak mau masuk. Aku baru tahu ternyata dia masih perawan.“Ayu, apa elu tidak menyesal perawan elu gua tembus..?”“Ton, gua rela kalau elu yang ngambil perawan gua, bagi gua di dunia ini cuma ada kita berdua aja.”
Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk penisku dengan kuat, rasanya seperti ada sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku.“Aduh sakit Ton, tahan dulu..!” katanya menahan sakit.Aku pun diam sejenak, lalu kucium mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya. Beberapa menit kemudian ia terangsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi kutekan pantatku sehingga batang kemaluanku masuk semuanya ke dalam lubangnya.
“Pelan-pelan Ton, masih sakit nih..!” katanya meringis.Kugoyangkan pinggulku pelan -pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai terangsang lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot puting susunya. Kulihat Ayu sangat menikmati sekali permainan ini.
Tidak lama kemudian ia mengejang, “Ton, aa.. akuu.. mau keluarr.., teruss.. terus.., aahh..!”Aku pun mulai merasakan hal yang sama, “Yu, aku juga mau keluar, di dalam atau di luar..?”“Keluarin di dalem aja Sayang… ohhh.. aahh..!” katanya sambil kedua pahanya mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.
Tiba-tiba dia menjerit histeris, “Oohh… sshh… sshh… sshh…”Ternyata dia sudah keluar, aku terus menggenjot pantatku semakin cepat dan keras hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.“Sshh.. aahh..” dan, “Aagghh.. crett.. crett.. creet..!”Kutekan pantatku hingga batang kejantananku menempel ke dasar liang kenikmatannya, dan keluarlah spermaku ke dalam liang surganya.
Saat terakhir air maniku keluar, aku pun merasa lemas. Walaupun dalam keadaan lemas, tidak kucabut batang kemaluanku dari liangnya, melainkan menaikkan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas aku dapat melihat bagaimana rudalku masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu kemaluannya yang menggoda. Kubelai bulu-bulu itu sambil sesekali menyentuh klitorisnya.“Sshh.. aahh..!” hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuanku itu.
Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpelukan selama kira-kira satu jam sambil meraba-raba.Lalu ia berkata kepadaku, “Ton, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini Ton, gua sangat sayang pada elu.”Aku diam sejenak, lalu kubilang begini, “Gua juga sayang elu, tapi elu mesti janji tidak boleh meladeni paman gua kalo dia nyari -nyari elu.”“Oke bossss, siap laksanakan perintah..!” katanya sambil memelukku lebih erat.
Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aku datang ke tempat kerjanya dan melakukannya bersama di WC, tentu saja setelah semua orang sudah pulang. Kadang ia juga ke tempat kerjaku untuk minta jatahnya. Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi, soalnya tiap kali Ayu ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya, lalu tak pernah dibalas Ayu, mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.
Sampai saat ini aku masih jalan bersama, tapi ketika kutanya sampai kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aku ingin sekali menikahinya, tapi sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya keluarga. Tapi lama-lama kupikir, tidak apalah, yang penting aku dapat enaknya juga.

Birahi Sang Perawat

Birahi Sang Perawat
Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikandengan kolam ikan berbentuk oval.
Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.“Pak Rafi ya..”.“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise.Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”,Mataku memandangi sekujur tubuhnya.Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.
Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu.
Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.
Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku.
Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.
Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.“Nanti ketauanhh..”.“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh”.
Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.
Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya.“Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.
Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.
Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.“Ayo Pak.., masukkan sekarang”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh.., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.
Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr.., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami.
Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.
Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!
Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.
Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik,“Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.“Sebentar Pak..”, teriaknya.“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aaah”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.
Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.
Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.
Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.
Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!
Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.
Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.
Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.
Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.
Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.
Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.
Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih?”, katanya sambil tersenyum simpul.“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.
Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.
“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku. Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.
Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.
Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.
Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.
Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.
Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.
“Teh Ine.., teeeh, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.
“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh.”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.
“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.“Minum deh.., biar kamu segeran..”.“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.
Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.
“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.“Teteh mau diapain sihĆ¢€¦ “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.
Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.
“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.
Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.
“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.
“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya.
“Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.
“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!
“Aahh.” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!
Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.
Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama tehĆ¢€¦”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.
“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.
“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.“Selamat tidur sayang”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.
Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.
Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.
Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.
Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.
Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.
“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.
Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.
Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.
Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku.Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.
Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka.









Birahi Sang Perawat
Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikandengan kolam ikan berbentuk oval.
Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.“Pak Rafi ya..”.“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise.Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”,Mataku memandangi sekujur tubuhnya.Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.
Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu.
Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.
Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku.
Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.
Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.“Nanti ketauanhh..”.“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.
Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh”.
Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.
Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya.“Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.
Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.
Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.“Ayo Pak.., masukkan sekarang”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh.., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.
Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr.., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami.
Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.
Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!
Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.
Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik,“Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.“Sebentar Pak..”, teriaknya.“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aaah”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.
Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.
Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.
Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.
Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!
Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.
Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.
Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.
Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.
Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.
Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.
Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih?”, katanya sambil tersenyum simpul.“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.
Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.
“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku. Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.
Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.
Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.
Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.
Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.
Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.
“Teh Ine.., teeeh, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.
“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh.”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.
“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.“Minum deh.., biar kamu segeran..”.“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.
Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.
“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.“Teteh mau diapain sihĆ¢€¦ “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.
Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.
“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.
Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.
“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.
“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya.
“Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.
“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!
“Aahh.” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!
Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.
Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama tehĆ¢€¦”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.
“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.
“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.“Selamat tidur sayang”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.
Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.
Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.
Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.
Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.
Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.
“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.
Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.
Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.
Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku.Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.
Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka.

Affair Dengan Boss Cantik

Affair Dengan Boss Cantik
Sudah dua tahun aku bekerja di perusahaan swasta ini. Aku bersyukur, karena prestasiku, di usia yang ke 25 ini aku sudah mendapat posisi penyelia. Atasanku seorang wanita berusia 42 tahun. Walaupun cantik, tapi banyak karyawan yang tidak menyukainya karena selain keras, sombong dan terkadang suka cuek. Namun sebagai bawahannya langsung aku cukup mengerti beban posisi yang harus dipikulnya sebagai pemimpin perusahaan. Kalau karyawan lain ketakutan dipanggil menghadap sama Bu Melly, aku malah selalu berharap dipanggil. Bahkan sering aku mencari-cari alasan untuk menghadap keruangan pribadinya.
Sebagai mantan pragawati tubuh Bu Melly sangatlah bagus diusia kepala empat ini. Wajahnya yang cantik tanpa ada garis-garis ketuaan menjAdikannya tak kalah dengan anak muda. Saking keseringan aku mengahadap keruangannya, aku mulai menangkap ada nada-nada persahabatan terlontar dari mulut dan gerak-geriknya. Tak jarang kalo aku baru masuk ruangannya Bu Melly langsung memuji penampilanku. Aku bangga juga mulai bisa menarik perhatian. Mudah-mudahan bisa berpengaruh di gaji hahaha nyari muka nih.
Sampai suatu ketika, lagi-lagi ketika aku dipanggil mengahadap, kulihat raut muka Bu Melly tegang dan kusut. Aku memberanikan diri untuk peduli,“Ibu kok hari ini kelihatan kusut? ada masalah?”, sapaku sembari menuju kursi didepan mejanya.“Ia nih Ndy, aku lagi stres, udah urusan kantor banyak, dirumah mesti berantem sama suaminya kusut deh”, jawabnya ramah, sudut bibirnya terlihat sedikit tersenyum.“Justru aku manggil kamu karena aku lagi kesel. Kenapa ya kalau lagi kesel trus ngeliat kamu aku jadi tenang”, tambahnya menatapku dalam.Aku terhenyak diam, terpaku. Masak sih Bu Melly bilang begitu? Batinku.“Andy, ditanya kok malah bengong”, Bu Melly menyenggol lenganku.“Eeehh nggak, abisnya kaget dengan omongan Ibu kayak tadi. Aku kaget dibilang bisa nenangin seorang wanita cantik”, balasku gagap.“Ndy nanti temenin aku makan siang di Hotel (***) ya.. Kita bicarain soal promosi kamu. Tapi kita jangan pergi bareng , nggak enak sama teman kantor. kamu duluan aja, kita ketemu disana”, kata Bu Melly.Aku semakin tergagap, tidak menyangka akan diajak seperti ini.“Baik Bu”, jawabku sambil keluar dari ruangannya.
Setelah membereskan file-file, pas jam makan siang aku langsung menuju hotel tempat janji makan siang. Dalam mobilku aku coba menyimpulkan promosi jabatan apa yang akan Bu Melly berikan. Seneng sih, tapi juga penuh tanda tanya. Kenapa harus makan siang di hotel? Terbersit dipikiranku, mungkin Bu Melly butuh teman makan, teman bicara atau mudah-mudaha teman tidur.. upss mana mungkin Bu Melly mau tidur dengan aku. Dia itu kan kelas atas sementara aku karyawan biasa. Aku kesampingkan pikiran kotor.
Sekitar setengah jam aku menungu di lobby hotel tiba-tiba seorang bellboy menghampiriku. Setelah memastikan namaku dia mempersilahkanku menuju kamar 809, katanya Bu Melly menunggu di kamar itu. Aku menurut aja melangkah ke lift yang membawaku ke kamar itu. Ketika kutekan bel dengan perasaan berkecamuk penuh tanda tanya berdebar menunggu sampai pintu dibukain dan Bu Melly tersenyum manis dari balik pintu.
“Maaf ya Ndy aku berobah pikiran dengan mengajakmu makan di kamar. Mari.. kita ngobrol-ngobrol kamu mau pesen makanan apa?”, kata Bu Melly sambil menarik tangan membawaku ke kursi. Aku masih gugup.“Nggak usah gugup gitu dong”, ujar Bu Melly melihat tingkahku.“Aku sebetulnya nggak percaya dengan semua ini .aku nggak nyangka bisa makan siang sana Ibu seperti ini. Siapa sih yang nggak bangga diundang makan oleh wanita secantik Ibu?”, ditengah kegugupanku aku masih sempat menyempilkan jurus-jurus rayuan. Aku tau pasti pujian kecil bisa membangkitkan kebanggan.“Ahh kamu Ndy bisa aja, emangnya aku masih cantik”, jawab Bu Melly dengan pipi memerah. Ihh persis anak ABG yang lagi dipuji.“Iya Bu, sejujurnya aku selama ini memipikan untuk bisa berdekatan dan berduan dengan Ibu, makanya aku sering nyari alasan masuk keruangan Ibu”, kataku polos.“Aku sudah menduga semua itu soalnya aku perhatikan kamu sering nyari-nyari alasan menghadap aku. Aku tau itu. Bahkan kamu sering curi-curi pandang menatapku kan?”, ditembak seperti itu aku jadi malu juga.Memang aku sering menatap Bu Melly disetiap kesempatan, apa lagi kalau sedang rapat kantor. Rupanya tingkahku itu diperhatikannya.
Kami berpandangan lama. Lama kami berhadapan, aku di tempat duduk sedangkan Bu Melly dibibir tempat tidur. Dari wajahnya terlihat kalau wanita ini sedang kesepian, raut mukanya menandakan kegairahan. Perlahan dia berdiri dan menghampiriku. Masih tetap berpandangan, wajahnya semakin dekat.. dekat.. aku diam aja dan hup.bibirnya menyentuh bibirku. Kutepis rasa gugup dan segera membalas ciumannya. Bu Melly sebentar menarik bibirnya dan menyeka lipstik merahnya dengan tisu. Lalu tanpa dikomando lagi kami sudah berpagutan.
“Pesen makannya nanti aja ya Ndy”, katanya disela ciuman yang semakin panas.Wanita cantik betinggi 165 ini duduk dipangkuanku. Sedikit aku tersadar dan bangga karena wanita ini seorang boss ku, duduk dipangkuanku. Tangan kirinya melingkar dileherku sementara tangan kana memegang kepalaku. Ciumannya semakin dalam, aku lantas mengeluarkan jurus-jurus ciuman yang kutau selama ini. Kupilin dan kuhisap lidahnya dengan lidahku. Sesekali ciumanku menggerayang leher dan belakang telinganya. Bu Melly melolong kegelian.“Ndy kamu hebat banget ciumannya, aku nggak pernah dicium seperti ini sama suamiku, bahkan akhir-akhir ini dia cuek dan nggak mau menyentuhku”, cerocos Bu melly curhat.Aku berpikir, bego banget suaminya tidak menyentuh wanita secantik Bu Melly. Tapi mungkin itulah kehidupan suami istri yang lama-lama bosan, pikirku.
Bu Melly menarik tangaku. Kutau itu isyarat mengajak pindah ke ranjang. Namun aku mencegahnya dengan memeluknya saat berdiri. Kucium lagi berulang-ulang, tangaku mulai aktif meraba buah dadanya. Bu melly menggelinjang panas. Blasernya kulempar ke kursi, kemeja putihnya kubuka perlahan lalu celana panjangnya kuloloskan. Bu Melly hanya terdiam mengikuti sensasi yang kuberikan. Wow, aku tersedak melihat pemandangan didepanku. Kulitnya putih bersih, pantatnya berisi, bodynya kencang dan ramping. Celana dalam merah jambu sepadan warna dengan BH yang menutupi setangkup buah dada yang walaupun tidak besar tapi sangat menggairahkan.“Ibu bener-bener wanita tercantik yang pernah kulihat”, gumamku.
Bu melly kemudian mengikuti aksiku tadi dengan mulai mencopot pakaian yang kukenakan. Namun dia lebih garang lagi karena pakaianku tanpa bersisa, polos. Mr. Happy yang sedari tadi tegang kini seakan menunjukkan kehebatannya dengan berdiri tegak menantang Bu Melly.“Kamu ganteng Ndy”, katanya seraya tanganya meraup kemaluanku dan ahh bibir mungilnya sudah mengulum.Oh nikmatnya. Sentuhan bibir dan sapuan lidahnya diujung Mr.Happy ku bener-bener bikin sensasi dan membuat nafsu meninggi.
Aku nggak tahan untuk berdiam diri menerima sensasi saja. Kudorong tubuhnya keranjang, kuloloskan celana dalam dan BH-nya. Sambil masih tetap menikmati jilatan Bu Melly, aku meraih dua bukit kembar miliknya dan kuremas-remas. Tanganku merayap keselangkangannya. Jari tengahku menyentuh itilnya dan mulai mengelus, basah. Bu Melly terhentak. Sesekali jari kumasukkan kedalam vaginanya. Berusaha membuat sensasi dengan menyentuh G-spot-nya.
Atas inisiatifku kami bertukar posisi, gaya 69. Jilatan lidahnya semakin sensasional dengan menulur hingga ke pangkal kemaluanku. Dua buah bijiku diseruputnya Bener-bener enak. Gantian aku merangkai kenikmatan buat Bu Melly, kusibakkan rambut-rambut halus yang tertata rapi dan kusentuh labia mayoranya dengan ujung lidah. Dia menggeliat. Tanpa kuberi kesempatan untuk berpikir, kujilati semua susdut vaginanya, itilnya kugigit-gigit.Bu melly menggelinjang tajam dan, “Ndy aku keluar lo.. nggak tahan”, katanya disela rintihan.Tubuhnya menegang dan tiba-tiba terhemmpas lemas, Bu Melly orgasme.
Aku bangga juga bisa membuat wanita cantik ini puas hanya dalam lima menit jilatan.“Enak Ndy, aku bener-bener nafsu sama kamu. Dan ternyata kamu pintar muasin aku, makasih ya Ndy”, ujarnya.“Jangan terima kasih dulu Bu, soalnya ini belum apa-apa, nanti Andy kasi yang lebih dahsyat”, sahutku.Kulihat matanya berbinar-binar.“Bener ya Ndy, puasin aku, sudah setahun aku nggak merasakan orgasme, suamiku sudah bosan kali sama aku”, bisiknya agak merintih lirih.
Hanya berselang liam menit kugiring tubuh Bu melly duduk diatas pinggulku. Mr.Happy kumasukkan ke dalam vaginanya dan bless, lancar karena sudah basah. Tanpa dikomando Bu Melly sudah bergerak naik turun. Posisi ini membuat ku bernafsu karena aku bisa menatap tubuh indah putih mulus dengan wajah yang cantik, sepuasnya. Lama kami bereksplorasi saling merangsang. Terkadang aku mengambil posisi duduk dengan tetap Bu melly dipangkuanku. Kupeluk tubuhnya kucium bibirnya.“Ahh enak sekali Ndy”, ntah sudah berapa kali kata-kata ini diucapkannya.
Mr.Happyku yang belum terpuaskan semakin bergejolak disasarannya. Aku lantas mengubah posisi dengan membaringkan tubuh Bu Melly dan aku berada diatas tubuh mulus. Sambil mencium bibir indahnya, kumasukkan Mr.Happy ke vaginanya. Pinggulku kuenjot naik turun. Kulihat Bu Melly merem-melek menahan kenikmatan. Pinggulnya juga mulai bereaksi dengan bergoyang melawan irama yang kuberikan. Lama kami dalam posisi itu dengan berbagai variasi, kadang kedua kakinya kuangkat tinggi, kadang hanya satu kaki yang kuangkat. Sesekali kusampirkan kakinya ke pundakku. Bu Melly hanya menurut dan menikmati apa yang kuberikan. Mulutnya mendesis-desis menahan nikmat.Tiba-tiba Bu melly mengerang panjang dan “Ndy, aku mau keluar lagi, aku bener-bener nggak tahan”, katanya sedikit berteriak.“Aku juga mau keluar nih.. bareng yuk”, ajakku.Dan beberapa detik kemudian kami berdua melolong panjang “Ahh..”.Kurasakan spermaku menyemprot dalam sekali dan Bu Melly tersentak menerima muntahan lahar panas Mr. Happyku. Kami sama sama terkulai.“Kamu hebat Ndy, bisa bikin aku orgasme dua kali dalam waktu dekat”, katanya disela nafas yang tersengal.Aku cuma bisa tersenyum bangga.“Bu Melly nggak salah milih orang, aku hebat kan?” kataku berbangga yang dijawabnya dengan ciuman mesra.
Setelah mengaso sebentar Bu Melly kemudian menuju kamar mandi dan membasuh tubuhnya dengan shower. Dari luar kamar mandi yang pintunya nggak tertutup aku menadang tubuh semampai Bu melly. Tubuh indah seperti Bu Melly memang sangat aku idamkan. Aku yang punya kecenderungan sexual Udipus Comp-lex bener-bener menemukan jawaban dengan Bu Melly. Bosku ini bener-bener cantik, maklum mantan peragawati. Tubuhnya terawat tanpa cela. Aku sangat beruntung bisa menikmatinya, batinku.
Mr.Happyku tanpa dikomando kembali menegang melihat pemandangan indah itu. Perlahan aku bangun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Bu melly yang lagi merem menikmati siraman air dari shower kaget ketika kupeluk. Kami berpelukan dan berciuman lagi. Kuangkat pantatnya dan kududukkan di meja toalet. Kedua kakinya kuangkat setengah berjongkok lalu kembali kujilati vaginanya. Bu melly kembali melolong. Ada sekitar lima menit keberi dia kenikmatan sapuan lidahku lantas kuganti jilatanku dengan memasukkan Mr. Happyku. Posisiku berdiri tegak sedangkan Bu Melly tetap setengah berjongkok di atas meja. Kugenjot pantatku dengan irama yang pasti. Dengan posisi begini kami berdua bisa melihat jelas aktifitas keluarmasuknya Mr.Happy dalam vagina, dua-duanya memerah tanda nikmat.
Setelah puas dengan posisi itu kutuntun Bu Melly turun dan kubalikkan badannya. Tangannya menumpu di meja sementara badannya membungkuk. Posisi doggie style ini sangat kusukai karena dengan posisi ini aku ngerasa kalau vagina bisa menjepit punyaku dengan mantap. Ketika kujebloskan si Mr.Happy, uupps Bu Melly terpekik. Kupikir dia kesakitan, tapi ternyata tidak.“Lanjutin Ndy, enak banget.. ohh.. kamu hebat sekali”, bisiknya lirih.Ada sekitar 20 menit dalam posisi kesukaanku ini dan aku nggak tahan lagi mau keluar.“Bu.. aku keluar ya”, kataku.“Ayo sama-sama aku juga mau”, balasnya disela erangan kenikmatannya.Dan.. ohh aku lagi-lagi memuncratkan sperma kedalam vaginanya yang diikuti erangan puas dari Bu Melly. Aku memeluk kencang dari belakang, lama kami menikmati sensasi multi orgasme ini. Sangat indah karena posisi kami berpelukan juga menunjang. Kulihat dicermin kupeluk Bu Melly dari belakang dengan kedua tanganku memegang dua bukit kembarnya sementara tangannya merangkul leherku dan yang lebih indajh, aku belum mencopot si Mr. Happy.. ohh indahnya.
Selesai mandi bersama kamipun memesan makan. Selesai makan kami kembali kekantor dengan mobil sendiri-sendiri. Sore hari dikantor seperti tidak ada kejadian apa-apa. Sebelum jam pulang Bu Melly memanggilku lewat sekretarisnya. Duduk berhadapan sangat terasa kalau suasananya berobah, tidak seperti kemarin-kemarin. Sekarang beraroma cinta.“Ndy, kamu mau kan kalau di kantor kita tetep bersikap wajar layaknya atasan sama bawahan ya. Tapi kalo diluar aku mau kamu bersikap seperti suamiku ya”, katanya tersenyum manja.“Baik Bu cantik”, sahutku bergurau.Sebelum keluar dari ruangannya kami masih sempat berciuman mesra.
Sejak itu aku resmi jadi suami simpanan bos ku. Tapi aku menikmati karena aku juga jatuh cinta dengan wanita cantik idaman hati ini. Sudah setahun hubungan kami berjalan tanpa dicurigai siapapun karena kami bisa menjaga jarak kalau di kantor.

Nikmatnya Tubuh Pembantu Baruku

Nikmatnya Tubuh Pembantu Baruku
Perkenalkan namaku Anthony, dan panggilan akrabku adalah Anton. Aku berasal dari kota Malang (Jawa Timur), dan kedua orang tuaku masih tinggal di sana. Umurku baru 25 tahun, dan saat ini sedang studi Master tahun terakhir di Melbourne (Australia). Sejak lulus SMA aku langsung kuliah S1 di Jakarta, dan sempat bekerja selama setahun di Jakarta setelah lulus S1. Aku mendapat sponsor dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan S2 di Australia. Aku memilih kota Melbourne karena banyak teman-temanku yang menetap di sana.
Di pertengahan bulan November 2004 adalah awal dari liburan kuliah atau di Australia sering disebut dengan Summer holiday (liburan musim panas). Summer holiday di Australia biasanya maksimum selama 3 bulan lamanya. Saat itu adalah pertama kali aku pulang ke tanah air dari studi luar negeri. Rindu sekali rasanya dengan makanan tanah air, teman-teman, dan orang tua.
Saat itu aku pulang dengan pesawat Singapore Airlines dengan tujuan akhir Bandara Juanda, Surabaya. Aku tiba di Surabaya sekitar pukul 11 pagi, dan terlihat supir utusan ayah sudah sejak jam 10 pagi menunggu dengan sabar kedatanganku. Ayah dan ibu tidak menjemputku saat itu karena hari kedatanganku tidak jatuh pada hari Sabtu atau Minggu, ditambah lagi dengan macetnya lalu lintas akibat banjir lumpur di kota Porong yang membuat mereka malas untuk ikut menjemputku di bandara.
Wajah supirku sudah tidak asing lagi denganku, karena supir kami ini sudah bekerja dengan ayah sejak aku berumur 5 tahun. Dia sudah aku anggap seperti pamanku sendiri. Aku sangat menghormatinya meskipun pekerjaannya hanya seorang supir.
Aku sempat mencari makan di kota Surabaya. Tempat favoritku tetap di restoran kwee tiau Apeng. Suasana restoran nampak tidak ramai, mungkin masih pagi hari. Di malam hari terutama di malam minggu, restoran ini akan penuh dengan antrean panjang.
Seabis makan, aku meminta supirku untuk langsung jos pulang ke Malang. Badanku terasa letih sekali karena perjalanan yang panjang. Sepanjang perjalanan kami menghabiskan waktu mengobrol santai. Bahasa jawa supirku masih terkesan medok sekali. Dahulu semasa sma, bahasa jawaku juga lumayan medok. Tetapi sejak kuliah di Jakarta, aku jarang memakai bahasa jawaku, sehingga terkesan sedikit luntur. Tapi setiap kata-kata jawa yang terucap oleh supirku masih bisa aku mengerti 100%, hanya saja aku membalasnya dengan separuh jawa separuh bahasa Indo.
Kemacetan lalu lintas akibat banjir lumpur di kota Porong sempat menyita perjalanan pulang kami. Aku tiba di rumahku di kota Malang sekitar jam 4 sore. Sesampai di gerbang rumah, supirku menekan klakson, memberi peringatan orang di dalam rumah untuk membuka pintu gerbang.
Tak kurang dari 2 menit, pintu gerbang terbuka dan aku membuka jendela mobilku memberi sapaan hangat kepada bibiku. Bibiku yang satu ini juga lama ikut dengan ayah dan ibu. Bibiku ini bernama Tutik, dan sudah berumur sekitar 50 tahun lebih. Bibi Tutik jago sekali memasak masakan Indonesia. Makanan bibi yang paling aku rindukan selama aku kuliah di Jakarta dan Melbourne. Aku sudah membuat daftar panjang masakan Bibi Tutik selama 3 bulan liburan musim panas ini.
Setelah bersalaman dan bercanda ria dengan Bibi Tutik, tiba-tiba sosok gadis muda keluar dari pintu rumah memberikan salam kepadaku. Aku sempat tercengang oleh wajah cantik gadis yang masih terasa asing bagiku. Ternyata gadis muda ini adalah pembantu rumah yang baru, karena pembantu sebelumnya telah menikah dan pindah bersama suaminya. Aku menafsir bahwa umur gadis ini sekitar 17 atau baru 18 tahun. Setelah diperkenalkan oleh Bibi Tutik, pembantu baruku ini bernama Yanti.
Yanti berperawakan sedang, sekitar 158 cm. Kulitnya sawo matang. Matanya hitam dan lebar sehingga tambak bersinar-sinar. Rambutnya hitam sebahu. Besar payudaranya bisa aku tafsirkan sekitar 32C. Pinggulnya mantap dan kakinya mulus tanpa ada borok. Wajahnya cantik berhidung mancung, hanya saja bibirnya sedikit tebal. Tapi mungkin itu yang membuatnya unik. Aku sempat tidak mengerti mengapa ibu bisa menemukan pembantu secantik ini.
Yanti membantuku membawa koper bagasiku masuk, dan menanyakan diriku apakah ada cucian atau pakaian kotor yang akan dicuci. Sepertinya Yanti telah diberi info oleh ibuku bahwa aku biasanya selalu membawa pakaian kotor sewaktu pulang dari Jakarta. Jadi tidak heran ibu bisa menduga bahwa aku pasti juga membawa baju kotor pulang.
Aku unpack 2 koper dan memisah-misahkan pakaian kotor dengan pakaian bersih, dan juga menata rapi oleh-oleh dari Australia. Aku sudah menyiapkan semua sovenir-sovenir untuk ayah, ibu, bibi Tutik, supir ayah. Dan tentu saja oleh-oleh yang pertamanya buat pembantu lama yang kini sudah tidak bekerja lagi dengan kita, saya berikan kepada Yanti. Ayah aku belikan topi cowboy dari kulit kangguru. Menurutku cocok untuk ayah, terutama disaat ayah sedang berkunjung di kebun apelnya. Ibu aku belikan kulit domba yang halus untuk hiasan lantai kamarnya. Supir ayah aku belikan korek api berlogokan kangguru dan kaos bergambarkan benua Australia. Sedangkan bibi Tutik dan Yanti, aku belikan 2 parfum lokal untuk setiap orang.
Yanti tampak hepi banget diberi oleh-oleh parfum dariku. Aku memang sengaja memilih parfum dengan botol yang unik, sehingga terlihat sedikit mahal.
Ayah dan ibu pulang dari kantor sekitar jam 6 sore. Malam itu bibi Tutik aku minta untuk memasak petai udang kecap favoritku. Aku melepas rindu dengan ayah dan ibu. Kami berbincang-bincang sampai larut malam. Tak terasa kami telah berbincang-bincang sampai jam 11 malam.
Kemudian aku berpamitan dengan ayah dan ibu. Badanku sangat letih. Aku sudah hampir 36 jam belum tidur. Aku tidak terbiasa tidur di dalam pesawat.
Sewaktu aku hendak menuju ke kamar tidurku, aku sempat berjalan berpas-pasan dengan Yanti. Melihat aku hendak berpas-pasan dengannya, Yanti langsung membungkukkan sedikit badannya sambil berjalan. Mata kami tidak saling memandang satu sama lain. Menurut tradisi kami, tidak sopan pembantu bertatap pandang dengan majikan saat berjalan berpas-pasan.
Malam itu, meskipun badan letih, aku masih belum langsung tidur. Aku sedang melihat-lihat photo-photoku dan teman-teman di Melbourne di handphoneku. Aku sempat kangen sedikit dengan Melbourne. Aku juga sempat berpikir mengenai Yanti, dan penasaran sekali bagaimana ibu bisa menemukan pembantu secantik Yanti.
Keesokan harinya aku bangun jam 10 pagi. Aku sudah tidak ingat sudah berapa jam aku tidur.
Suasana rumah sedikit hening. Ayah dan ibu sudah pasti balik ke kantor lagi. Aku memanggil-manggil bibi Tutik, dan tidak ada jawaban darinya. Tak lama kemudian Yanti muncul dari kebun belakang.
“Nyo Anton wis mangan? (tuan muda Anton sudah makan?)” tiba-tiba Yanti bertanya memecahkan suasana hening di rumah. Istilah ‘Nyo’ adalah kependekan dari ‘Sinyo’ (bahasa Belanda rancu) yang sering dipake di Jawa yang artinya tuan muda.
Aku berusaha membalas pertanyaan Yanti dengan bahasa Jawa. Tapi aku sudah tidak terbiasa berbincang-bincang dengan 100% bahasa Jawa.
“Durung, aku sek tas tangi kok. Mana bibi? Aku sudah laper nih! (Belon, aku baru aja bangun tidur. Mana bibi? Aku sudah lapar nih)” jawabku separuh Jawa separuh Indo.
“Bibik melok nyonya. Ora ero budal nang endi. Nyonya mau tetep pesen nang aku lek Nyo Anton pengen tuku apo gawe mangan isuk (Bibi ikut nyonya. Tidak tau pigi kemana. Nyonya tadi titip pesan kepada saya kalo tuan Anton ingin beli apa untuk makan pagi)” kata Yanti.
Pagi itu aku berharap bibi Tutik memasak untukku. Tapi apa boleh buat, aku akhirnya meminta Yanti untuk beli nasi pecel favoritku di dekat rumah. Hanya sekitar 100 meter dari rumahku. Setelah memberi uang kepadanya, Yanti pun langsung segera berangkat.
Sambil menunggu Yanti kembali, aku menyalakan TV sambil menonton acara-acara di MetroTV, RCTI, Trans TV, dan lain-lain. Rindu sekali aku dengan siaran-siaran televisi Indonesia. Aku sudah tidak sabar untuk menonton acara favoritku seperti Extravaganza, Empat Mata, dan banyak pula yang lainnya.
Hanya sekitar 20 menit, Yanti telah kembali. Sambil makan nasi pecel aku kembali menonton TV, sedangkan Yanti juga kembali ke kebun belakang kira-kira mencuci atau menjemur pakaian.
Mataku sempat mencuri-curi pandang ke kebun belakang. Terlihat wajahnya berkeringat karena terik matahari. Seperti yang aku duga, Yanti sedang menjemur pakaian. Aku merasa kasihan terhadapnya, karena rata-rata pakaian yang dijemurnya adalah milikku. Kulihat Yanti sedang berjinjit-jinjit sambil menjemur pakaian. Kaos yang dikenakan Yanti sedikit pendek, sehingga aku bisa melihat perut dan pusarnya. Perut Yanti ramping sekali. Payudaranya sedikit menonjol kedepan. Aku sedikit bergairah melihat kelakuan Yanti saat itu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi menonton TV, mataku tetap melirik saja ke arah Yanti.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bibi Tutik.
“Anton sek tas tangi?! Cek siange tangine. (Anton baru bangun. Kok siang banget bangunnya)” suara bibi Tutik membuyarkan semuanya.“Bibi teko endi? Tak carik-carik mau. (Bibi dari mana? Dari tadi aku cari-cari)” jawabku.“Bibi sek tas melok nyonya nang pasar. Mari ngono barengi nyonya nang omahe koncone nyonya diluk. (Bibi tadi ikut nyonya ke pasar. Setelah itu nemenin nyonya ke rumah temannya sebentar)” jawab bibi.“Anton gelem opo siang iki? Gelem sambel lalapan Tutik? (Anton pengen apa siang ini? Pengen sambel lalapan Tutik)” tanya bibi. Maklum memang sambel lalapan bikinan bibi Tutik tiada duanya. Makanya aku menamakannya ‘Sambel Lalapan Tutik’. Aku pernah berpikir untuk membuka depot khusus masakan bibi Tutik. Mungkin suatu hari nanti rencanaku ini bisa terwujud.“Wuahhh … gelem bibi. Wis kangen aku mbek sambel lalapan tutik. Goreng ikan pindang mbek goreng tempe sisan yo. (Wuahhh … mau bibi. Dah kangen aku ama sambel lalapan tutik. Goreng ikan pindang dan goreng tempe juga yah)” jawabku dengan girangnya.
Hari demi hari, waktuku hanya terbuang menonton TV, makan masakan-masakan bibi Tutik, dan jalan-jalan ama teman-teman lama. Kadang-kadang aku berkunjung ke rumah sodara ayah, sodara ibu, dan sepupu-sepupuku. Lama kelamaan bahasa Jawaku kembali lagi seperti yang dulu.
Sampai pada suatu hari, sekitar pertengahan bulan December 2006 …
Sudah sebulan lamanya, aku hanya bisa memandang sosok Yanti dari kejauhan. Semakin banyak memandang, semakin tumbuh rasa penasaran yang besar pula. Yanti tampak semakin lama semakin cantik di mataku. Dan maaf, kata-kata yang sebenarnya adalah Yanti semakin membuatku bernafsu. Ingin sekali aku memiliki dirinya, jiwa dan raganya. Aku seperti kerasukan saat ini, tiap kali aku melihat Yanti, otakku selalu terbayang-bayang dirinya saat terlanjang.
Pada suatu hari, seingatku itu hari Jumat. Aku bangun kesiangan, lewat jam 11 pagi. Kepalaku pening karena bangun kesiangan. Kulihat sekeliling, bibi Tutik sedang tidak ada di rumah. Aku masa bodoh dengan keadaan sekitar yang sunyi. Aku duduk di sofa empuk di ruang keluarga, tapi kali ini aku tidak menyalakan tv. Kudengar Yanti sedang di halaman belakang seperti biasanya mencuci baju. Kali ini aku memberanikan niatku untuk mendekati, mungkin awalnya harus saling kenal dulu biar akrab. Aku tidak pernah ngobrol santai dengan Yanti selama ini, kebanyakan aku ngobrolnya dengan bibi Tutik. Karena mungkin aku telah dibesarkan juga oleh bibi Tutik, jadi apa saja bisa nyambung bila ngobrol dengan bibi Tutik.
Aku beranjak dari sofa dan menuju halaman belakang untuk mengajak Yanti ngobrol. Namun hanya terhitung beberapa langkah dari pintu belakang, aku terpeset dan terpelanting di belakang. Bunyi ‘gubrakan’ tubuhku lumayan keras, dan pinggangku sakitnya bukan main. Yanti terkejut melihat tubuhku yang terpelanting ke belakang. Aku meringis kesakitan, sambil memegangi pinggangku yang sakitnya bukan main.
“Nyo Anton … kok iso moro-moro tibo? … (tuan muda Anton … kok bisa tiba-tiba jatuh? …)” tanya Yanti panik.Aku hanya bisa meringis sambil menunjuk lantai yang masih basah.“Lahh … nyo Anton mosok ora ketok lek tehel’e sek basa ngono … endi seng loro? … (lah … tuan muda Anton masa ngga liat kalo lantainya masih basah … mana yang sakit? …)” tanya Yanti sekali lagi.Aku hanya bisanya meringis sambil memegang pinggulku yang masih saja sakit.“Mlebu sek nyo Anton … tak urut’e cekno mendingan … longgo’o ndek sofa sek … Yanti golek obat urut ndek kamar nyonya? … (masuk dulu tuan muda Anton … aku urut biar mendingan … duduk saja di sofa … Yanti cari obat urut di kamar nyonya? …)” pinta Yanti.
Aku menurut saja dengan permintaan Yanti. Aku baringkan tubuhku di atas sofa empuk. Tak lama kemudian Yanti kembali sambil membawa minyak tawon. Dia memintaku berbaring dengan posisi telungkup, dan menyuruhku membuka setengah pakaian atasku. Saat ini aku ngga ada pikiran apa-apa, karena aku masih berkonsentrasi membuang rasa sakit di pinggangku.
Yanti terus mengurut-urut pinggangku yang sakit lumayan lama, dan sekali-kali memijatnya. Aku akui pijatan dan urutan Yanti terasa nikmat, sehingga perlahan-lahan rasa sakitnya mulai menghilang. Ternyata pertolongan pertama yang ditawarkan Yanti sangat ampuh.
Kini rasa sakit di pinggangku perlahan-lahan membaik, meskipun masih ada sedikit rasa sakit. Namun rasa nikmat pijatan dan urutan Yanti membuat akal sehatku mati. Aku kemudian timbul rencana lain di dalam otakku.
“Yanti … ora enak iki ndek sofa … nang jero kamarku wae … ndek sofa iki kudu arep melorot wae badanku … (Yanti … kagak enak nih di atas sofa … di dalam kamarku aja … di atas sofa seperti yang mau melorot saja badanku …)” pintaku.
Yanti hanya mengangguk pertanda setuju. Kemudian aku menuju ke kamarku. Yanti memintaku untuk menunggu di kamar dulu, dia mau menyelesaikan jemuran baju dulu, karena tanggung.
Di dalam kamar, otak kotorku sedang merencanakan taktik bagaimana mendapatkan tubuh Yanti. Segala cara dan taktik telat aku pikirkan, dan banyak sekali yang ada di otak ini.
Selang beberapa saat Yanti mengetok pintu kamarku, dan aku menyambutnya dengan gembira.“Yanti, bibik Tutik nyang endi? Teko omah jam piro jerene? (Yanti, bibi Tutik pergi mana? Jam berapa nanti pulang katanya?)” tanyaku.“Bibik ono urusan’e, ketokan’e sesok jange teko omah maneh. Koyok’e urusan penting. (Bibi ada urusan, keliatannya besok baru pulang rumah lagi. Kayaknya urusan penting)” jawab Yanti.
Mendengar jawaban Yanti tersebut, aku girangnya bukan main. Berarti hanya aku dan Yanti saja yang ada di rumah saat ini. Papa/Mama pasti sedang di kantor, dan biasanya mereka baru pulang sekitar jam 6 sore, dan ini masih baru jam 12 siang lewat. Aku mencium bau kemenangan.
“Yanti, pinggangku sek rodo loro … tolong uruten maneh yo … urutan-mu uenak tenan … ora kalah mbek pijetan’e sing wis mahir (Yanti, pinggangku masih rada sakit nih … tolong diurut lagi yah … urutan-mu enak banget … kagak kalah ama pijetan professional)” kataku sambil memujinya.“Nyo Anton iki ono-ono wae … iki sing pertama Yanti mijetin wong liyo … ora ono pengalaman’e (tuan muda Anton ini ada-ada aja … ini baru pertama kali Yanti pijitin orang lain … masih belon ada pengalaman)” tundas Yanti.“Walah walah … sing pertama wae wes hebat … pasti Yanti pisan hebat ndek bidang liyo (walah walah … yang pertama kali aja sudah hebat … pasti Yanti ada kehebatan di bidang lain) pujiku sekali lagi.“Nyo Anton iso wae seh … (tuan muda Anton bisa aja sih)” jawab Yanti singkat.
“Yanti ojok jeluk aku nganggo jeneng ‘nyo’ … koyok cah cilik wae … jeluk nganggo jeneng mas Anton wae … (Yanti jangan panggil aku dengan nama ‘nyo’ … kayak anak kecil aja … panggil mas Anton aja)” pintaku. Yanti hanya menganggu tanda setuju.
Suasana kamar sempat hening, hanya terdengar bunyi napas Yanti yang sedang asyik mengurut pinggangku. Tiba-tiba Yanti bertanya “Wes mendingan saiki mas Anton? (Dah mendingan sekarang mas Anton)”.Otakku langsung merespon pertanyaan Yanti dengan cepatnya. “Pinggangku wes mendingan, tapi roso-roso’ne pokangku rodo linu. Coba’en diurut pisan pokangku. (Pinggangku sudah mendingan, tapi rasanya pahaku rada linu. Coba diurut juga pahaku)” jawabku ngawur tapi mengena.
Tanpa protes atau bertanya Yanti langsung mengurut pahaku. Pertama-tama paha kananku kemudian paha kiriku, saling bergantian. Posisi tubuhku kini terlentang, sehingga setiap urutan-urutan yang diberikan Yanti sangat terasa nikmat. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam celana dalamku, ingin berdiri saja maunya. Yah singkat kata, batang kontolku dah dari tadi ingin sekali berdiri, tapi masih tertahan oleh celana dalamku.
Setelah selang beberapa saat, dengan tanpa malu-malu, tanpa basa-basi, dan dengan pasang muka beton, aku mulai memberanikan diri.“Yanti, saiki pokangku wis ora linu maneh, tapi saiki endokku dadi rodo linu. Koyok’e nyambung teko pokang. Tolong sisan, tapi dielus-elus endokku lek ora keberatan. (Yanti, sekarang pahaku dah ngga linu lagi, tapi sekarang buah zakarku jadi rada linu. Kayaknya nyambung dari paha deh. Tolong juga, tapi dielus-elus saja buah zakarku kalo ngga keberatan.)”, pintaku tidak tau diri.
Yanti sempat terhenti, dan bengong aja melihat tingkah polahku yang tidak tau diri itu. Di raut wajahnya tidak tampak seperti protes atau marah, melainkan seperti kaget dan bengong seakan-akan bertanya-tanya.
“Kok iso linu endok’e mas Anton … emange endok’e mas Anton melok kepleset? (Kok bisa linu buah zakar mas Anton … emangnya buah zakar mas Anton ikut terpeleset?)” tanya Yanti lugu.“Yah, koyok’e ngono. (Yah, kayaknya begitu)” jawabku singkat.
Tanpa banyak tanya lagi, Yanti perlahan-lahan mulai mengelus-elus buah zakarku dari luar celanaku. Rasanya tidak begitu nikmat, tapi ada getaran napsu yang muncul dari otakku.
“Uenak mas Anton? (Enak mas Anton?)” tanya Yanti. Aku menjawab dengan mengeleng-gelengkan kepalaku pertanda tidak enak.“Yo opo sek uenak? (Trus gimana yang enak?)” tanya Yanti lagi.
Aku berpikir sejenak, kemudian aku perolotin celanaku berserta celana dalamku. Serentak melihat gelagatku, Yanti kaget bukan main dan secara reflek memejamkan matanya.“Mas Antonnn … lopo kok mlorotin katok … ora ono acara’ne ngomong dhisik … (Mas Antonnn … kenapa kok melorotin celana … tanpa ada acara ngomong lagi)” protes Yanti dengan matanya yang masih terpejam.“Loh, Yanti sek tas mau takok yok opo cekno uenak … lah ya aku plorotin wae katok’e … cekno uenak elus-elusan’e (Lho, Yanti tadi tanya gimana caranya biar enak … yah aku lepas saja celananya … biar enak elus-elusannya)” jawabku menyakinkan Yanti.
Yanti masih tetap memejamkan matanya, tapi tangannya mencoba meraba-raba pahaku mencari buah zakarku lagi. Setelah mendapatkan buah zakarku, Yanti kembali mengelus-elusnya lagi. Kali ini … alamak … enak banget. Terasa lembut sekali tangan Yanti. Serentak saja, batang penisku langsung tegak dan mengeras.
“Lah … opo iki mas Anton … kok atos soro? (Lho … apa ini mas Anton … kok keras banget?)” tanya Yanti heran dengan mata sambil terpejam.“Yo delok’en wae Yanti … buka’en moto-mu cekno weruh … ora bahaya kok (Yah liat aja Yanti … buka dulu matanya biar tau … ngga bahaya kok)” jawabku dengan jantungku berdegup-degup kencang.
Perlahan-lahan Yanti membuka matanya, dan langsung terbelak kedua matanya sambil terheran-heran.“Lah … manuk’e mas Anton kok iso ngaceng koyok ngono … linu sisan tah? (Lho … burung mas Anton kok bisa tegang kayak gitu … linu juga tah?)” tanya Yanti lugu.
“Iki jeneng’e manukku ‘happy’ alias seneng … soale endok’e dielus-elus wong wedok sing ayu kayak Yanti (Ini namanya burungku ‘happy’ alias senang … soalnya buah zakarnya dielus-elus wanita cantik kayak Yanti)” kataku mulai merayu.“Mas Anton iki … (Mas Anton ini …)” kata-katanya terputus dan terlihat wajah Yanti yang malu-malu atas pujianku itu. Yanti ternyata masih lugu dalam hal beginian, membuatku semakin yakin kalo Yanti ini masih ting-ting alias perawan.
Tanpa disuruh olehku, Yanti mulai mengelus-elus batang penisku dengan lembut, kadang-kadang mengurut-urutnya. Tak karuan rasa, semakin dielus, semakin tegang dan tegak berdiri. Yanti dari tadi senyum-senyum saja, dan tampak wajahnya yang masih malu-malu.
Setelah lama dielus-elus oleh Yanti batang penisku berserta buah zakarnya, aku ingin melaju di langkah berikutnya. Aku semakin berani dan tidak sungkan-sungkan lagi. Sambil berbaring kutatap wajah cantik dan manis Yanti.
“Yanti …” kataku.“Emmm …” jawab Yanti singkat.“Saiki gantian yo … (Sekarang gantian yah)” kataku.“Gantian yo opo? (Gantian gimana?)” tanya Yanti.“Hmmm … ngene … saiki gantian aku … teko mau Yanti wis delok manukku mbek endokku … sek dielus-elus maneh … saiki gantian aku seng delok tempik’e Yanti (Hmmm … gini … sekarang gantian aku … dari tadi Yanti dah liat burungku ama buah zakarku … dan dielus-elus lagi … sekarang gantian aku yang liat memek Yanti” kataku tanpa basa-basi.
“Emoh mas Anton … isin aku … ojok mas Anton … (Ngga mau mas Anton … malu aku … jangan mas Anton)” tolak Yanti.
Penolakan Yanti yang setengah hati itu membuatku makin penasaran dan makin bernapsu. Aku beranjak dari ranjang, dan memaksa lembut Yanti untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjangku. Setelah berhasil merebahkan tubuhnya Yanti langsung bertanya.
“Mas Antonnn … kate diapakno aku? (Mas Antonnn … mau diapain aku?)” tanya Yanti pasrah.“Menengo wae Yanti … ora aku apak-apak’no kok … mek arep delok tempik’e Yanti … ora adil lek teko mau manukku tok seng didelok (Diam aja Yanti … ngga bakalan aku apa-apain kok .. cuman pengen liat memek Yanti aja …ngga adil kalo dari tadi burungku saja yang diliat)” kataku bohong. Padahal dibalik benakku banyak hal yang aku ingin lakukan terhadap Yanti, terutama terhadap tubuhnya.
Aku sekap roknya, dan aku tarik celana dalam dibalik roknya. Yanti berusaha menahannya, tapi usahanya sia-sia, karena dia menahannya dengan setengah hati alias tidak dengan sekuat tenaga. Kelakuan Yanti ini seperti lampu hijau untukku. Seakan-akan pasrah saja mau diapain olehku.
Setelah berhasil melepas celana dalamnya, aku tarik roknya ke atas perutnya, agar supaya aku bisa melihat jelas memeknya. Secara reflek Yanti menutup memeknya dengan tangannya.
“Wes mas Antonnn … isin tenan aku … (Udahan mas Antonnn … malu banget aku …)” kata Yanti.“Durung Yanti … ojok mbok ditutupi tok tempik’e … ora ketokan … (Belon Yanti … jangan ditutup terus dong memeknya … ngga keliatan)” kataku protes.
Aku kemudian tarik tangannya yang sedang menutupi memeknya. Yanti langsung menutup mukanya dengan kedua tangannya, dan kedua pahanya menyilang. Yanti masih terus berusaha menyembunyikan memeknya dariku. Bisa aku maklumi perasaan malu yang sedang Yanti alami. Aku mencoba merayu dan menyakinkan Yanti apa adanya.
“Ojok isin-isin Yanti … ora ono sing ndelok kok … men aku tok wae … (Jangan malu-malu Yanti … ngga ada siapa-siapa yang bisa liat kok … cuman ada aku saja …)” rayuku lagi.
Kini Yanti mulai pasrah, dan kedua pahanya yang tadinya menyilang, sekarang sudah mulai kendor. Segera saja aku ambil kesempatan ini untuk mengendorkan pertahanan Yanti. Setelah aku berhasil membuka selangkangan Yanti … alamak … aku langsung menelan ludah. Memek Yanti begitu indah dan subur ditumbuhi oleh jembut-jembut yang masih lembut. Aku yakin jembut-jembut ini tidak pernah sekalipun Yanti cukur sejak pertama kali tumbuh, sehingga masih tampak halus lembut.
Kucoba lagi membuka selangkangan Yanti lebih lebar lagi, aku ingin sekali menemukan biji etil Yanti. Aku merasa kesulitan menemukan biji etil Yanti dengan mata terlanjang. Ketika aku mencoba membuka bibir memek Yanti untuk menemukan biji etilnya, Yanti langsung protes.
“Mas Anton … ojok mas … (Mas … jangan mas …)” pinta Yanti. Aku semakin gemas dengan nada penolakan pasrah Yanti.
Aku tidak mengubris permintaan Yanti, dan semakin gencar bergerilya mencari biji etilnya. Ternyata tidak susah menemukan biji etilnya dengan mencari pakai tangan. Aku mainin biji etilnya dengan gemas.
“Mas Anton … wes mas … uisin tenan aku … (Mas Anton … udahan mas … malu banget aku)” mohon Yanti.
Otakku sudah gelap, dan tetap memainkan biji etilnya. Ternyata tidak perlu memakan waktu lama untuk membuat memek Yanti basah. Mungkin ini pertama kalinya Yanti merasakan nafsu birahi alias horny. Dia seperti tidak tau harus bagaimana menghadapi situasi saat itu. Kedua tangan tidak lagi menutup wajahnya. Tangan kanannya bersembunyi di balik bantal, dan tangan kirinya meremas guling. Yanti menggigit bibir bawahnya, seolah-olah menahan geli. Tidak kudengar suara desahan dari mulut Yanti, tapi nafasnya kini sudah berubah menjadi memburu. Aku berasumsi bahwa Yanti masih belum bisa atau belum terbiasa mendesah.
“Yanti … tempik mu wis buasah tenan saiki … (Yanti … memekmu dah basah banget sekarang)” pujiku.“Masss … masss … wes masss … Yanti mbok opok’no … jarene mbek delok tok … saiki kok di dolen tempik ku (Masss … masss … udahan masss … diapain Yanti … katanya cuman mau liat aja … sekarang kok dimainin memekku)” protes Yanti pasrah.“Aku wes kesengsem karo tempikmu iki … gemesi wae … tak elus-elus malah dadi buasah … (Aku dah jatuh cinta ama memekmu … bikin gemes aja … dielus-elus malah jadi basah) … ” kataku sambil bercanda.
Belum selesai aku melanjutkan kalimatku, Yanti secara reflek tiba-tiba menjerit “Mas Antonnn … massssss …”. Yanti orgasme di atas ranjangku.
Aku biarkan Yanti mengambil nafas dulu biar sedikit tenang.
“Yanti sek tas mau kok bengok … loro tah? (Yanti barusan aja kok teriak … sakit?” tanyaku pura-pura bego.“Ora loro mas … sek tas-an Yanti koyok kesetrum … rasa’e koyok nang surgo … uenak tenan … atiku saiki sek dek-dekan (Ngga sakit mas … barusan Yanti kayak kena setrum … rasanya seperti di surga … enak banget … jantungku sekarang masih deg-degan)” jawab Yanti.
Kini saatnya giliranku untuk orgasme. Kontolku sudah sejak tadi tegang melihat kelakuan Yanti. Pekerjaanku masih belum tuntas. Aku bingung apa yang harus aku katakan ke Yanti bahwa aku ingin menyodok kontolku ini ke dalam memeknya yang masih perawan itu.
Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bertanya atau berkata apapun. Aku mencoba untuk langsung main terobos saja. Aku kembali membuka selangkangan Yanti, dan mencoba mengarahkan kontolku ke mulut memeknya. Yanti protes lagi.
“Mas Anton arep opo? (Mas Anton mau apa?)” tanya Yanti heran.“Oh … aku gelem kesetrum sisan … koyok Yanti seng mau (Oh … aku juga mau kesetrum … kayak Yanti tadi)” jawabku spontan.“Lah … terus laopo manuk’e mas kate mlebu nang tempikku? (Lho … trus kenapa burung mas mau masuk ke memekku?)” tanya Yanti heran.
Yanti benar-benar masih bau kencur di dalam urusan seperti ini. Mungkin tidak ada orang yang pernah mengajarinya teori tentang hubungan seks atau biasanya disebut dengan hubungan pasutri (pasangan suami istri).
“Aku baru iso kesetrum lek manukku mlebu nang tempikmu (Aku baru bisa kesetrum kalo burungku masuk ke memekmu)” jawabku gombal.“Ojok mas … engkuk loro … jarene wong-wong (Jangan mas … nanti sakit … katanya orang-orang)” katanya.“Ojok wedhi Yanti … tak mlebu pelan-pelan wae … tak jamin ora loro (Jangan takut Yanti … dimasukin pelan-pelan aja … dijamin ngga sakit)” rayuku.
Yanti diam saja dan pasrah.
Aku kemudian mengarahkan ujung penisku ke bibir vagina/memek Yanti. Yanti memejamkan matanya, dan kini giginya kembali menggigit bibir bawahnya.
Tangan kananku memegang pangkal penisku agar batang kontolku tegak dengan mantap, dan tangan kiriku berusaha membuka bibir vagina Yanti, supaya aku bisa melihat lubang memeknya. Karena Yanti masih perawan, ngga mudah untuk menembuh pintu masuk gadis perawan. Hal ini sudah aku alami sekali dengan pacar lamaku. Aku ngga ingin melihat Yanti nantinya menangis seperti yang dialami oleh mantan pacarku yang dulu, setelah aku paksa masuk batang kontolku ke lubang memeknya yang masih perawan.
Pertama-tama aku basahi terlebih dahulu ujung penisku dengan air ludahku biar menjadi pelumas sementara, kemudian aku dorong masuk ujung penisku kira-kira sedalam 2 centi. Setelah berhasil masuk kira-kira kedalaman 2 centi, aku diam sejenak, kulihat Yanti sedikit meringis menahan perih.
“Perih Yanti?” tanyaku iba.“Rodok perih mas (Rada perih dikit mas)” jawab Yanti yang kini matanya kembali terbuka memandangku.“Tak mlebu alon-alon yah … lek perih ngomong’o … ojok meneng ae … (Aku masukin pelan-pelan yah … kalo perih bilang aja … jangan diam aja) …” suruhku.
Suasana kamarku makin panas saja rasanya. Aku lepas bajuku, sehingga kini aku sudah terlanjang bebas. Kondisi Yanti masih lengkap, hanya roknya saja yang terbuka.
Batang penisku yang dari tadi sudah masuk 2 centi itu masih tampak keras saja. Aku kini tidak lagi memegangi batang kontolku, karena dengan menancap 2 centi saja di dalam memek Yanti dalam kondisi amat tegang, mudah untukku menembus semua batang kontolku. Tapi kini aku harus memasang taktik biar Yanti nantinya juga menikmati. Perih adalah maklum untuk gadis perawan yang sedang diperawani.
Kedua tanganku kini menahan tubuhku. Aku membungkuk dan menatapi wajah Yanti yang cantik. Yanti masih terlihat sedikit merintih karena rasa pedih yang dialaminya.
Aku menekan lagi batang penisku, masuk sedikit, kira-kira setangah sampai 1 centi. Yanti meringis lagi.
Aku mainkan pinggulku maju dan mundur agar batang penisku maju mundur di dalam liang memek Yanti. Batang kontolku cuman mentok sampai kedalaman kira-kira 3 centi. Tapi aku terus bersabar sampai nanti tiba nanti saatnya yang tepat. Aku teruskan irama maju mundur batang kontolku di dalam memek Yanti.
Perlahan-lahan suara rintihan Yanti semakin memudar, dan wajah Yanti tidak lagi merintih. Ujung penisku terasa basah oleh cairan yang kental. Aku yakin cairan ini bukan air liurku yang tadi, melainkan cairan murni dari memek Yanti.
Sekarang batang kontolku bisa masuk perlahan-lahan lebih dalam lagi, dari 3 centi maju menjadi 4 centi, kemudian dari 4 centi masuk lebih dalam lagi menjadi 6 centi.
“Sek perih Yanti? (Masih pedih Yanti?)” tanyaku. Yanti menggeleng-gelengkan kepala pertanda tidak lagi sakit.
Napas Yanti kini kembali memburu dan terengah-engah, dan tidak lagi menggigit bibir bawahnya. Tangan kanannya meremas sarung ranjangku dan tangan kirinya meremas selimutku.
Goyangan pinggulku aku percepat sedikit demi sedikit, memberikan sensasi erotis terhadap memek Yanti. Dalam sekejap kini aku bisa membuat batang kontolku kini terbenam semuanya di dalam lubang kenikmatan milik Yanti.
“Sek perih Yanti? (Masih pedih Yanti?)” tanyaku sekali lagi. Yanti kali ini tersenyum malu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.“Tempik mu wis uenak maneh? (Memekmu dah enakan lagi?)” tanyaku bercanda. Yanti mengangguk.“Yanti … buka en klambimu … mosok ga kroso panas tah? … buka en ae cekno adem (Yanti … buka dong bajumu … masa ngga merasa panas? … buka aja biar sejuk)” kataku. Aku sebenarnya ingin memperawani Yanti dalam keadaan benar-benar terlanjang.
Nanti menurut saja, dan kemudian dia melepas kaos bersama BH-nya, dan masih membiarkan roknya, karena batang kontolku masih sibuk menari-nari di dalam lubang memeknya. Tampak payudara Yanti yang merekah dengan ukuran 32C menurut tafsiranku. Tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Pas untuk ukuranku. Puting susunya berwarna coklat gelap. Typical atau khas payudara wanita asli Indonesia. Melihat puting susunya yang menantang seperti itu, membuatku gemas rasanya. Aku mencubit sambil memelintir puting susunya, dan Yanti protes atas tindakanku tersebut.
“Masss … loro masss … (Masss … sakit masss …)” protes Yanti lembut. Aku pun kemudian senyum padanya, dan langsung menghentikan tindakanku tersebut.
Aku merasa sudah lama aku menggenjot tubuh Yanti siang itu. Tapi aku masih belum menampakkan tanda-tanda akan datangnya klimaksku. Aku sejak tadi berpikir antara iya atau tidak nantinya aku memuncratkan air maniku ke dalam memeknya. Sejujurnya aku berkeinginan hati untuk menyirami memek Yanti dengan air maniku, tapi aku juga rada kuatir akan konsekwensinya bila terjadi apa-apa dengannya, alias hamil nantinya.
Nafas Yanti semakin memburu saja, tapi wajahnya tampak makin gelap saja. Darah Yanti seakan-akan memanas dan terkumpul di atas kepalanya. Kali ini Yanti tak kuat untuk menahan genjotan-genjotan dan gesekan-gesekan nikmat yang diberikan oleh batang kontolku. Mulut Yanti kini tak terkontrol. Untuk pertama kalinya mulut Yanti mendesah atau merintih basah.
“Uhh … ohhh … masss … masss … kerih (geli) masss …” rintih Yanti.“Aku kerih sisan Yanti … Yanti wis arep ngoyo? (Aku geli juga Yanti … Yanti sudah mau pipis?)” tanyaku penasaran melihatnya sudah seperti cacing kepanasan. Leher Yanti sudah mulai berkeringat. Sekujur badanku juga tidak kalah keringatnya. Semakin berkeringat, semakin seru saja aku menggagahi tubuh Yanti.
Seperti tau apa yang aku maksud dengan kata ‘pipis’, Yanti pun menganggukkan kepalanya. Yanti sudah akan memasuki tahap orgasme yang kedua kalinya.
Tidak sampai hitungan 2 menit, Yanti tiba-tiba memekik sambil tangan kanannya meremas biceps-ku.
“Masss … ampunnn masss … kerih mbanget … arep ngoyo ketok’e … aahhh … (Masss … ampunnn masss … geli banget … ingin pipis rasanya … ahhh …)” pekik Yanti dengan tangan kanannya yang masih meremas biceps-ku.
Tidak salah lagi, Yanti telah mencapai orgasme keduanya. Memeknya semakin basah saja. Aku berhenti menggenjotnya dan mendiamkan batang kontolku tertanam dalam-dalam di dalam memeknya yang basah nan hangat. Kurasakan setiap denyutan daging-daging di dalam memek Yanti.
Setelah buruan nafasnya mereda, aku cabut batang kontolku keluar dengan maksud untuk melepas roknya yang masih menempel di tubuhnya. Aku ingin melihatnya bugil tanpa busana apapun. Saat kutarik batang kontolku, aku melihat sedikit bercak darah di tengah-tengah batang kontolku, dipangkal kontolku, dan di daerah bulu jembutku. Kuperawani sudah Yanti, dan ini adalah bukti keperawanan Yanti yang telah aku renggut darinya.
Yanti kini bugil tanpa selembar kain apapun. Aku kembali memasukkan batang kontolku ke dalam memeknya. Masih terasa basah liang memek Yanti.
“Yanti … saiki aku sing kate ngoyo … siap-siap yo (Yanti … sekarang aku yang harus pipis … siap-siap yah)” kataku.
Yanti seperti tidak mengerti apa yang aku katakan, tapi kepala mengangguk saja (hanya menurut saja). Aku kembali menggenjoti liang memeknya lebih cepat dari biasanya. Kupercepat setiap hentakan-hentakan, dan bisa kurasakan kenikmatan gesekan-gesekan terhadap daging-daging di dalam memek Yanti. Memberikan sensasi yang luar biasa dasyatnya.
Wajah Yanti kembali memerah, dan kini nafasnya kembali memburu lagi. Kali ini Yanti sudah tidak malu-malu lagi untuk mendesah dan merintih nikmatnya bercinta.
“Yanti … kepenak temenan nyenuk karo Yanti … tempik-mu gurih tenan (Yanti … enak/senang banget ngentot ama kamu … memekmu gurih banget)” pujiku sambil terus menggenjot memeknya.
“Masss Anton … masss … aku arep ngoyo maneh … ahhh masss … (Masss Anton … masss … aku pengen pipis lagi … ahhh masss …)” desah Yanti.
“Iku jenenge arep teko Yanti … ora arep ngoyo (Itu namanya mau datang Yanti … bukan mau pipis)” jawabku sambil tertawa renyah dan Yanti pun tersenyum bingung. Mungkin baginya istilah ‘datang’ masih terasa aneh.
Sekujur tubuhku berkeringat dan tergolong basah kuyup. Sudah berapa tetes keringatku yang jatuh di perut dan dada Yanti. Posisiku menyetubuhinya masih tetap berada di atas. Sejak tadi aku belum menyuruhnya merubah posisi. Mungkin bagiku lebih nyaman untuk Yanti digagahi dengan posisiku di atas. Yanti masih termasuk bau kencur dalam masalah beginian.
Batang kontolku makin lama terasa makin mengeras. Lahar mani di dalamnya ingin segera meletup keluar. Aku sudah tidak mampu untuk berpikir dengan akal sehat kembali. Otot-otot disekujur batang kontolku sudah tidak mampu lagi membentung lahar panas yang ingin segera menyembur keluar. Aku sudah tidak perduli lagi dengan rasa kuatirku tadi. Aku hanya ingin menyemburkan lahar panas ini secepat mungkin. Isi otakku sudah gelap rasanya.
“Yanti … aku arep teko iki … ora iso di tahan maneh … saiki Yanti … saikiii … Yantiii … (Yanti … aku mau datang nih … ngga bisa ditahan lagi … sekarang Yanti … sekaranggg … Yantiii)” aku mengerang keras diiringi oleh semburan lahar panas dari batang kontolku yang mengisi semua liang memek Yanti. Semburan panas dari batang kontolku mendapat sambutan hangat dari Yanti. Aku memeluk erat tubuh Yanti, dan Yanti membalas memelukku sambil memekik memanggil namaku. Aku hanya dapat menduga bila Yanti mendapatkan orgasme-nya yang ketiga kali. Batang kontolku berkali-kali memuntahkan lahar panasnya di dalam lubang kenikmatan milik Yanti. Mungkin sekarang liang memek Yanti penuh sesak oleh lahar maniku.
Aku diam sejenak, mengatur nafasku kembali. Tubuhku masih menindih tubuh Yanti. Kini semua keringatku bersatu dengan keringat Yanti. Aku memeluk Yanti, sambil menciumi lehernya. Batang kontolku masih menancap di dalam memek Yanti. Aku masih belum ingin mencabutnya sampai nanti batang kontolku sudah mulai meloyo.
“Yanti … terima kasih … ” bisikku dalam bahasa Indo. Yanti hanya diam saja. Tak lama kemudian, aku mendengar Yanti menyedot ingusnya. Ternyata mata Yanti tampak berkaca-kaca. Aku menduga kuat Yanti ingin sekali menangis, dan tampak penyesalan di wajahnya. Melihat tingkah laku Yanti, aku berusaha memberinya comfort (kenyamanan), dan rayuan agar membuatnya lega atau tidak sedih kembali. Aku mengatakan kepada Yanti bahwa ini adalah rahasia kita berdua, dan mengatakan bahwa aku sayang kepadanya. Aku berjanji padanya bahwa ini adalah untuk pertama dan terakhir kalinya aku menyetubuhinya. Yanti begitu menurut dengan kata-kataku dengan polos dan lugu.
Aku sedikit ada rasa penyesalan telah memperawani gadis cantik dan imut seperti Yanti. Aku meminta maaf kepadanya karena aku khilaf dan tidak dapat menahan keinginanku itu karena sejak lama aku memantau dan melihat sosok dirinya dari kejauhan. Begitu dekat dengannya, aku tidak mampu lagi menahan nafsu birahiku.
Selama liburan musim panas tersebut, aku sering sekali mencuri-curi waktu dan tempat untuk bersetubuh dengan Yanti. Sejak pertama kali memperawaninya, agak susah untukku untuk menggagahi tubuh nikmatnya lagi. Yanti selalu menolak dengan alasan takut sakit atau apa gitu. Tapi dasar lelaki yang penuh dengan akal muslihat, aku tetap berhasil menikmati tubuhnya dan memeknya berkali-kali.
Untung saja, makin lama Yanti semakin menyukai berhubungan badan denganku. Banyak teknik yang aku ajarkan kepadanya, dari BJ, HJ, dan posisi bercinta yang lain (doggy style, woman on top, gaya menyamping, dll). Aku kadang meminta Yanti memberikan BJ atau HJ di ruang keluarga sambil aku menonton TV disaat tidak ada orang di rumah.
Sejak saat itu pula, aku selalu memakai condom untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Aku tidak ingin aib ini sampai tercium oleh anggota keluargaku yang lain.
Sudah sering kali aku bermain cinta dengan Yanti di liburan musim panas ini. Aku sempat mengganti tanggal pesawatku kembali ke Melbourne agar aku bisa lebih lama di Indonesia. Aku kembali ke Melbourne untuk melanjutkan studiku lagi sekitar akhir Februari. Semenjak kembali ke Melbourne lagi, aku kangen dengan Yanti, dan rindu bercinta dengannya. Kadang-kadang aku menelpon rumah di waktu siang hari (waktu Indonesia) untuk mengobrol dengan Yanti. Dan seputar obrolan kami adalah tentang ‘gituan’ aja.
Studiku tinggal 1 semester lagi. Aku sudah tidak sabar untuk menyelesaikan studiku ini, agar aku bisa kembali ke Indonesia bertemu kembali dengan Yanti. Sebenarnya aku sendiri tidak tau bagaimana masa depanku dengan Yanti. Tapi aku berkeinginan untuk tetap tinggal di Malang, paling tidak melanjutkan atau bekerja di kantor perusahaan papa. Dengan ini aku bisa senantiasa dekat dengan Yanti. Biarlah nanti waktu yang akan menentukan nasibku dengan Yanti.

Namaku eki

Namaku eki
Namaku eki , Aku ingin membagi pengalaman seksku , yang aku alami kira – kira 11 tahun yang lalu , ini adalah pengalaman yang sangat mendebarkan sekaligus menggairahkan buatku.Waktu itu Aku masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta usiaku 23 tahun , tinggi 175 cm berkulit sawo matang badanku atletis karena kegemaranku berolahraga bola basket , selain menjadi team inti di kampusku aku juga tergabung dalam sebuah club basket yang cukup diperhitungkan pada waktu itu.
Bagiku masa – masa itu tidaklah sulit untuk mencari pacar , karena selain luasnya pergaulanku , aku juga termasuk orang yang berada , aku memiliki kendaraan pribadi sebuah mobil Jeep buatan Amerika dengan modifikasi yang sedang trend masa itu.Seringnya Aku bergonta – ganti pacar , ataupun teman kencan wanita yang bisa aku ajak tidur, dari berbagai macam profesi dan kalangan dari mulai teman sesama mahasiswa , cheerleaders , model dan cover girl majalah , pramugari sampai dengan artis figuran , mereka selain cantik – cantik juga memiliki permainan – permainan seks yang luar biasa bahkan sama sekali diluar semua pengetahuan dan fantasi seksku…..,Tapi siapapun dan apapun yang aku lakukan dalam petualangan seks Ku tetap saja hasrat birahiku tidak pernah terpuaskan , karena adanya dua orang gadis yang selalu ada dalam otakku dan darahku yaitu Rani dan Nia yang selalu aku bayangkan wajah dan tubuhnya dan aku sebut – sebut namanya saat aku sedang berhubungan seks dengan semua wanita , mereka sangat menggiurkan , entah kenapa…. begitu terobsesinya aku sampai – sampai suatu ketika aku pernah memaksa mengganti nama – nama wanita yang sedang Kutiduri dengan nama Rani atau Nia,….. terserah apa yang ada dalam pikiran teman kencaKu itu , aku tidak perduli yang penting rasanya nikmat menyebut nama Rani dan Nia saat berada di puncak ejakulasiKu , andai saja Aku bisa benar – benar menelanjangi , menjamah , menjilati setiap jengkal tubuhnya dan memasukan penisku kedalam vagina Rani dan Nia di alam sadarKu .Tapi apa daya mereka berada diluar jangkauanku, mereka adalah anak dari tante Mirna dan om Iwan, adik dari orangtuaku….yah…Rani dan Nia adalah sepupuku.
Tante Mirna orangnya angkuh selau merasa setiap orang dapat diaturnya ,tapi diluar itu untuk seusianya tubuh tante Mirna masih bagus, kencang dan gempal pantat dan buah dadanya masih terlihat kencang sekali ,mungkin ini yang menurun kepada anak – anaknya , rambutnya hitam dan ikal,hidungnya kecil dan mancung bibirnya yang tebal membuat wajahnya terlihat sedikit nakal , sedangkan Om Iwan walaupun tidak tinggi untuk ukuran laki – laki tapi wajahnya tampan, mereka memiliki 6 orang anak yang semuanya cantik dan seksi , yang paling besar namanya Ka Icha 29 tahun sudah berkeluarga mempunyai 2 orang anak, kedua Ka Sita 27 Tahun juga sudah bersuami , kemudian Ka Nuri 25 tahun ,yang keempat Ka Intan 24 tahun , kelima Rani 23 tahun dan sibontot Nia 21 tahun , yang membedakan Rani dan Nia dari kakak – kakaknya adalah daya tarik seks mereka yang sangat tinggi , walaupun sebenarnya kalau dilihat dari sudut pandang orang lain mereka berdua tidak lebih cantik dan seksi dari semua wanita yang pernah kukencani , kalau aku gambarkan Rani yang usianya hanya lebih muda beberapa bulan dariKu , tinggi badanya hanya sekitar 160 cm wajahnya bersih dan cantik sekali ,rambutnya yang hitam panjang sebahu matanya bulat dan sangat indah bibirnya tipis seksi ,dia memiliki hidung mancung Tante Mirna, kulitnya putih tangan dan kakinya ditumbuhi bulu – bulu halus yang jelas terlihat karena kulitnya yang sangat putih ,Aku sering menghayalkan andai aku bisa membelai bulu – bulu halus itu dari betis lalu naik ke paha…dan naik terus ketempat terpenting dari organ tubuh Rani….., buah dadanya tidak terlalu besar , pinggangnya kecil dan pantatnya montok . Nia lebih pendek dari Rani tingginya 158 cm rambutnya hitam kecoklatan yang panjangnya hanya menutupi lehernya yang putih dan menggemaskan matanya bulat bibir bagian bawahnya agak tebal.. seksi.. ,entah apa rasanya memasukan penisku kedalam mulutnya , kulitnya putih pucat seperti kulit mamahnya , buah dadanya besar ,montok, bundar , terlihat sangat padat dan menantang , kalau dia sedang menggunakan T-shirt , sangat terlihat bentuk indah buah dadanya tak kuat aku …,ingin rasanya meremas dan menaruh penisku diantara dua belah gunung yang mengemaskan itu , kakinya begitu putih dan padat dari pengalamanku tipe kaki seperti ini sangat kuat bermain di tempat tidur ….dengan pinggang yang kecil tapi pantatnya padat , besar dan montok ( kata orang pantat bebek )…..aaah nikmatnya kalau bisa melakukan doggie style dengan Nia……. bagiku mereka adalah Fantasi seksku tertinggi.
Hasratku pada mereka dimulai pada saat aku masih di SMP, waktu itu tubuh mereka belum sempurna seperti sekarang , tapi tidak tahu kenapa ?, ada setan mana yang masuk ke tubuhku ?, atau karena sedang dalam masa puberKu , sering sekali Aku mengintip posisi tidur salah satu dari mereka saat menginap dirumah dari jendela kamar adik perempuanKu, yang sebaya dengan mereka sambil memegang penisku.Saat – saat seperti itu sangat menyiksaKu, ini berlangsung beberapa bulan sampai suatu malam aku memberanikan diri untuk memasuki kamar adiku karena saat itu Nia sedang menginap di rumah , masih ingat waktu itu pukul 1.30 malam ,Aku dengan mengendap – ngendap membuka pintu kamar adiku yang tidak pernah dikunci , tipe tempat tidur adiku memiliki kasur tambahan dibawahnya yang bisa keluar masuk seperti laci , Nia tidur dibawah sendiri , memakai daster panjang dan berlengan pendek , posisi tidurnya miring kaki kanan memeluk bantal sehingga seluruh bagian betisnya terlihat jelas sementara kaki kirinya lurus , wajahnya seksi sekali…, lama aku tertegun di ujung tempat tidur sambil beberapa kali menelan air liurku, dan akhirnya kuberanikan diri untuk menarik daster Nia lebih keatas sedikit sehingga terlihatlah pahanya yang putih , dengan tanganKu yang gemetar dan berkeringat kusentuh ujung paha bagian luar …..ooooh halus sekali , karena Nia tidak bereaksi maka kuturunkan tanganku untuk menyentuh paha bagian bawah…., “wah..sudah tidur pules nih” .., maka kusingkapkan lagi dasternya sedikit demi sedikit hingga celana dalamnya yang berwarna kream terlihat jelas…, nah sekarang aku bisa bebas mengelus dan menjamah paha yang lembut dan wangi sekali itu…., berikutnya keberanianKu bertambah..kutarik bantal yang dipeluknya hingga kedua belah kaki yang mulus bisa kujamah perlahan ,ingin rasanya berbuat lebih tapi..”ah..takut bangun” sampai akhirnya aku sampai di antara kedua pangkal paha , kutarik tubuh Nia perlahan supaya posisi kakinya agak mengangkang ….tapi tiba – tiba dia bergerak sambil bergumam…iiihhh ..gumanya ..wah spontan aku kaget kemudian lari dan bersembunyi dibalik lemari pakaian ….kira – kira sepuluh menit aku disitu aku berfikir “ah Cuma ngigau….kalau dia bangun pasti dia sudah bisa melihatku saat aku lari tadi.” Maka aku kembali mendekati tempat tidur….ah…posisi tidur Nia sekarang celentang …dengan kaki kiri ditekuk keatas …”wah makin gampang dong”… , tapi dasternya sudah kembali turun menutupi setengah paha,….maka perlahan aku tarik lagi keatas sampai cd nya , dan mulai kuciumi perlahan vaginanya yang masih terbungkus celana dalam..”ah….coba bisa kubuka celana dalam ini ” ……puas dibawah aku keatas kesentuh buah dadanya dari bagian luar daster karena waktu itu Nia masih kelas 1 SMP maka semua bagian penting tubuhnya masih serba kecil, kusentuh dengan lembut dua payudara yang menggoda , dan dengan nekat aku susupkan tanganku melalui bagian leher daster untuk menyentuh sedikit saja buah dadanya …Oh Nia lembut sekali , karena lampu di kamar tidak dimatikan maka bisa kulihat pentilnya yang merah muda.Tidak sadar ternyata jam sudah menunjukan jam 3.00 pagi maka tanpa merapihkan pakaian Nia aku langsung keluar kamar dan masuk kekamarku , kemudian melakukan onani…sambil membayangkan apa yang baru saja aku lakukan, setelah puas aku terbaring di kamar.. sambil melamun “wah kalau kakanya Rani seperti apa yah….”Suatu hari Aku pulang dari main basket di sekolahku karena rumah Tante Mirna dekat dengan rumah teman – temanku yang lain maka aku pulang menumpang salah satu temanku yang dijemput sopir, tidak lama aku mampir dirumah Tante Mirna sambil ingin melihat Rani atau Nia “eh.. Eki sahut Tante Mirna mau nginep disini..”….”engga ah tante Eki mau pulang ….”jangan ah ki…inikan sudah jam setengah delapan udah nginep disini aja besokkan hari minggu” waktu itu Rani , Nuri dan Intan sedang ada di rumah kecuali Nia yang sedang berlibur ke rumah kontrakan Ka Icha dan Ka Sita yang bersekolah di Bandung “Iyah nginep aja” sahut Ka Nuri , kamu tidur di kamarku aja, biar Ka Nuri tidur sama Ka Intan…..akhirnya aku setuju..” di rumah Tante Mirna ada 4 kamar , yaitu kamar tante Mirna dan Om Iwan , dan kalau anak – anaknya semua sedang berada di rumah ,Ka Intan tidur berdua Ka Icha , Ka Nuri sekamar dengan Ka Sita , yang terakhir kamar Rani dan Nia, “Wah aku akan coba masuk kamar Rani yang tidur sendirian malam ini”pikirKu…..
Malam itu aku tidak bisa tidur lagi, sebentar – bentar aku melihat jam ..”wah lama sekali sih…..” aku tadi memperhatikan Rani masuk kamar jam 9.00 malam pasti dia sudah tertidur lelap dia…, dan sekarang sudah jam 11.00 , tapi ruang tengah masih terang om Iwan masih nonton TV. Akhirnya aku tertidur..tiba- tiba Aku terbangung dan melihat jam sudah jam 2.30 pagi..wah bisa gagal , Aku keluar kamar ka Nuri yang berada diatas, turun tangga kemudian melewati ruang tengah ….,sesampainya di depan kamar Rani kulihat cahaya lampu dari dalam kamarnya yang berasal dari lampu tidur…., perlahan – lahan kugerakan kaca yang ada disamping pintu yang masih menggunakan kaca “Nako” ……setelah kaca terbuka cukup untuk aku masukan tanganku ,kugeser tirai yang menutupi jendela…”Wow” pemandangan indah kulihat Rani yang tadi memakai daster pendek , sudah tertidur pulas dengan memperlihatkan seluruh bagian kakinya yang putih mulus karena dasternya yang sudah tersingkap ke atas sampai ke celana dalamnya yang berwarna coklat…., setelah tertegun sebentar , tanganku beralih ke sebelah kiri meraih kunci pintu lalu membukanya ..”klik”..”klik”…..kemudian perlahan – lahan aku masuk kamar Rani yang harum sekali…..sambil berjongkok disamping tempat Rani tidur , kuperhatikan wajah sepupuKu yang cantik itu…lalu pandanganku beralih ke bawah…sampai ke kakinya ….disitulah aku mulai tergila – gila dengan kaki Rani , kusentuh dengan berhati – hati kaki yang ditumbuhi bulu – bulu halus yang tersusun rapih….kakinya lembut , harum dan halus , terus kujamah – dari ujung kaki hingga pangkal pahanya ….lalu kubenamkan perlahan hidung dan mulutku diatas vaginanya yang terbungkus celana dalam …”Wah ko..memek kamu ga setebal Nia yah Ran…” bisiku…lalu aku beralih ke buah dadanya , pada waktu itu buah dada Rani lebih besar dari Nia ,karena usia Rani yang lebih tua, wajar saja kalau payudaranya sudah tumbuh ,…lain halnya dengan Nia ..pentil Rani berwarna coklat muda.Setelah puas aku keluar kamar Rani menutup kembali Pintu dan seperti biasa melakukan onani di kamar mandi.
Kejadian ini berlangsung bertahun – tahun aku selalu melakukan hal yang itu – itu saja terhadap Rani dan Nia berulang kali…ingin sekali mendapatkan lebih tapi Aku sangat takut mereka bangun ditengah – tengah “aksiku“, karena desakan – desakan “nafsu” inilah maka suatu malam hal yang sangat Aku takutkan menjadi kenyataan, waktu itu aku sudah duduk di bangku SMA kelas 2 , malam itu aku menginap di rumah Tante Mirna…., Waktu itu seperti biasa Rani tidur dengan Nia ,dan malam itu saat berada di kamar mereka ,Aku punya “program baru” yaitu mengeluarkan penisKu dan menempelkan ke pantat , buah dada , bibir , serta “memaksa” mereka mengocok – ngocok “barangKu” dengan tangan mereka , sasaran pertamaKu adalah Nia rencana menggesekan penisku ke pantat Nia gagal karena dia berbaring celentang,…jadi sasaranKu langsung kearah dada Nia , dan kutepuk – tepukan “penisku diatas gundukan buah dadanya yang tertutup T-shirt , lalu kugesek – gesek perlahan si “helmKu” di permukaan bibirnya , pindah naik merasakan rambut Nia menyentuh penisKu , kemudian menyerahkan si “batang dan bijiKu” ke dalam geggaman telapak tangan Nia…, selesai Nia …,pindah ke Rani “nah Ran.. sepertinya kamu sudah siap nih” …Rani tidur miring menghadap Nia….”wah menuku di tubuh Rani bisa lengkap dong” .Berturut – turut dari bibir , buah dada , rambut tangan, sama seperti yang dialami Nia berjalan lancar, Rani memang gemar tidur dengan menggunakan daster pendek , sehingga malam itu dengan posisi miring dibelakang tubuh Rani ,Aku bisa bebas menempatkan penis Ku diatas celana dalamnya dan sedikit terkena kulit pantatnya, karena nikmatnya dengan pengalaman ini , timbulah ide baru kujepitkan “batangKu” diantara paha Rani tepat dibawah vaginanya sehingga terasa nikmat seperti benar – benar sedang berhubungan seks dengan Rani.., kupeluk dia dari belakang sambil menempelkan tangan kananku di dadanya yang indah, bisa kurasakan dan kumainkan pentilnya., harum tubuhnya semakin membuatKu bernafsu.. …, maka tanpa disadari goyangan pantatKu semakin cepat , kedua tanganKu tidak lagi menempel tapi meremas payudaranya dan pantatnya yang padat, “oooh..Rani..enak..enak Ran..”gumamKu tanpa sadar , ..tiba – tiba dia bergerak dan terbangun, sikut lengan kanannya “menghajar tulang rusukKu” ..setelah itu dia berbalik mencoba melihat siapa yang sedang menggerayangi tubuhnya…Aku terloncat dan berdiri sambil menaikan celanaku , sambil terduduk di tempat tidur dia membentakku ”Eki apa yang loe lakuin….ngapain loe masuk – masuk kamar gue ….” Spontan saja aku lari keluar kamar tanpa menjawab .Pagi – pagi sekali hari itu Om Iwan membangunkan Aku dan langsung memberikan ceramah dengan lembut mengenai kejadian semalam ,lain halnya dengan tante Mirna . dia sangat emosi ,mungkin tidak rela Aku menikmati tubuh anaknya walaupun hanya “menggesek – gesekkan pen…” …dia juga mengancam akan melaporkan ini kepada orangtuaku…” setelah menerima semua cacian dan makian Tante Mirna, Aku berangkat bertanding …tak kulihat lagi wajah Rani….pada saat Aku keluar rumah tante Mirna…yang ada hanya Ka Icha yang memandangku dengan sinis sementara Ka Nuri masih berbaik hati mengantarku sampai ke pagar.
Hari – hari setelah kejadian itu membuat hubunganku dengan keluarga tante Mirna agak sedikit renggang , tapi bukannya Aku menyadari kesalahan , tapi malah sebaliknya Aku semakin tergila – gila dengan tubuh Rani dan Nia, apalagi saat Rani dan Nia sudah memasuki perguruan tinggi , wajah Rani bertambah cantik lekuk – lekuk tubuhnya semakin menjadi, sementara Nia ,buah dadanya semakin membesar, aku tidak tahu berapa ukurannya tapi dengan memakai blouse ataupun kemeja yang longgar saja buah dadanya amat sangat menonjol,semakin gempal , besar dan bulat ,pantatnya semakin montok. Kesimpulannya kalo soal wajah Rani jauh lebih cantik dari Nia, tapi soal ukuran buah dada , pantat dan bentuk bibirnya yang seksi Nia sulit dikalahkan oleh Rani. Karena itu rumah Tante Mirna selalu ramai didatangi laki – laki , yang mencoba mendekati anak-anaknya ,yang paling banyak “diminati” oleh mereka adalah Nia kemudian baru Rani, walaupun mereka berdua telah memiliki pacar tapi tidak mengurangi semangat laki – laki lain untuk berusaha merebut perhatiannya tapi keliatannya Rani dan Nia termasuk perempuan – perempuan yang setia, Ah… andai saja mereka itu bukan sepupuku maka Aku akan berada dalam antrian itu.
Pernah Aku mencoba menyatakan rasa sukaku pada salah satu dari mereka setelah hubungan kami sudah membaik ,dengan harapan bisa mengencani mereka seperti layaknya wanita – wanita lain dalam hidupku tapi…bentakan Rani ,apalagi cacian dan makian Tante Mirna , beberapa tahun yang lalu membuat hatiKu ciut dan tidak berani lagi macam-macam.Hidupku benar – benar tersiksa terutama saat Aku bertemu dengan mereka, penisku selalu menegang dan angan – anganKu pun melayang – layang membayangkan apa yang ada dibalik pakaian mereka .Rasa frustasi itu membuat Aku diam – diam sering mencuri celana dalam dan bh dari dalam lemari pakaian mereka untuk Aku bawa pulang dan melakukan onani dengan celana dalam ataupun bh mereka sambil menatap wajah mereka dari foto – foto yang Aku miliki, terkadang ditambah memutar film BF…”oooooh nikmatnya”….kamu..Rani…, Nia..hebat sekali kamu…. entah berapa pasang koleksi pakaian dalam Rani dan Nia yang ada di dalam kamarku yang semuanya pernah terkena cairan spermaku….itu pun tidak berlangsung lama…..karena ini tidak akan pernah memuaskan birahiku…..Kemudian Aku melampiaskannya kepada perempuan – perempuan lain yang bisa Aku kencani,…., tapi itu juga tidak banyak membantu saat aku sadari dalam alam nyata , mereka tak tersentuh olehKu…..mereka hanya bisa Aku sentuh dalam khayalan …, di alam sadar Aku hanya dapat menikmati setiap lekuk tubuh mereka yang terbungkus rapat pakaiannya , apalagi setelah kejadian tersebut tante Mirna dan anak – anaknya selalu memandang Aku dengan tatapan sinis , dan dari mulai pakaian , sikap dan gerak- gerik tubuh mereka sangat berhati – hati terutama kalau Aku ada di dekat mereka , mereka tidak memberikan sedikitpun kesempatan padaKu untuk mencuri kesempatan menikmati keindahan tubuh mereka dari sela – sela pakaian mereka yang tersingkap, seakan – akan tubuh mereka menertawakanKu…dan berkata “berkhayallah terus Ki ….”, Tingkah laku dan perlakuan mereka padaku yang seperti ini semakin membuat Aku bergairah kepada mereka dan memutar otak agar “merasakan tubuh Rani dan Nia bukan impian lagi”…………………
Sampai suatu hari setelah aku pulang kuliah, di tempat biasa aku nongkorng…di kawasan Jakarta Pusat ,aku “ngerumpi” dengan Kenny atau yang biasa dipanggil “Akun” karena Ibunya pemilik Apotik terkenal di Jakarta dan Ayahnya dokter Anasstesi (mudah-mudahan bener nulisnya), Akun sangat terkenal diantara teman – temanku , dia kuliah di fakultas kedokteran ….Akun sering merawat siapa saja dengan obat – obatan yang dimilikinya untuk berbagai macam penyakit, dari mulai penyakit turunan , kambuhan , kelamin , obat kuat sampai dengan cari penyakit….maksudnya selain memberikan pengobatan Akun juga sering mengkonsumsi obat – obatan dengan beberapa temannya untuk “teller” nama “Akun” diambil dari salah satu nama tukang obat di daerah Jakarta Barat, karena Akun lebih terkenal sebagai tukang obat dibandingkan menjadi calon dokter.“Ki….. wah kemaren tuh cewe yang gue kenalin ke elu…khan sok jual mahal , udah gue beliin segala macem masih juga sok ga mau gue gituin” cerita si Akun tiba –tiba sambil agak teler……“Trus kemaren loe sama dia kemana”..? tanyaku….“Iyah kita makan siang di lantai atas H*****E , pas dia ke WC, hehe….gue campurin aja obat tidur di dalam minumannya karena jam segitu H******E khan sepi banget jadi ga ada yang liat….biarin aja biar dia tidur terus jadi bisa gue kerjain”…kata Akun sambil menggebu – gebu…“Teruss..terus”….tanyaku penasaran….“Iyaah……..tapi sehabis dari wc kita ngobrol – ngobrol lagi …ternyata obrolan kita jadi serius disitu gue tau kalo di suka sama gue dan dia ga mau gue main – mainin jadinya dia ga mau gue apa-apain sebelum kita “jadian”….akhirnya kita kemaren jadian deh…”lanjut Akun…sambil tersenyum khas……………..“Yah…tapi dia udah minum belum minumannya yang elo kasih obat tidur” tanyaku…“Ya udah………gue juga bingung … obat tidurnya cepet bereaksi..setelah dia bilang mau jadi cewe gue …dia pingsan di meja makan Ki…., apes..!!! jadi ga tega gue karena diakan sekarang cewe gue …, jadinya gue kebagian gendong dia doang… pulang kerumah…”apes…apes.“Ha…ha…hahaha” Aku tertawa terpingkal – pingkal….”.otak loe kebanyakan isinya pil koplo sih”…, tapi sejenak tertawaku terhenti karena Aku mendapat ide hebat .“Eh….Kun…ngomong – ngomong soal obat tidur …gue juga punya masalah sama seperti loe khun…bagi dong obat tidurnya.“Iya boleh deh….gue masih nyimpen tuh di laci mobil obat tidurnya ambil aja Ki…”“Bukan obat tidur begituan yang gue pengen kun…..” sanggahKu“Apaan dong” Tanya Akun sambil mengerutkan dahinya.“Itu loeh obat bius yang cair….yang kaya di film-film taro di saputangan sekali bekep langsung orang itu pingsan”kata ku ..“Gile……mau ngapain loeh…sakit juga loeh…” Akun terkaget – kaget….“Mau bantuin Gue gaaa….jangan banyak cingcong deh”“Ga ah…susah dapetin gituan sih…ga mungkin bisa Gue” jelas Akun…Singkat cerita , Aku berhasil membujuk Akun mencarikan “barang” yang Aku maksud ,walaupun Aku harus mengorbankan mobilKu untuk dipinjamkan kepada Akun yang akan pergunakannya untuk “sprint rally” serta mengangganti semua biaya kerusakan mobilKu setelah dikembalikan , ditambah biaya pembelian “Obat” tersebut sebesar 5 juta rupiah,dan ini berarti Aku harus menguras seluruh tabungan dan berurusan dengan seorang lintah darat bernama “Gito” .semua ini Aku sanggupi ,karena otak sehatku sudah tidak bisa berfikir karena dorongan nafsu birahi yang bicara.,”Ok deh Kun”… kita sepakat dan 4 hari kemudian Aku dan Akun bertemu di tempat yang sama sesuai perjanjian Akun membawa sebotol kecil berwarna coklat tua…yang tidak ada tulisannya …”Apa ini Kun…” Tanya ku …”itu namanya cholorofoam isinya 50 ml”..jawab Akun…”Ko ga meyakinkan gini ga ada tulisannya..? lo ga bohongin gue..?!!”…..”udah deh percaya…kapan pernah gue bohong”.. “Ok Kun kalo sampe loe bohongin gue , dan hidup gue brantakan gara – gara loe…..gue janji akan cari loe kemana aja…gue akan buat hidup loe sama – sama berantakan ..” ancamKu….”Hehehe….berapa taun sih kita kenal man….masa gue segitu jahatnya sama loe” Akun mencoba meyakinkan Aku.
Setelah Aku mendapatkan senjata untuk membuat semua mimpi dan khayalanku menjadi kenyataan,Aku tidak langsung beraksi , tapi kali ini Aku berusaha bersabar untuk menyusun rencana yang lebih matang.Ada beberapa kendala yang harus Aku fikirkan . Langkah pertama Aku mulai membuat peta situasi di rumah tante Mirna ,karena selain sekarang aku jarang kesana , terakhir rumah Tante Mirna mengalami renovasi.Saat suatu pagi Aku berkunjung ke rumah Tante Mirna dan hanya ada Mba Tiul pembantu mereka yang baru 2 tahun bekerja disana , dari Mba Tiul Aku dapatkan banyak informasi , Ka Icha dan Ka Sita sudah tidak tinggal disitu mereka menetap di Bandung. Kamar Rani dan Nia di bawah sudah mengalami renovasi diperbesar dan kaca nakonya sudah tidak ada lagi ini menyulitkanKu Aku harus dapat membuka kunci dari luar , tapi untungnya kunci pintunya tidak mengalami perubahan masih dengan tipe lama dengan lubang kunci yang besar dan tidak ada tambahan kunci grendel atau jenis lain di dalam setiap kamar., sementara Ka Intan dan ka Nuri tidur di lantai atas di kamar mereka masing – masing, kondisi saat ini tidak memungkinkan aku untuk menginap di rumah tante Mirna dan menggunakan salah satu kamar dari ka Intan atau ka Nuri sebab tipe tempat tidur single bed yang mereka pergunakan , sehingga tidak mungkin lagi salah satu dari mereka, berpindah untuk tidur berdua di salah satu kamar.Ditambah lagi saat weekend Ka Icha atau Ka Sita sering datang dan menginap bersama keluarganya….”wah makin sulit nih”…. …..Aku mulai memasuki semua kamar tidur yang ada di rumah Tante Mirna untuk mengantisipasi, Aku meminjam semua kunci pintunya tanpa sepengetahuan Mba Tiul, “ .Mba Tiul Aku ke rumah temen dulu yah titip mobil yah….” KataKu …. kemudian Aku berlari ke tukang kunci terdekat untuk menggandakannya dan kembali ke rumah Tante Mirna untuk mengembalikan kunci – kunci tersebut ditempat semula.
Tiga bulan berlalu akhirnya kesempatan itu datang juga Aku mendapat kabar Om Iwan …sedang pergi bertugas keluar negeri dan membawa Ka Intan yang baru beberapa hari saja menjadi seorang sarjana. “ Ini kesempatan bagus…batinKu..” , hari Rabu siang Aku mendatangi rumah tante Mirna dengan rencana yang sudah tersusun matang Aku menemui Tante Mirna “Tante Mir….Saya punya masalah nih sama temen yang tinggalnya di deket rumah Tante di Jl. T******T ,V no. 6, dia janji mau bayar utang ke saya beberapa hari yang lalu tapi sampai hari ini dia menghilang , kalo di telpon ga pernah ada , tadi Saya datangin rumahnya pembantunya bilang dia belum pulang” ceritaku panjang lebar……”Terus..gimana”kata Tante Mirna judes…, memang sekarang Tante Mirna selalu judes dan sinis kalau berbicara denganKu…..”Yah maksud Eki …karena uangnya sangat Eki perluin buat bayar kuliah , minggu ini terakhir..tante,…kalau ga nanti Eki ga dikasih ikut ujian…jadi hari ini Eki mau tungguin dia terus , Eki akan bolak – balik kerumahnya sampai nanti malem …., tapi masalahnya Eki ga bisa pake mobil ke rumahnya kalau dia liat mobil Eki pasti dia udah kompakin pembantunya, jadi malam ini Eki akan bolak – balik jalan kaki….mobil Eki titip di rumah Tante Mirna…, kalau sampai dia ga bisa Eki temuin malem ini , besok pagi – pagi sekali Eki akan tongkrongin di deket rumahnya …jadi begitu dia keluar rumah pagi – pagi Eki bisa cegat dia…”“Ooh…..gitu” kata Tante Mirna Acuh….”Tapi masalahnya biar Saya ga kesiangan dan kejauhan ke rumah dia , Eki mau numpang nginep disini Tante…” kataKu lagiTante Mirna mulai menatapku tajam “mmmh…” , entah apa maksudnya Aku mulai memelas “boleh yah … Tante …”, sialan Aku harus memelas seperti orang bego begini…”Ya udah kamu bisa tidur di kamar ka Intan”…Kata Tante Mirna sambil masuk ke kamarnya…Wahhh..sialan loe Mirna…benar – benar kehadiranKu sangat tidak dia inginkan…, tapi ga apa – apa, acuh aja yang penting sudah diijinin …”jadi ada kesempatan…hehehe..”
Malam itu di rumah Tante Mirna , Aku memulai sandiwaraKu , Aku bolak – balik keluar masuk rumah berpura – pura pergi ke rumah temanKu dengan berjalan kaki, sementara di luar rumah aku hanya berkeliling – keliling tidak jauh dari rumah Tante Mirna , sampai akhirnya jam menunjukan jam 10 malam Aku kembali ke rumah Tante Mirna…, sampai di ruang tengah Aku jumpai Tante Mirna di ruang tengah sedang nonton TV sambil tiduran di karpet dengan posisi kaki kanannya dilipat ke atas ,sehingga dasternya tersingkap ke bawah dan mempertontonkan pahanya yang gempal dan putih mulus, … dia tidak melihatKu datang , karena posisinya membelakangiKu..sejenak aneh…darahku mendesir melihat pemandangan itu ,kemudian “ Tante..”..sapaKu..”eh …gimana ketemu..?”balasnya sambil dia cepat – cepat memperbaiki posisi duduk dan menutupi pahanya yang mulus itu dengan dasternya. “Payah tante ga ketemu juga …yah paling besok pagi deh”…jelasKu…”Oooh….“ di ruang itu ada Nia yang sedang menemani tante.., Nia memakai T-Shirt putih dengan celana pendek putih yang panjangnya selutut dengan bahan kaos , tatapannya tidak beralih dari layar TV seakan mengacuhkan kehadiranKu.., “Wah betisnya makin gempal saja”…posisi duduknya membuat celananya yang tipis tertarik sehingga memperlihatkan bentuk paha dan vaginanya..,kemudian Aku alihkan pandanganKu ke arah dadanya , buah dadanya sangat bundar seakan – akan minta dilepaskan dari kaos itu sehingga dua gunduk daging yang indah itu bisa bergoyang – goyang bebas…”mmmh Aku akan menikmati tubuhmu malam ini Nia ,..tunggu yah dikamar” kataKu dalam hati……, setelah puas mataKu menikmati tubuh Nia Aku mengambil posisi duduk tidak jauh dari Tante Mirna …entah apa acara TVnya otakKu melayang – layang tak sabar menunggu nanti malam…., tiba – tiba ,..Rani datang …”Hai….semua” dia menyapa , dia datang bersama seorang laki – laki dibelakangnya, pacarnya…!!??, “eh Ki” sapa Rani , “Wah cantik bener sih kamu “bisiku dalam hati.., “Apa kabar Ran….hey Bin…” sapaku pada Rani dan pacarnya , “Mah…Aku bawa film judulnya “You Got Mail” bagus deh nanti kita nonton sama – sama yah…Saya besok khan ga ada kuliah …lanjut Rani…”Wah gawat” kata Ku dalam hati mau tidur jam berapa mereka..bisa bubar rencana gue…Kira – Kira ½ jam kemudian Ebin, pacar Rani pamit pulang…..Rani dan Nia masuk kekamar , tak lama setelah itu Rani kembali ke ruang tengah dengan memakai daster warna hijau bertangan pendek, “wah bulu – bulu itu ..,nanti malam Kamu akan kujilati dari jempol kaki sampai ke ujung rambutmu..”batinKu….Rani langsung memutar cassette video yang dibawanya , di ruang tengah sudah ada Ka Nuri yang ikut bergabung, hanya Nia yang sudah tertidur di kamarnya.1 jam lamanya Aku berada di ruang tengah , Jam 12 malam Aku pamit tidur.Sambil jalan Aku berfikir “Wah gawat nih kalau sudah begini mereka akan tidur malam … kalau Aku membius Rani dan Nia, mendekati pagi maka ulahKu akan ketahuan,… karena menurut Akun ,sikorban baru akan sadar 4 sampai dengan 5 jam setelah dibius ,….kalo Aku lakukan baru jam 3 pagi maka mereka baru bangun jam 7 atau jam 8 , …tidak mungkin Tante Mirna dari dulu bangunnya jam 5 pagi untuk kegiatan rutinnya yaitu senam, itulah yang menyebabkan tubuhnya tidak kendur dan tetap indah di usianya……, jam ½ 6 Tante Mirna akan membangunkan anak – anaknya untuk kemudian mereka melakukan senam bersama – sama.” ……” hancur..deh” .
Di kamar Ka Intan Aku terus memasang kupingku untuk mengetahui perkembangan di ruang bawah sambil berpura – pura tidur ,pintu kamar sengaja tidak Aku tutup rapat kira – kira jam 1 Pagi , Aku dengar suara pintu yang ditutup dan dikunci , “bruk…klik ..klik…bruk klik…klik “, ada 2 pintu yang baru saja ditutup , tapi aku heran tidak mendengar Ka Nuri masuk ke kamarnya …”wah tidur sama siapa dia…..”tambah runyam aja…, Aku akan tunggu 1 ½jam untuk beraksi agar semua sudah tertidur pulas , ini merupakan 1 1/2 jam yang sangat lama dan menggelisahkan dalam hidupKu,…tepat jam 2 .15 , aku mengeluarkan tas pinggang dari dalam tas ranselku, Aku memasukan semua perlengkapanKu kedalam tas pinggang tersebut , 2 buah handuk kecil , 1 botol cholorofoam , 1 botol kecil air putih , 3 buah anak kunci pintu dan 1 set obeng kacamata . setelah semua lengkap kuikatkan tas tersebut ke pinggangKu malam itu Aku memakai T – shirt dan celana pendek basket warna biru …, perlahan – lahan Aku keluar kamar lalu menutup pintunya kembali dan menguncinya….saat melewati kamar Ka Nuri ..benar saja dia tidak tidur dikamarnya “wah dimana dia”………, kuturuni anak tangga yang sedikit menimbulkan suara karena terbuat dari besi, dengan mengendap – ngendap menuju kamar belakang melewati kamar Tante Mirna …., sesampainya di depan kamar Rani dan Nia , Aku berhenti..”Wah gelap bener…mereka tidak menyalakan lampu tidur” untungnya masih ada cahaya dari lampu kecil yang ada di dinding ruang makan yang bersebelahan dengan kamar mereka,……, kutempelkan telingaku di pintu kamar mereka ..”rasanya aman”…kemudian Aku berjongkok mengintip dari lubang kunci….”Wah anak kuncinya mereka cabut dari dalam..hehehe..”maksud mereka mungkin melakukan tindakan pencegahan..khawatir dengan berbagai cara Aku bisa mendapatkan kunci tersebut , padahal tindakan mereka makin memudahkan pekerjaanKu, kubuka tas pinggangku untuk mengambil anak kunci yang masing – masing sudah diberi tanda dengan stiker scothlight berwarna ”Aku ambil kunci dengan stiker warna biru…” Ku masukan perlahan – lahan kedalam lubang kunci …,malam itu dirumah Tante Mirna benar – benar sunyi tak ada sedikitpun suara hanya ada suara gemetrak yang berasal dari lubang kunci itu “klik…klik..kreek ..krek..krek”suara kunci yang kubuka dan tangkainya yang kutekan kebawah ,….terbuka sudah pintunya , perlahan – lahan Aku dorong pintu tersebut kedalam ,“tek..tek..tek..tek..tek”.., suara yang berasal dari engsel pintu, setelah cukup terbuka , Aku masuk dengan merangkak perlahan – lahan , pintu sengaja kubiarkan terbuka sedikit agar ada cahaya masuk….”gelap sekali di kamar ini …”setelah merangkak beberapa meter sampailah Aku di sisi kiri tempat tidur
Setelah beberapa detik barulah Aku dapat mengenali dari pakaiannya bahwa tubuh molek yang ada di depanku adalah Nia, posisi tidurnya celentang dengan wajah menghadap ke arahku , lengan kirinya diatas perut dan yang kanan berada lurus disamping tubuhnya, sementara Rani tidur disebelah kanan Nia posisinya celentang dengan kedua tangannya berada diatas kepalanya…aku lega sekali ”untung Ka Nuri tidak tidur disini yah”,tanpa berlama – lama kukeluarkan botol cholorofoam bersama sebuah handuk kecil , kubuka tutup botolnya dan kutuangkan beberapa ml , sehingga handuk itu terasa basah.., sudah tidak sempat lagi mempraktekan yang diajarkan si Akun kepadaKu, karena gelap sekali disini…, setelah menutup botolnya kembali dan menaruhnya di dalam tas Aku pindah ke sisi kanan menuju Rani karena selama ini dia mudah sekali terbangun dari tidur, tangan kananKu langsung membekap Rani disekitar hidung dan mulut dengan handuk tersebut , sementara tangan kiri menahan dagu bagian bawahnya, sesaat setelah Aku membekapnya tangan Rani bergerak – gerak keatas tanpa arah seperti hendak meraih sesuatu, tak lama kemudian dia lunglai tak bergerak sedikitpun…., sebelum aku melepaskan handuk itu dari mukanya yang cantik , Aku mencoba menusuk – nusuk dan mengelitik disekitar perut dan ketiaknya untuk memastikan apa dia sudah benar – benar tak sadarkan diri. Setelah yakin Aku angkat handuk kecil tadi dan beralih ke Nia ..”Cholorofoam akan habis menguap dalam 5 menit” Aku mengingat pesan Akun , walaupun ini belum 5 menit Aku menaruh cholorofoam lagi di handuk itu supaya lebih meyakinkan , Aku tambahkan lagi sedikit kemudian secepatnya kutekan pada hidung Nia , tidak seperti Rani , Nia tidak bergerak sedikitpun, setelah beberapa saat Aku mencoba menggerakkan jari – jariku di telapak kakinya , dan tidak ada reaksi maka Aku angkat handuk itu dan kumasukan lagi ke dalam tas bersama botolnya…
Aku berlari kecil ke pintu, pintu kamar kututup perlahan – lahan dan Kukunci dari dalam , kemudian Aku merapihkan tirai jendela untuk meyakinkan tidak ada orang yang dapat melihat dari luar setelah itu baru lampu kamar kunyalakan.Maka terlihat pemandangan yang sangat indah..yang selama ini hanya ada dalam khayalanKu .. dua putri seksku berada tepat didepanKu tergeletak tak berdaya ….dari perutnya masih terlihat gerakan – gerakan turun naik nafas mereka berarti mereka hanya pingsan tidak mati….., “Rani, Nia malam ini kalian milik gue ,gue bisa melakukan apapun terhadap tubuh kalian…., “ , Aku akan mulai denganmu Ran ,…gue selesaikan yah…perbuatan gue dulu yang tertunda beberapa taun lamanya…karena loe keburu bangun” daster Rani yang berwarna hijau sudah tersingkap memperlihatkan setengah dari bagian pahanya…., Aku mulai meraba- raba dengan kedua tanganku dan menciumi telapak kaki kanannya, naik kebetisnya kuangkat sedikit kakinya agar Aku bisa menciumi betis bagian belakangnya yang indah,lalu naik ke lututnya sampai ke pahanya sambil menyisir bulu – bulu halus yang selama ini hanya bisa kupandangi …”halus sekali Kamu Ran….”..ada beberapa buah tahi lalat di pahanya membuat semakin indah saja…, sampailah Aku di ujung dasternya maka kunaikan sedikit – demi sedikit sampai diatas celana dalamnya ..”angkat sedikit yah sayang dasternya……”seperti binatang buas setiap sudut paha Rani kucium dan kuraba- raba sambil sedikitKu gigit – gigit karena gemasnya, lalu Aku taruh daguku diujung pangkal pahanya sambil memandangi dan mengelus- ngelus vaginanya..”bentar yah…nanti bentar lagi akan kunikmati kelezatan ini….” kemudian aku pindah ke kaki kirinya ,setelah sampai pangkal pahanya Aku singkapkan daster Rani hingga dibawah dagunya , sehingga terlihatlah buah dadanya yang masih tertutup bh warna , “Ran…buka aja yah bajunya” maka aku naik ke tempat tidur, duduk diantara tubuh Rani dan Nia ….kubuka deretan kancing dasternya yang berada di leher sampai ke dada..posisi tidurnya memudahkan Aku untuk menarik dasternya hingga lepas …, Rani tinggal memakai celana dalam dan bh coklat , maka kubenamkan mukaku di bagian luar bhnya dengan kedua tanganKu yang bergerak bebas meremas buah dadanya, ….dengan cekatan kedua tanganKu meraih kancing bhnya dan melepaskannya , lalu kutarik bhnya keatas sehingga lepas…”Ran.. ternyata tetek kamu bagus banget ,lebih indah dari bayanganku selama ini” gumamku…,bentuknya padat dan kerucut pentilnya coklat muda , Aku sibuk menciumi , menyedot dan meraba – raba buah dadanya , pentilnya kusedot dan kugigit ….”cup..cup srot ..srot”.. saat – saat seperti ini yang sering ada dalam khayalkanKu saat Aku onani ….maka penisku jadi sangat tegang sekali sampai ngilu rasanya”gue …buka baju dulu yah Ran..tunggu bentar” tanpa beranjak dari tempat tidur kulepas tas pinggang dan seluruh bajuku dan kutaruh di meja kecil di sebelah tubuh Nia….,rasanya air maniku tidak sabar untuk keluar …, setelah itu Aku kembali ke buah dada Rani.., “jepit kontol gue yah Ran tapi basahin dulu yah”…sebelum menikmati lagi buah dadanya ,…Aku arahkan penisKu ke bibirnya yang indah , lalu kubuka kedua bibirnya sehingga terlihat gigi – gigi Rani yang putih dan rapih…,masih dari arah samping kugosok – gosokan penisKu di mulut Rani, seperti sedang menyikat gigi …, lumayan disitu ada sedikit air liur Rani yang bisa membasahi penisKu…”Ayoh..cicipin kontol gue Ran”….kuraih telapak tangannya dan kubimbing agar tangan kanan Rani menggenggam penisKu, “enakan..sayang..”setelah cukup basah…..kuletakan kembali penisKu ditengah – tengah buah dada yang sudah menunggu….dari arah luar kutekan payudaranya ketengah sehingga menjepit batangKu..…walaupun terasa nikmat dan kenyal…payudara Rani tidak dapat maksimal menjepit penisKu yang besar dan gemuk ini….puas dengan buah dadanya , kucium bibirnya yang seksi ,sekarang Aku bisa merasakan yang Ebin pacar Rani rasakan,….sambil mengulum bibirnya kubelai wajah dan rambut yang hitam itu , lalu kulanjutkan ke arah ketiak yang bersih dan wangi tanpa bulu terus hingga telapak tangan. “Ran telungkup dong…Aku berpindah kesisi kanan Rani , kuangkat tubuhnya bagian kanan , setelah setengah telungkup kutarik tubuhnya hingga tidak menindih tubuh Nia ,… terlihat jelas bentuk pantatnya yang tidak terlalu besar tapi padat dan berisi , “celana dalamnya dibuka yah sayang….” Aku pengen nikmatin pantat kamu … kutarik kebawah celana dalamnya hingga ke telapak kaki ,.”Wow Rani”.. …sambil menepuk – nepuk pantatnya “Plak..plak” serangan kulancarkan , ciuman , remasan dan gigitan kulakukan …..terakhir kusejajarkan tubuhku dengan Rani…lalu perlahan – lahan kutelungkupkan tubuhku diatas tubuh Rani yang sama – sama dalam keadaan bugil, sehingga penisKu..masuk kedalam belahan pantatnya …untuk menambah nikmatnya posisi ini ,di sisi luar pantatnya kutekan dengan pahaKu…lalu Aku mulai menggerakan pantatKu maju - mundur , atas – bawah..”Ran..waktu itu gue ketahuan sama loe lagi nikmatin ini”….oooh nikmat sekali pantatnya padat walaupun tidak besar , …beberapa menit penisKu berselancar di dasar pantat Rani kemudian… ”Nah balik badan lagi sayang sekarang giliran memek kamu” setelah membalikan badannya kutarik kedua kakinya melebar ke kiri dan kanan, kaki kiri kutaruh diatas perut Nia , kaki kanan Rani kuangkat dengan tangan kiriku,…jelas sudah daging yang kemerah – merahan dan ditumbuhi bulu – bulu halus, sepertinya belum lama dia mencukur bulu – bulu ini..,”Ran…Aku sedot yah sayang memek kamu …..tahan yah sayang ..makanya jangan suka pelit ..jadi orang ,Aku pegang – pegang aja dulu ga boleh..pake marah – marah segala” kataku mengingat peristiwa saat Aku tertangkap basah oleh Rani,…”sruup…sruup” nikmat sekali “wangi bener sih memek kamu Ran…”dibasahin dikit yah biar kontolku entar enak masuknya” maka kujulurkan lidahku memasuki lobang kenikmatan itu.beberapa saat Aku menikmati vagina Rani sambil tangan kananKu meremas – remas buah dadanya, tiba – tiba mataku tertuju ke Nia ,…eehh “Kamu kok dicuekin sih si seksi lupa gue…..”habis nikmat sekali sih kakak kamu”…, kuangkat kaki Rani dari tubuh Nia .
Kumulai berpindah menjelajahi tubuh Nia kusibakan rambutnya yang menutupi leher indah itu , kuciumi dan kujilati….”Wangi dan halus”Ni…kubelai rambutnya dari atas ubun – ubun sampai ke ujung rambut, lalu tak sengaja.. lenganku menyentuh benda empuk yang membukit tinggi yang ada didada Nia, Aku jadi tertarik meremas buah dada kanannya “Ko..besar amat sih Ni…”sambil kugoyang-goyangkan..”biar besar tapi padat dan berisi yah..??..tetek kamu”….tak sabar Aku raih kedua lengan Nia kemudian kuletakan di atas kepalanya, dengan cepat kutarik ke atas ujung T-Shirtnya..dalam sekejap terlihatlah bh putih yang beranda indah…”oooohh……..Nia ko bh Kamu kaya ga kuat nampung tetek kamu” … bh nya benar – benar tertarik kedepan seperti tidak ada ruang kosong di dalam bhnya…semuanya di padati daging montok yang indah..bahkan bagian di sisi dalam dan luar bh Nia..menyembul keluar bagian – bagian buah dadanya yang tak mampu tertampung bh” …, bentuknya sama sekali berbeda dengan payudara Rani, kupeluk dia sambil meraih kancing bh yang berada di punggungnya sambil menciumi bagian tengah payudaranya….,dan ketika kutarik ke atas bhnya..”Ya ampuuun Nia…montok bener.. tetek loe ternyata bener pentil loe..warnanya pink” seperti dugaanKu, yang diluar dugaanKu adalah belum pernah Aku melihat tetek gemuk, montok, dan padat berbentuk silinder (bentuk botol gallon Aqua) yang hanya mengkerucut di bagian pentilnya saja, kucoba menggenggam buah dadanya yang sebelah kanan dengan satu tanganku dari sisi atas….sebagai seorang pemain basket lingkar cengkraman telapak tanganku termasuk besar ….tapi saat ingin meremas salah satu buah dada Nia telapak tangan yang besar ini hanya mampu menggenggam ¾ dari bagian payudara tersebut…”berapa sih ukurannya..Ni..” ..kemudian kucoba menggenggam dari bagian bawah payudaranya kulingkarkan jari – jari ku disekeliling buah dada itu ..ternyata jari – jariku tidak mampu bertemu satu sama lain karena besarnya diameter payudara Nia…tanpa melepas cengkramanKu , Ku goncang - goncangkan buah dadanya …karena padat buah dada itu hanya bergoyang – goyang sedikit…”gile..” teriakKu kegirangan..maka semakin kuremas lagi , sehingga pentilnya menyembul keatas dan kusambar dengan mulutKu , Kukulum..Kujilati,Kuhisap – hisap sepuas-puasnya sementara tangan kiriKu bekerja pada payudara sebelah kiri., tidak ada puas – puasnya mulutKu bekerja disitu, entah berapa kali mulutku berpindah pindah dari payudara kiri ke kanan kembali lagi ke kiri….”aaah andai Aku punya waktu seharian dengan teteknya Nia….”batinKu , menyadari waktu yang semakin sempit….”Aku bangun dari posisi telungkup diatas tubuh Nia…kutarik celana kaos yang berwarna putih itu hingga ke terlepas…kunikmati kakinya dari pangkal paha..terus ke kebawah kuraba..kujilat..kugigit – gigit kecil…“Wah kaki kamu wangi Ni….halus dan gempal, berisi …ngentot kamu pasti kuat deh”, kulanjutkan sampai ke telapak kaki , ternyata kaki Nia ditimbuhi juga bulu – bulu yang sangat halus di betis dan pahanya, kuangkat kaki Nia agar bisa puas menikmati seluruh bagian kakinya , “paha kamu lebih gempal dan halus dari kakak kamu yah Ni…., ternyata kedua kaki Nia lebih menggiurkan ,..setelah setiap lekuk kaki Nia basah dengan air liurku….”Ni..celana dalam Kamu sekarang dibuka..yah”perlahan – lahan kuturuntan celana dalamnya , Nia memakai celana dalam putih dan berenda – renda ,setelah cd nya kulepas …penisku langsung berdenyut kencang. ….vaginanya sekarang terlihat bebas..”memek kamu tebal dan montok juga.. Ni ” bulu – bulunya terlihat hitam agak kecoklatan…”Ga kuat gue Ni liat elu….,loe udah bikin gue konak selama bertaun - taun”sebelum menuju ke vaginanya tubuhku berpindah mendekati mulut Nia lalu , Aku lakukan hal yang sama seperti yang Aku lakukan terhadap Kakaknya “ basahin dong Ni kontol gue..”tidak berlangsung lama , Aku turun lagi kemudian sambil berlutut diantara dua kaki Nia , kubuka bibir vagina yang sudah menunggu dengan tangan kiriku , kumasukan lidahku agar rongga vagina itu sedikit basah.., tidak berlama – lama kuarahkan penisKu kedalam lobang kewanitaan milik Nia…sambil kedua lututKu menahan pahanya yang gempal agar posisi Nia lebih mengangkang” wah rapet sekali dia , setelah ujung penisKu mencapai mulut vagina .. kugoyangkan penisku kiri kanan sambil kutekan ”..aahhh susah sekali sih…”hanya kepala penisKu yang masuk ke vagina Nia,…dinding – dinding bagian dalam vagina Nia kuat sekali sehingga sulit untuk meluncurkan batangKu ke dalam…setelah beberapa menit mencoba …..”Aaaah Nia susah banget…ga bisa masuk juga ..gue udah ga tahan nih..”…sambil meremas kedua buah dadanya dengan gemas.Kulayangkan mataku ke meja rias yang ada di dekat pintu..setelah mencabut penisku, Aku berlari menuju meja rias itu …”hmmmmh..ah..ini dia” ,kutemukan yang aku cari “Hand and Body Lotion”, setelah itu Aku kembali diantara kedua paha Nia kutarik kakinya lebar – lebar kesamping…kemasukan telunjukKu yang dibaluri lotion ke dalam vaginanya kemudian Aku mandikan penisKu dengan lotion…, setelah itu kembali Aku mengambil posisi telungkup dan mencoba lagi memasukan penisKu , kucoba goyangkan – kiri kanan..”ahh masih susah juga ..Ni..”kutekan teruss…kutekan teruss…dan teruusssss lalu “bleess…prepetpretpepet”….”aaaaaah Niaaaaaa eeeeeenaaakk,,ooouch ” teriakKu tak sadar “gila”..kuat sekali otot vaginanya..saat didorong kedalam terasa sekali penisku membelah dinding – dinding vaginanya yang sangat tebal …saat kutarik penisku agak terasa sakit – sakit nikmat , karena otot – otot vaginanya menggengam kuat sekali penisKu , seperti tak rela melepaskan penisKu…”Ni..,,ah..ah,,berasa ba..ah..nget..eenkh tebel..enak.. me…eck..mek loe…”…tidak salah kalo banyak cowo – cowo mengantri mengincar Nia..hehehe…kalo saja cowo – cowo itu tau malam ini apa yang aku lakukan terhadap tubuh Nia….dan kuceritain apa rasanya didalam vagina Nia….pasti mereka pada mati..berdiri…hehehe. sambil terus mengayunkan pantatku , tangan dan bibirku menjelejahi kedua buah buah dada dan bibirnya….., di dalam vagina Nia …benar – benar Aku mengalami “petualangan nikmat” yang tak tertandingi .. Aku bisa menekan dalam – dalam penisKu sehingga terbenam semua batangKu ,…lalu Ku putar – putar penisKu di kedalaman vaginanya ….seluruh otot batang penisKu terasa seakan sedang diplintir- plintir.. ini jarang Aku rasakan dengan wanita – wanita lain…. Apa mungkin karena ukuran penisKu yang terbilang besar buat orang Asia…atau memang begitu “layanan” yang diberikan vagina Nia , setiap penisKu melakukan gerakan sekecil apapun di dalam vaginanya , pasti menimbulkan suatu getaran nikmat pada batangKu…..seperti ada vibratornya di dalam, ketika Aku rapatkan kedua kaki Nia sehingga melingkar dipinggulKu dan kedua telapak kakinya bertemu dibelakang pantatKu , kenikmatan vagina Nia semakin menjadi – jadi, rongga itu terasa semakin sempit dan semakin hangat ,getaranyapun semakin kuat terasa , Aku tekan dalam – dalam penisku , pangkal pahaKu dan buah zakarKu dapat merasakan pangkal paha dan pantat Nia yang halus dan gempal dan montok “aaahNia..loeee.nikmaaat..banget” semakin kuat danKupercepat goyanganKu…kuperhatikan payudara Nia tetap saja bergoyang perlahan tidak mengikuti rithme goyangan tubuh kita yang makin kesetanan kemudian.. ”Nia..ahh.”Nia…ah.ahaaaa,Nia..sayang…aahahhaha.uuu hhh”seperti biasanya saat hampi mencapai ejakulasi Aku selalu menyebut – nyebut nama Nia hanya bedanya kali ini tidak perlu membayangkan karena ini bukan Khayalan wajah Nia berada hanya beberapa millimeter saja dari wajahKu payudaranya ada dalam genggaman tanganKu dan mulutKu ini kenyataan…”ahhh ..ah..ahhh.h crot…crot…..crooooot..crrrooooootttt…crooot…croooo ttttt..crrooottt” maniku keluar di atas payudaranya banyak sekali …..”kudekatkan mukaku ke muka Nia …loe tuh yah..udah bikin gue klimaks ..kakak loe aja belum gue cobain”….Aku menggeletak sebentar diantara tubuh bugil Rani dan Nia.
Hanya selang beberapa menit terbaring sambil mengelus – ngelus buah dada Nia , Aku mulai terangsang lagi melihat buah dadanya yang begitu montok , maka Aku berlutut diatas tubuh Nia ,kedua daging montok itu kupukul – pukul dengan penisKu ,Kugeser tubuhku sedikit kedepan, hingga kedua buah dadanya tepat dibawah selangkanganku, kuturunkan tubuhKu dan Kutempatkan kedua belah penisKu yang masih lemas dan licin diantara dua buah dada Nia , dengan kedua tanganKu kudorong sisi luar payudaranya hingga menjepit penisKu..,lalu Aku mulai bergoyang…”Aaaaah” ..jepitan buah dada Nia tidak jauh beda dengan jepitan vaginanya kuat dan kenyal ,penisKu yang sudah mulai tegang menghilang diantara sepasang buah dada “aaah Nia gede banget sih tetek loe…” dalam sekejap penisKu sudah mencapai ketegangan yang maksimal tapi masih tak mampu juga membongkar kepadatan dua bukit tersebut ,walaupun Nia dalam posisi tidur celentang buah dadanya tetap tegak menyembul keatas sepertinya buah dada itu di rawat Nia dengan baik posisinya tidak turun sama sekali ,tanpa perlu tanganku menekan dari sisi luarpun celah diantara dua buah dadanya terlihat sudah sempit sekali, dari arah atas Aku hanya dapat melihat ujung kepala penisKu saja yang sedang bergerak maju mundur.…Aku tidak beralih ke Rani karena rasanya masih ingin mencicipi tubuh Nia… , “ sabar yah Ran…” habis enak banget sih adik loe” kataku sambil menoleh ke arah Rani.”Sekarang cobain…pantat kamu yah Nia..”walaupun masih senang bermain dengan payudara Nia tapi Aku beralih ke bagian tubuh Nia yang terlewatkan olehKu..,kulepaskan penisKu yang sudah memberikan tanda – tanda akan memuntahkan spermanya lagi apabila dibiarkan lebih lama diantara buah dada Nia..”gile…sama tete aja udah mau keluar lagi..gue..kaya pemula aja…” , kuangkat tubuh Nia kubawa dia turun dari tempat tidur, “uuufff” berat juga kamu montok.., setelah kakiKu menginjak lantai..kuturunkan kaki Nia yang tidak bertenaga , kubalikan badanya hingga membelakangi tubuhKu dengan mengangkat tubuh Nia pada kedua ketiaknya , Aku membawa tubuhnya berbalik menghadap ke sisi tempat tidur kemudian kubaringkan tubuh Nia dalam keadaan telungkup dipinggir ranjang dengan posisi lututnya menyentuh lantai , lalu kubalikan wajah seksinya kesisi kiri agar tetap terlihat olehKu , kedua tangannya kurentangkan jauh – jauh ke kiri dan kanan,…tiba – tiba mataku terpaku pada belahan pantat Nia yang sangat dalam , kedua belah bibir pantatnya putih ,montok , besar, dan padat , kupukul pantatnya dengan kedua belah tanganKu “plok..plok..plok” kupukul kencang sekali hingga suaranya bergema di kamar , Aku sudah tak perduli….biarpun ada yang mendengar , bekas pukulanku berbekas merah pada pantatnya….”Nia semua bagian tubuh loe gempal , montok dan padat…bener- bener hebat loe di ranjang Ni…” kemudian kuselipkan penisKu dibelahan pantatnya kugesek –gesekan persis seperti yang Aku lakukan pada Kakaknya… tapi sensasinya adalah mulai dari ujung sampai pangkal penisKu yang besar dan gemuk itu merasakan kehangatan dan dekapan yang sangat erat dari pantat Nia…walaupun tidak sehebat kenikmatan payudaranya”, tanpa berlama – lama kumandikan lagi penisKu dan lobang pantat Nia dengan lebih banyak lotion . ….”supaya cepet masuknya” pikirKu…….., tak sabar langsung kutusukan penisKu ke lobang anusnya,…”aaaah….masih susah juga.., kuangkat kedua lutut Nia hingga naik ke atas tempat tidur dan kutempatkan di samping tubuhnya, kuselipkan kedua telapak tangannya dibawah betis untuk menjaga agar posisinya tidak berubah , dalam keadaan badan telungkup dan posisi kaki seperti berjongkok ini , lobang anus itu terbuka lebar…kemudian setelah berkali – kali ,kutekan , kucabut , kutekan lagi….lalu kucabut…penisKu ”ayoooh dong Ni…”kataku yang mulai kesal sambil menambahkan lebih banyak lotion kedalam lobang anusnya setelah itu Aku coba sampai beberapa kali lalu….. ”preeeeeeeeeeeeeeet” suara yang timbul akibat penisKu yang menembus lobang anus ..”ooooouuuuohhhhhsssss Niaaaaaaaaaaa” ..ternyata dinding pantatnya lebih kuat lagi menekan penisKu dibanding vaginanya , sehingga Aku merasa 2X lebih sulit saat masuk , 2X lebih sakit saat ditarik , tapi 4X lebih nikmat,…..dalam anusnya Aku tidak bisa bertahan lama , dalam sekejap…”Wooooooooh..Niaaaaaaaa..ampuuuuunnnnn..nn niiiiiiiiiiiaaaaa…….aaahhahaahahhhhh” teriakKu…,tak bisa kulukiskan nikmat yang kurasakan saat itu ,baru sekali ini….Aku kalah berperang dengan seorang perempuan…ini adalah ejakulasiKu tercepat sepanjang hidupKu…….kubiarkan spermaKu keluar di dalam anus Nia., “he..heeeheeebat kamu di tempat tidur sayang….”.nyerah gue…” kataku sambil menjatuhkan diri diatas tubuhnya.
Kubiarkan penisKu lemas didalam lobang pantat Nia…,belum pernah penisKu mengalami pegal dan ngilu seperti ini sebelumnya ….. sebentar Aku terbaring telungkup diatas tubuh Nia, kemudian mataku mengarah ke wajah cantik Rani.., segera Aku berdiri dan duduk disamping ranjang disebelah tubuh Rani.., sambil beristirahat , ku gerayangi tubuh Rani,…”Ah..kita cari variasi yuk Ran…” kataku setelah menemukan ide baru, saat Aku menatap kursi kecil didepan meja rias,…,tak Kurasakan lagi rasa ngilu pada penisKu , kuangkat tubuh Rani kubawa ke depan meja rias “enaknya kalo ngentot sama Kamu tuh…terus – terusan ngeliat wajah Kamu yang cantik Ran..”kutelungkupkan Rani ..dengan posisi perut diatas kursi rias, kedua tangannya yang lunglai kubiarkan menjulur kedepan menyentuh lantai begitu juga kepala dan rambutnya yang panjang ,…kubuat posisi kakinya mengangkang, kemudian Aku menuju rambutnya yang sudah terurai kedepan tak beraturan , kurapihkan sehingga seluruh helai rambutnya ada di dalam genggaman tangan kiriku,…setelah itu kutarik ke belakang,….sehingga wajahnya yang cantik dan buah dadanya yang indah terlihat pada cermin didepanKu “Nah…ginikan muka loe keliatan Ran…” kuremas – remas kedua buah dadanya dengan tangan kanan , tanpa terasa si kecilKu menegang ,dan Kulesakan penisKu ke dalam lobang anus Rani , karena lebih mudah dalam posisi ini di banding mencari lobang vaginanya. Dibanding Anus Nia ..Lobang Rani lebih mudah dimasukan , gencatan dinding – dinding anusnya juga tidak terlalu kuat , tapi nikmatnya tidak kalah… apalagi sambil menatap wajahnya yang cantik dan meremas – remas buah dadanya..”aah Ran…enak Kamu Ran…cantik Kamu..ahahnahh”..Bosan main di anus…kucabut penisKu dan kugendong Rani.., yang masih dalam posisi membelakangiKu ,….kutumpuk dia diatas tubuh Nia yang masih dalam posisi terakhir kutinggal di sisi tempat tidur , kuatur posisi telungkup Rani persis seperti Nia,….setelah posisinya sesuai dengan keinginanKu maka kumasukan penisKu ke dalam vaginanya dengan mudah ,vagina Rani tidak mampu menerima seluruh batang kemaluanKu entah apa ko rasanya mentok cengkramannyapun tidak kuat sebenarnya kalau dibanding wanita lain vagina dan anus Rani mungkin termasuk nikmat tapi karena Aku baru saja mengalami kehebatan adiknya ,sehingga Rani terkesan biasa saja.
Wangi tubuh Rani membawa kenanganKu kebeberapa tahun silam saat satu malam Aku berdebar – debar masuk ke dalam kamarnya hanya untuk meraba – raba tubuhnya,…..sekarang dia sedang dalam posisi “doggie style” menyerahkan seluruh tubuhnya untuk Aku nikmati,…..kuciumi pundak rambut dan leher Rani sambil terus bergoyang,….”slruup..slruup” ahh Ran ahh … ahh ..coba … dari dulu Ka..ka.mu pasrah aja kaya gi..ni…” ,Aku berbisik di telinganya , setelah beberapa saat.., Aku masih juga belum dapat mencapai puncak kenikmatan ,”salah..mustinya loe dulu yang gue ..entot Ran ..baru adik..loe..jadi gue ga bisa bandingin memek loe sama memek adik loe..” sesalKu , mataKu kembali mencari tubuh Nia yang berada dibawah tubuh Rani,…..”wah enaknya sambil mainin tetek Kamu Nia” …maka kucabut penisKu kuangkat tubuh Rani hingga berada disamping tubuh Nia,,,lalu Aku tarik tubuh Nia dan Aku balikan hingga posisinya celentang,……, berikutnya tubuh Rani kubalikan dan kuangkat , dan kutidurkan diatas tubuh Nia dari arah yang berlainan sehingga , Tubuh Nia berada dibawah dan Rani diatasnya tidur menyebrangi tubuh Nia , kaki Rani berada disebelah kanan tubuh Nia, punggungnya ada diatas perut Nia lalu kepalanya ada di sebelah kiri, sehingga membentuk simbol ( + ), kuselesaikan petualanganKu dengan Rani “ terusin yah..Ran ngentotnya…, sambil gue nikmatin tetek adik loe “….Aku terus menggerak – gerakan penisKu maju mundur di dalam vagina Rani….goyangannya mengakibatkan “payudara Nia bergoyang perlahan kekiri dan kanan”….tak tahan kurebahkan tubuhku diatas tubuh mereka tangan kananKu menggenggam payudara Rani , tangan kiriku meremas – remas payudara Nia sedang bibirKu berjalan – jalan dari payudara dan bibir Nia , lalu ke bibir dan payudara Rani,….”Rani , Nia ….ehh…ehhh ..kamu berdua , adik kakak memang benar – benar nikmat luar biasa ,….apa semua anak Tante Mirna nikmat seperti ini …? .apa mungkin turunan dari mamah yahh…?” beberapa menit kemudian “aaaaahhhhhh…..Raniiiii….….waahah… wah…” sekali lagi ……teriakan kali ini bukan khayalan …ini alam nyata ,lupakan khayalan tentang tubuh mereka …lupakan koleksi pakaian dalam mereka,…lupakan..foto mereka …, Inilah mereka yang sedang pasrah dibawah tubuhKu Rani dan Nia….lalu “croot..croot…spermaku keluar diatas bibir Rani…nikmat..…..
Tergeletak lemas ketika Aku sadar melihat jam Pk.4.20 pagi, Aku tersentak dari tidurKu “Waduuuh bentar lagi Tante Mirna bangun nihhhh gawat…gawat.. kupakai pakaianKu kukeluarkan handuk kecil dan air untuk membersihkan tubuh mereka , kukenakan lagi pakaian mereka , kurapihkan tempat tidurnya,kuatur tidur mereka ke posisi semula kubersihkan ceceran lotion , kukembalikan botolnya ketempat semula…, kumasukan lagi semua perlengkapanKu , “ jam 4. 40 yaaahhhh” matikan lampu, keluar kamar , dan kukunci pintunya lagi,..ketika Aku hendak melangkah melewati ruang makan,..”kreekkk” ..suara pintu dibuka dari arah dapur bersih..gawat “Mba Tiul bangun” tak ada waktu untuk lari …maka Aku balikan badan masuk ke kamar mandi ,….”nanti Aku pura – pura habis mandi aja”.….pikirKu

Si Cantik Anya

Si Cantik Anya
Oh yah, anggap saja namaku Alvi, pria 27 tahun. Hmm, bagaimana aku harus menjelaskan diriku yah? Hmm, kalian tahukan, untuk buang angin yang tidak kelihatan saja, aku malu untuk sombong ke orang lain, apalagi untuk identitas aku yang kelihatan. Jadi maaf yah, aku sembunyikan detail-detail khusus. Jadi jangan berusaha menebak-nebak yah, walaupun ini kejadian nyata. Dan kalau berharap untuk kisah Superman bermain seks, sepertinya lebih bijak untuk click ke cerita yang lain. Ini cuma kisah nyata sederhana yang diceritakan dengan sopan, setidaknya itulah yang bisa kulakukan untuk menghormati kaum Ibundaku.
“Sialan, kamu cantik banget, huahaha.” Iya, aku masih ingat kata-kata spontan yang keluar waktu pertama kali kenalan dengan Zefanya. Anya seorang model dan banyak prestasi di bidang yang berhubungan dengan kecantikan (no list okay). Tidak, tidak seperti bidadari, cuma teman abangku. Dan aku tidak macam-macam dengan teman abangku, kecuali mencoba untuk membuat suasana yang akrab dengan membuat sambutan yang menyenangkan. Amat disayangkan untuk penggemar fisikisme pasti amat tidak menyenangkan kalau aku tidak mampu menceritakan tentang fisik Anya sedetail-detailnya. Lagi pula aku bukan tukang jahit yang membawa meteran kemana-mana. Tapi Anya setinggi dahiku, dan tinggiku 179 cm. Aku akan buang waktu untuk menjelaskan kecantikannya. Sediakan saja syarat fisik wanita cantik idaman kamu, fisik Anya akan memenuhi syarat kamu di atas tiga perempatnya. Lupakan kalau berpikir langsung adegan ranjang, kalau langsung demikian, aku sudah berangkat ke Hollywood menggantikan Tom Cruise.Untuk waktu yang panjang, aku sibuk dengan diriku sendiri, demikian juga dia. “Ih, hebat banget ada bunga yang bisa mencet bel,” kataku kepada anjingku, tapi sambil cuek kubukakan pintu untuk Anya. Iya, sore itu Anya muncul di rumahku, sambil berbicara imut sekali juga senyum-senyum dengan anjingku dari luar pagar. Dia suka sekali anjing, demikian ceritanya sambil berdiri di halaman. Satu hal yang menarik adalah anjing yang dia miliki adalah hanya seekor anjing kampung betina, biasa saja bukan. Yang penting adalah bagaimana merawatnya, bukan jenis apa anjing itu, demikian penjelasannya. Anya sebenarnya ingin mengembalikan beberapa barang yang dipinjamnya dari abangku, tapi kebetulan abangku tidak ada. Kami jadi tertawa-tawa dan membahas bunga-bunga mawar dan bunga matahari yang ada di tamanku. Aku memang kadang abdi rumah tangga, soalnya aku ‘kan cuma tinggal berdua satu rumah, jauh dari Ayahanda dan Ibunda.
Anya mengajakku untuk makan malam dan menemaninya undangan perkawinan anak dari rekan bisnis ayahnya. Satu hal yang membuat kami tertawa sepanjang malam itu adalah kami mengenakan satu warna yang sama, yaitu merah maroon. Anya mengenakan gaun malam terusan yang menutup ketat tubuhnya, sementara aku mengenakan kemeja merah maroon juga. Seperti kembaran dan banyak orang-orang yang menyapanya menanyakan hal itu. Tidak ada cerita jorok, cuma menceritakan satu moment yang membuat kami dekat.
Oh yah, sebelum menuruniku dari mobilnya, dia mengucapkan terima kasih kepadaku untuk membuat dia tertawa dan tersenyum. Itu merupakan kombinasi make-up yang pas untuk wajahnya, katanya. Terus kujawab juga bahwa kalau aku ini ada keturunan super hero juga, sama-sama membasmi kesedihan dari muka bumi ini juga. Kuajak wanita yang sedih untuk makan siang dan membuatnya tertawa. Begitu deh kira-kira. Dan suatu kehormatan besar buatku, waktu dia tertarik untuk makan siang denganku. Kami akhirnya sering jalan bareng. Melakukan hal-hal bodoh yang kuajarkan kepadanya. Hal-hal tolol yang sebelumnya belum pernah ia lakukan dalam hidup. Keluar kota hanya untuk curhat kepada seekor kerbau, memandang awan, mengunjungi dan berdoa ke kuburan seseorang yang tidak kami kenal, berkebun bersama, iya itu termasuk mengajarinya mencangkul, mencuci mobilnya, mengajarinya melukis, berjalan kaki malam-malam bersama anjingnya, dia jago bernyanyi. Aku jago gitar, paskan.
Sampai suatu saat aku bertanya-tanya dengan diriku sendiri. Apa benar aku cowok yang paling tolol dan bodoh sedunia. Teman-temanku selalu mengatakan hal itu tiap kali aku menjelaskan bahwa aku tidak berbuat apa-apa dengan Anya. Bayangkan waktu itu, aku dengan Anya slow dance, tanpa musik, berdua di kamar kost mewahnya. Hanya suara dia menggumamkan lagu-lagu tidur. Mata indahnya terpejam damai, dan Anya seringkali menempelkan pipi putih halusnya ke dadaku, bernafas di leherku. Mulut halus dan hidungnya ditempelkan lembut menyuarakan lagunya dengan terkadang membisikkan khayalan-khayalan masa depannya.
Iya anda benar kalau bilang aku cowok tolol. Aku tidak mengambil tindakan apa-apa tuh, kecuali aku diamkan tanganku di pinggangnya, cuma seringkali aku menempelkan pipiku ke rambutnya untuk mencium aroma rambut Anya yang wangi itu. Itu saja. Herannya aku malah sibuk sendiri untuk mengatur langkah kakiku. Cowok aneh ‘kan. Aku terangsang sekali, aku tidak munafik. Tetapi selalu terpikirkan bahwa aku bukan binatang yang mengumbar nafsu kapan dia mau. Dan hanya karena aku terangsang, sungguh bukan suatu alasan yang pantas untuk tidak menghormati wanita yang di depanku.
Sampai suatu waktu aku dan Anya pergi ke perpustakaan besar bertingkat di kampusku. Semula tujuannya memang hanya untuk rileks sambil tertawa-tawa membahas orang lewat dari tempat duduk sofa di ruang tunggu perpustakaan itu. Namun aku sempat mempertanyakan hal kebodohanku sebagai pria pada Anya. Yang memang kadang mengganggu.
Tiba-tiba saja Anya bangkit dari bersandar santainya, “Mana cowok yang paling tolol sedunia itu?” Tanpa menunggu komentarku dengan ekspresi heran, Anya memegang pipiku dan mengecupku di bibir. “Alvii, emang kamu tolol banget, tapi kalau aku suka, terus kenapa?” tanya Anya sambil memiringkan kepalanya dengan ekspresi nakal menantang, sementara aku lebih sibuk untuk memperhatikan orang-orang yang melihat ke arahku dan Anya. Aku cuma cengar-cengir saja salah tingkah. Kemudian Anya menyuruhku diam dan menyuruhku untuk menyimak. Anya seakan bernafsu sekali untuk mengutarakan hal ini, sampai dia membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku.“Dengerin, aku tuh bosen tau diperlakukan seperti piala trophy. Aku bosan diperebutkan.”“Cuma kamu yang terlalu bodoh untuk tahu bahwa yang ada di depan kamu bukan piala.”“Orang bilang aku cantik, makasih. Tapi asal kamu tahu saja Vi, aku juga kehilangan banyak teman hanya karena kecantikan itu. Okay aku malu dan sebel untuk ngungkapinnya, tapi kalau pakai bahasa film, aku akan bilang jangan benci aku hanya karena aku cantik.”
Anya sedikit kembali tersenyum kemudian melanjutkan isi hatinya tetapi kini agak melembut. “Alvi, kamu masih inget waktu kita slow dance. Aku sebenernya cuma pengen ngetest kamu, apa sih yang sebenernya kamu mau dariku. Tapi yah karena kamu bodoh waktu itu, kamu tidak aku tampar.” Aku masih ingat jelas kata-kata Anya seperti ini, walaupun diucapkannya dalam bahasa Inggris. Sekilas mungkin berkesan sombong, tapi andaikata Anya yang bicara rentetan kata di atas, lalu membandingkan dengan kecantikannya, aku tidak menganggapnya sombong. Sepanjang sore itu Anya mengeluhkan banyak hal seputar masalahnya dengan pria, cinta dan tentang kehidupan. Aku sendiri hanya menyediakan kuping yang baik untuk mendengarkan.
Singkatnya, sepulang makan malam Anya ke rumahku yang kosong karena Abangku pergi ke luar kota. Setelah aku mandi, Anya berniat untuk mandi, karena memang ia selalu membawa pakaian cadangan dalam mobilnya. Aku menunggunya dalam kamarku, dengan celana pendek dan kaos tipis baju tidur. Tadinya aku pikir erotis sekali kalau mendengarkan suara-suara Anya mandi. Tapi berpikir soal ditampar, lebih baik aku menunggu di bantal-bantal besar kamarku sambil menatap bintang-bintang dari fosfor yang kutempel di atap langit-langit kamar. Bersender pada bantal di dinding, dengan lampu belajar yang kuredupkan segelap mungkin melihat pada bintang yang menyala itu. Bukan munafik, cuma aku lebih beranggapan kalau mencuri-curi kesempatan seperti itu sama saja mati kawan, atau seperti mencuri sesuatu dari teman sendiri. Itu saja.
“Al.. Alvi..” panggil Anya lembut.“Kamu ngapain?” tanya Anya lembut membuka pintu kamar.Aku hanya membesarkan lampu, kemudian memberi isyarat untuk menyuruhnya duduk di karpet sebelahku. Aku berlaga acuh dengan rok mini yang dipakainya dengan baju satin putih ketat tanpa lengan. “Bagus khan!” kataku sambil melihat ke atas, sementara Anya lebih sibuk untuk mengatur bagaimana agar bantalku tidak basah dengan rambut lurusnya yang setengah basah. Lalu tanpa mempedulikanku, Anya menyandarkan punggungnya ke dadaku, sambil mengambil satu tanganku untuk dibawanya melingkar di perut kecilnya.
“Lucu,” katanya sederhana, sambil mengambil posisi santai untuk melihat ke atas dengan mengadahkan kepalanya di samping leherku. Terus lama deh sepertinya kita berdua bengong. Sambil cari bahan omongan, kucoba untuk meng-gombal iseng, biar buat lucu suasana.“Nya, aku sering nanya loh kalau aku mau tidur. Kira-kira aku di bintang yang mana yah, kalau aku bisa pergi ke bintang-bintang itu.”“Hmm.. sepertinya sekarang aku bisa jawab deh, mau tahu dimana?” tanyaku tanpa menoleh.Anya hanya tersenyum menggenggam erat jari jemariku, lalu sepertinya ia penasaran juga, “Dimana Vii..” aku cuma sok senyum imut cengar-cengir sendiri untuk meyakinkan bahwa jawabanku cukup norak tapi romantis. Hmm, kujawab, “Disitu!” Kini Anya menoleh keheranan dengan jawabanku. “Iya di situ Nya, si samping kamu di salah satu dari bintang itu.” Aku sih tertawa ngakak, merasa betapa noraknya aku. Tapi malah Anya hanya tersipu malu menunduk, lalu merubah posisinya untuk mengelus halus pipiku. Malah kini Anya memeluk badanku dan merebahkan kepalanya di atas bahuku.
Tanganku hanya bergerak spontan untuk menyambut jari-jari halus di pipiku itu. Menggenggamnya dan kutaruh lagi di pipiku. Anya hanya memejamkan matanya, dan aku yakin bahwa ia tidak tertidur karena jempolnya tetap bergerak lembut mengelus pipiku. “Hmm.. kamu ngantuk?” tanyaku sok lembut, sambil mengambil rambut Anya dan menaruhnya kembali ke belakang telinganya. Anya hanya menjawab tidak dengan pelan. “Kamu santai saja yah Nya, kalau kamu mau tidur, ya tidur. Kamu dapet kunci kok. Terus kalau kamu nonton TV yah nonton. Pokoknya buat kamu sesantai mungkin,” kataku merayu. Jujur, aku mulai bawel untuk merocos tidak karuan. Dada lembut halus lembut Anya itu loh menempel hangat di dadaku. Paha putihnya ditumpuk di atas pahaku. Jempol tangan mengelus halus di bawah telingaku. Nah, aku sadar aku salah tingkah berat, merocos sok perhatian dan basa basi tidak karuan. Itu satu-satunya pertanda aku benar tidak konsentrasi sekali.
Sementara yang kulakukan hanya berulang kali menaruh rambut di telinganya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku mengelus-elus rambutnya yang tepat di samping kiri pipiku. Kata-kata tidak jelas itu akhirnya berhenti, waktu Anya pelan memanggil namaku, “Alvi..” Yang kutebak sih sepertinya Anya juga tidak mendengarkan omonganku saat itu. “Vi, sebelum aku lupa. Anya cuma mau bilang, Anya seneng ketemu kamu. Anya sayang kamu Vi.” Aku tidak jelas rangkaiannya, tapi aku yakin kalimat itulah dan teman-temannya sejenis kalimat itu yang Anya ucapkan dengan lirih manja. Betapa dia tidak ingin kehilanganku, betapa dia ingin bersamaku terus dan tebak sendiri deh. “Nya.. Anyaa..” aku coba menyebut namanya makin keras, aku tiba-tiba saja jadi sebal sendiri. Aku mulai membetulkan dudukku, sambil membangunkan Anya dengan mendorong halus bahunya. Anya keheranan melihat sikapku seperti itu. Aku tahu itu pasti. “Ssst..” aku melipat jari jemariku dan menyatukan kedua telunjukku di depan mulut untuk membuatnya diam, aku diam. “Biar kubuat sederhana untuk kamu ngerti.” Aku jadi emosi. Kira-kira begini yang kubilang, “Anya, hmm.. jangan bilang sayang atau cinta denganku deh, please,” kutatap memohon kepadanya.
Sebelum dia sempat bicara, kupotong dengan isyarat telunjukku untuk menahan protesnya. “Ssst..” Bagiku, kalimat itu artinya sama dengan kubakal kehilangan. Seseorang bakal pergi dari hidupku. Seperti tipuan menyenangkan dari kalimat selamat tinggal. Aku malas ah, capai, dibohongi. Aku sudah lama berhenti untuk percaya kata-kata itu.” Sensitif yah aku. Aku berlaga sok asyik saja menengok-nengok ke atas. Sementara Anya sepertinya juga jadi serba salah deh dengan menundukan kepalanya ke samping. Yah, jadi hening deh saat itu. “Hmm.. okay, kalau kamu tidak pengen Anya ngomong gitu, Anya ngelakuin sesuatu saja deh,” kata Anya yakin. Anya merubah duduknya berhadapan di sampingku. Ia menunduk memainkan jemarinya sendiri sesaat, sebelum memajukan kepalanya untuk memelukku. Kepalanya direbahkan di samping leherku di sisi yang berlawanan dengan duduknya. Sementara aku hanya membuka lipatan tanganku, tanda orang pasrah. Melihat Anya yang terpenjam tersenyum halus. Yang bisa dilakukan adalah melipat kakiku untuk jadi sandaran tanganku untuk menopang kepala Anya yang dilemaskannya itu. Beneran deh, aku deg-degan. Entah bingung atau tidak jelas deh. Bayangkan, bibir Anya itu di bawah daguku sedikit. Kalau aku menunduk, pasti kejadian deh, pikirku takut-takut begitu.
“Yah, kalau Anya tidak boleh bilang sayang kamu, jadi Anya bilang saja, Alvi yang sayang Anya. Hihihii..” kata Anya merajuk pelan melucu. Sepertinya strateginya berhasil deh untuk memecahkan keheningan, buktinya aku tertawa tuh. Tapi suasananya jadi hening lagi. Aku tetap menyenderkan kepalaku ke atas. Tanganku, yang jadi senderan kepalanya, hanya mengelus-elus rambutnya. Dan yang satu lagi, cuma aku telungkupi saja di pinggang. Payah deh aku, kok aku mulai ngelantur lagi, tapi kali ini serius sih maksudku. Tapi beneran deh aku tidak konsen habis. Soalnya jemarinya Anya loh yang satu itu ada di belakang leherku, dan jempolnya itu mengelus-elus belakang kupingku juga.
Akhirnya aku mengucapkan rangkaian kalimat ini dengan campur baur antara gentle dan cengengesan sendiri, “Nya.. sorry, aku minta maaf untuk kadang bohong ke kamu. Kadang aku tidak bisa jaga hormon. Hmm.. maksudnya, jujur aku seringkali punya pikiran jorok ke kamu, hihihi. Aku cowok, dan seringkali aku tidak punya kuasa untuk nahan hormon-hormonku lewat di otakku. Maaf kalau aku tidak bener-bener bisa jadi sesuatu yang baik untuk kamu. Aku cuma pengen kamu tahu saja bahwa sebenarnya aku tidak pernah bermaksud demikian, sorry okay.” Anya cuma mengangguk dengan suara tersenyum kecil. Entah apa maksudnya, aku menurunkan kepalaku ke bawah. Karena takut kena bibir, aku saja yang langsung inisiatif mencium keningnya duluan. Anya membuka sayu matanya. Lalu dengan gerakan pelan juga ia merubah posisinya. Kedua jempolnya ditaruh di belakang telingaku, menatap langsung mataku tepat dari hadapannya. Semula aku kaget, tapi karena kulihat ada sekilas tarikan senyum kecil di ujung bibir tipisnya, aku cuma bengong, menunggu kejadian berikutnya.
Gila, gila, aku deg-degan banget. Aku sempat menundukan lirikan mata ke bawah, tanda aku kalah bertatapan dengan mata besarnya. Sorotannya itu loh. Dia melihat, malah memperhatikan bola mataku. Matanya bergerak ke kiri dan kanan. Kadang sesekali dia melihat ke bibirku. Dia balik lagi melihatiku. Bibir bawahnya itu kadang digigit, dibasahinya bibirnya atau malah dikatupkan keduanya dengan cepat. Aku mencoba menebak banyak hal dengan cepat, aku berpikir, tapi kalimat jujur yang coba kuungkapan adalah aku tidak tahan sekali untuk menahan gairah di perasaanku. Aku mungkin juga sama kacaunya dengan Anya, dalam detik-detik itu dalam jarak muka yang dekat sekali. Anya melihat ke bibirku, mungkin juga memiringkan kepalanya hanya sedikit juga memajukannya. Namun kembali cepat ke posisi kepalanya semula. Walaupun semua gerakan itu mungkin hanya dalam hitungan mili, tapi bagiku itu merupakan bahasa yang mengisyaratkan sesuatu. Namun sebesar gairahku itu, sebesar itu pula ketakutanku ditolak. Deg-degan, gerakan kepala, mata yang mulai sayu menutup, mulut yang diam terkatup lemas, hirupan-hirupan nafas, entah apalagi. Semua itu rasanya bagai sebuah okestra keras yang mengantarkan kecupan pertamaku ke bibir Anya.
Sekilas ia sempat menunduk, Anya kembali terpejam. Aku sepertinya telah melepaskan diriku pada naluri. Aku sudah jadi hamba naluri saat itu. Aku mengecupnya lagi dengan membiarkan bibirku lembut menempel di sana. Adalah hal yang indah untuk diterima menjadi bagian dari orang lain. Dan itu menyenangkan. Itu yang kurasakan waktu bibir Anya membuka. Aku senang untuk begitu besarnya rasa penerimaan itu. Lidahku ibarat anak kecil yang baru menyaksikan sebuah taman bermain baru yang indah. Untuk pertama ia diam di sana, dan kemudian ia menemukan teman bermain baru di sana. Berkomunikasi dengan bahasa sederhana yang jujur, dimana tidak perlu kuliah, ijazah dan uang untuk bisa melakukan berdansa gembira dengan lidah. Sepertinya lidah itu ingin saling berpelukan di dalam sana, saling menyambut dan ingin saling bicara. Berusaha menebak, melayani, menyambut. Berkomunikasi dengan cara yang baru yang menyenangkan, dan dalam. Sesekali saling tertunduk dan melanjutkannya lagi.
Anya mengusap-usap belakang kepalaku, dan tangan sesekali turun ke bawah untuk menelapakkannya di depan dadaku. Dia bicara dari tekanan-tekanan lembut telapaknya dan usapan-usapan jemarinya itu. Jemariku juga bicara lewat usapan-usapan lembut di belakang telinganya. Sementara tanganku berjalan lembut dengan punggung jari, membelai, mengusap lembut pada perutnya. Berjalan mengusap dengan ujung-ujung kuku, ke pinggang, menuju punggungnya. Berputar pada bagian bawah lengan atasnya, berbelok-belok pada ketiaknya, dan menuju jalan menurun di samping dadanya. Berjalan mundur ke ketiaknya dan menikung tajam ke lehernya bagian depan. Aku mengelusnya lama di sana, sekali-kali menukik ke bawah, ke tengah dadanya. Aku cuma ingin tanya sebenarnya apakah jemariku cukup berkenan untuk menyentuh dimensi pribadi kewanitaannya yang halus menempel di dadanya.
Tidak perlu orang jenius, untuk tahu Anya memberikan ijinnya kepadaku saat ia membusungkan dadanya. Tapi aku tidak mau jadi tamu yang menyelonong masuk dengan kasar. Sepertinya basa basi yang menyenangkan jika aku mengusap-usap lembut saja dari luar pakaiannya. Merasakan permukaannya pada keduanya dengan halus. Baru setelah itu satu jari telunjuk memimpin untuk mulai masuk ke balik bra berenda itu. Yah, kalian tahulah apa yang dicari jemariku di balik bra itu. Aku cuma bisa bilang bahwa merasakan putingnya yang besar, tapi lembut, tidak mengeras seperti permen kenyal. Cuma itu sih yang aku rasakan, soalnya dari tadi aku lebih sibuk untuk berciuman. Kissing-nya aku suka sekali, dan aku lebih menikmati konsentrasi ke situ daripada mengobok-ngobok liar. Bahkan kini, sekitar mulutku agak dingin dengan air liur yang menguap. Tapi sebagai cowok, kalau aku sih haus loh kalau ciuman kelamaan begitu, maksudnya yah kering saja. Kutarik tanganku keluar untuk mengecup kening Anya, sambil pamit sebentar mengambil minum.
Waktu aku kembali, Anya duduk di pinggir tempat tidurku dan lampu kamarku sudah diterangkan. Sambil duduk di sebelahnya, aku menuangkan air es untuknya. Sementara dia minum, aku mengambil bantal bersender di ranjang. Anya duduk merapatkan dadanya di depanku. Kajadian saling mencumbu yang hampir serupa dengan di atas terulang hampir mirip situasinya. Hanya bedanya kini Anya sudah mulai berani untuk menyelusupkan tangannya ke balik baju tipisku. Jari lembutnya bermain selancar di atas perutku. Dan aku senang sekali untuk dapat mainan baru. Sebuah gitar baru, yang aneh bentuknya. Gabungan saxophone dan gitar, dengan kemampuan sangat interactive sekali. Tapi ’saxophone’-nya dikulum, sangat berdimensi manusiawi, tidak seperti polygon di komputer 3D. Itu makanya jariku menikmati sekali untuk menelusurinya. Walaupun Anya masih seperti kado yang belum dibuka. Aku senang untuk bersabar menikmati kemasan sebuah kado sebelum membukanya. Bahkan sampai pada telapak kaki Anya, kuraba-raba di sana, bermain di antara jemari kakinya, memijat dan menggaruk. Bagian yang terbagus dari dirinya adalah dia hidup. Hmm, bukan menyamakan Anya seperti barang, cuma berusaha untuk menggambarkan betapa ia begitu hidup dan begitu nyata di pelukanku.
Kini Anya mengatakan sesuatu lewat jari kelingkingnya yang sesekali masuk terselip ke bawah karet celanaku. Entah aku peka dengan bahasa kecil ini atau memang aku yang niat. Aku hanya mengangkat karet celanaku dan membiarkan jemari Anya untuk menentukan sikapnya sendiri. Jemari itu merambat halus untuk menuju sesuatu di sana. Sesuatu yang begitu pribadi untuk dibagi.
Teramat banyak indera peraba di bagian pribadiku itu, sampai-sampai aku terhenti mengulum bibir Anya, ketika jemari itu melewati bulu-bulu yang halus. Mata kami saling menatap, saat jarinya mengusap kejantananku. Tapi hanya diam tertelungkup di atasnya. Tanpa mengubah jemarinya, ia menunduk. Aku harus menetralisir keadaan yang cepat itu. Kuucapkan kalimat ini dengan nada berbisik menjelaskan, yakin, lembut dan rancu pasti deh sepertinya, “Anya, Alvi tidak bermaksud untuk ngelukain kamu, tidak. Santai saja. Ini punya kamu kok, kamu bisa tutup kapan saja kamu mau, yang pasti aku tidak bermaksud ngelukain kamu kok. Santai yah sayang yah.” Lalu dengan satu gerakan yang singkat, aku melepaskan celanaku melemparnya ke ujung ranjang, berikut celana dalamku. Kutahu Anya menatapku pasti dengan ketakutan. Tapi aku dengan cepat menebar selimut tebal yang memang ada di ranjangku, menutup dengkulku, setelah bersender kembali ke dinding ranjang di samping Anya. Aku benar-benar mendiamkan diriku, hanya tanganku yang kembali mengelus rambut Anya dari belakang. Aku membiarkan Anya untuk mengambil keputusan berikutnya.
Anya menundukkan kepalanya dan merebahkannya di leherku. Jemarinya membuat garis dari dada turun pelan dan berhenti di kejantananku yang kaku tertidur di perutku. Aku tidak tahu persis apa yang ada di otak Anya ketika meraba, mengusap, menekan, mencolek dan menggenggam kejantananku itu. Sesekali juga ia menggesek-gesekkan jempolnya ke lubang air seni, ya itu termasuk memainkan bagian biji zakar dan bulu-bulu halus yang mengitarinya. Aku hanya berkali-kali mengangkat pantatku, ketika sentuhan-sentuhan itu membawa paket-paket birahi ke otakku. “Itu punya kamu sayang.” Demikian kalimat yang bisa kulontarkan berulang-ulang. Aku merasa dia sudah begitu santai. Satu komentar yang dia ucapkan cuma satu, “Besar”. Beneran dia cuma bilang itu, aku tidak bermaksud menyombongkan kelamin. Aku sudah berhenti membanding-bandingkan kelamin sejak aku sadar bahwa otak dan perasaanlah yang bisa menaklukkan wanita, bukan dengan kelamin sebesar tugu Monas. Iya tidak sih? Walaupun aku tahu Anya menikmatinya, tapi aku ingin dia untuk tidak bosan.
Aku mengubah posisi untuk memeluk Anya dari belakang. Menata rambutnya ke samping, lalu aku melepas bajuku sebelum menaruh bibirku ke tengkuknya. Di sana banyak bulu halus yang berdiri. Yang perlu kulakukan hanya meraba bulu-bulu itu dengan lidah tanpa mengenai kulitnya. Namun sesekali aku menjilat panjang dengan seluruh lidah basahku, dari leher bawah sampai ke belakang telinganya. Nafas hidung di telinganya, jemari di perutnya, paha, pinggang belakang, bawah lengan dan ketiak. Anya menengadahkan kepalanya ke atas, sebuah tanda untuk memberikan seluruh bagian lehernya. Tangannya membelai-belai rambutku. Malah kadang kini kedua pahanya yang dibungkus rok mini itu, sesekali membuka lebar ketika jemariku meraba pahanya. Tapi aku tetap tidak menyentuh payudaranya apalagi selangkangannya, itu ada waktunya sendiri bukan?
Anya tidak menolak untuk memudahkanku melepas kaosnya. Ia seperti terkulai lemah. Tapi aku sempat untuk melihat kerisihannya. “Aku cuma pengen kamu santai. Kamu rileks yah. Tenang, aku tidak ngelukain kamu kok. Aku cuma pengen kita sama-sama nikmatin. Aku pengen kamu nikmatin dan kamu lega bareng denganku. Santai yah.” Sambil membisikkan itu, aku membelai-belai rambutnya, mengusap pipinya dan menciumi keningnya. Dan kulanjutkan dengan menciuminya secara halus di bibir tipisnya. Mungkin karena itu, Anya sama sekali tidak menolak untuk membuka penutup dadanya. Aku sendiri tidak yakin apa yang kulihat tentang payudara itu. Sesuatu yang menggelembung tergantung menempel di dada Anya. Aku kebingungan mendeskripsikannya. Bagiku sama saja seperti wanita normal. Cuma sesuatu hal yang menarik dari buah kelaminnya, adalah bulu-bulu halus yang tumbuh melebat di sekitar putingnya. Halus sekali. Titik pori-pori yang halus membesar itu tersebar di sekeliling putingnya. Anya menunduk malu, sesekali melihat dan menatap reaksi mukaku. aku cuma bilang di sela mengatup kedua bibirku, “Hmm, makasih yah untuk jaga dan ngerawat mereka buatku.” Aku tersenyum, dan Anya menunduk tertawa kecil sambil mengelus pipiku.
Kalian pasti tahulah, bagaimana sebagai pria, aku ingin langsung merawuk buah-buah itu. Untung sisi-sisi feminim dari maskulinku mengingatkan, bahwa dengan memperlakukan buah dada secara kasar bukan tindakan seorang gentleman, kali loh. Ya sudah, aku berusaha untuk mengalihkan perhatianku, sambil gombal. “Hmm, aku tahu sekarang Nya, darimana keindahan mereka berdua berasal,” kataku sambil meraba pakai ujung kuku pada lingkaran luar buah dadanya. “Hmm..” Anya sudah malas bicara sepertinya. Tapi dia menatapku. “Asalnya yah dari kamu,” jawabku polos. Anya tersenyum, “Kamu lucu.” Kami tertawa. Padahal dalam hati aku sempat ingin protes, “Memang Srimulat, lucu,” tapi aku batalkan, karena aku lebih penasaran dengan buah dada Anya. Kuputar-putarkan kukuku melingkari buar dada itu. Aku senang sekali untukn mengusap-usap di bagian bawah buah dada itu. Tanganku terus memainkannya, berganti kiri dan kanan, sementara aku terus mengelus rambut dan telinga Anya dari belakang. Mungkin Anya penasaran kenapa aku tidak menyentuh bagian putingnya. Dia sampai mengangkat-angkat dadanya, sesekali memutar dadanya kiri kanan, agar jariku tersentuh putingnya. Sedangkan tangannya hanya mengusap-usap satu lenganku, dan satu pahaku. Aku akhirnya tahu dia bertanya, karena dia 2 kali menatap bolak balik ke arahku terus ke arah dadanya tanpa ekspresi.
Waktu dia melihatku lagi, kugaruk pelan agak tajam dari arah perut, naik ke payudara bagian bawah dan langsung ke putingnya. Mau tahu reaksi Anya? Anya langsung merem, menengadahkan kepalanya ke atas, menarik nafas panjang di samping leherku, mengagetkan khan. Setelah bermain seperti itu, aku mau memuaskan Anya, pikirku. Tidak ada penolakan waktu membuka rok mini itu. Hanya karena Anya sudah agak malas berdiri, atau mungkin bersikap manja. Anya hanya berusaha mengangkat pinggulnya, dan aku menurunkan rok kecil itu. Celana dalam tipis putih itu masih ada pada tempatnya. Aku mengusap-usap perut Anya seperti ingin menghangatkan perutnya dengan kedua tanganku. Aku tahu Anya memperhatikan mukaku sambil mengusap-usap belakang telingaku. Anya duduk bersender di dadaku. Kupeluk dari belakang, tapi sambil bermain jemari di pusarnya. Sesekali meraba paha bawah dan samping juga tengah. Aku membisikan kata-kata ini, “Rileks sayang, rileks. Alvi pengen buat kamu lega. Alvi tidak ngelukain kamu sayang.” (Kalau dipikir-pikir lucu juga yah kalimatnya). Tapi hasilnya adalah otot paha Anya yang kini sudah rileks membuka. Satu kalimat yang jadi ide bagus buatku, untuk tema waktu itu adalah kalimat Anya yang meniruku, “Itu punya kamu sayang. Punya kamu,” katanya berbisik lemah menggugah. Maksudnya yah, kemaluan Anya adalah milikku. Aduh senangnya.
Mau tahu yang kulakukan? Satu tanganku memainkan puting Anya dari belakang, sedangkan jemariku turun ke atas celana dalam Anya. Mudah untuk mencari asal lendir-lendir halus itu berasal. Ada belahan halus lembut di pangkal paha yang membasah. Aku hanya mengusapnya halus dua arah. Tapi aku membisikkan terus menerus kata-kata ini ke telinga Anya. “Tolong Nya, buat punya Alvi basah. Tolong keluarin punya Alvi, sayang, please, tolong sayang. Tolong keluarin sayang, tolong. Keluarin punya Alvi.” Bisikan yang lembut tapi banyak artinya kan. Pertama-tama Anya hanya bereaksi, sesekali mengangkat pinggulnya, mengejangkan otot pantatnya. Namun lama kelamaan Anya mulai terpejam. Tangannya makin lama makin kasar membelai kedua pahaku yang ada di sampingnya. Dan Anya mulai menjawab berbisik pelan, “Iya, iya, Anya mau basahin punya kamu. Punya kamu Anya basahin.” Nafasnya mulai keras terdengar. Aku sempat membesarkan suara bisikanku, jadi suara normal kalau lagi bicara. Dan Anya juga makin cuek bereaksi. Dia jadi bervolume suara sekeras omongan biasa. Tapi saat-saat itu rasanya seperti suara teriakan. Mungkin Anya sudah susah mengontrol suaranya, kalau ia menengadah bersender pada lenganku. Anya agak kuat bergerak, sehingga aku harus meletakkannya pada pahaku dan tetap manahan kepalanya dengan lengan. Sehingga kini aku juga kesulitan untuk membisikkannya.
Ekspresi Anya, ekspresi itu benar-benar tidak kulupakan. Mulutnya terbuka. Seringkali otot-otot pipinya menarik mulut kecil itu seperti ingin tertawa, namun dengan ekspresi seperti hendak menangis. Matanya terpejam dengan kedua alis yang sepertinya ingin dipertemukan di antara kedua matanya. Beberapa rambut menempel pada pipinya yang kian membasah memerah. Menoleh ke kiri dan berbalik ke kanan. Sayang sekali, andaikata mataku adalah sebuah kamera, itu adalah ekspresi yang diincar-incar fotografer. Bukan untuk diedarkan loh. Aku cuma begitu terbawa sekali ke dalam gambaran ekspresi itu.
Aku benar-benar amat tidak berpikir untuk mengeluarkan satu kosa kata ini, “Please, mainkan kontol Alvi sayang.” Kupikir itu kasar sekali yah, ternyata Anya malah menjawab, “Anya mau mainin kontol Alvi.” Kemajuan yang baik bukan untuk nakal-nakal sedikit dalam sopan santun percakapan kami. Semuanya amat ekspresif. Sampai suatu saat Anya, begitu tampak bertingkah seperti orang yang menangis. Mengerang. Aku sampai terdiam kaget, herannya tanganku tetap mengikuti kemana arah pinggulnya mengejang. Diangkatnya tinggi. Menarik pinggul dengan mengangkat dadanya tinggi-tinggi. Cengkraman kuat pada pahaku juga tarikan erat di leherku. Ditambah dengan efek audio suara menangis sambil mengejang tertahan. Itu bisa membuatku terangsang, hanya dengan mengingatnya saja. Aku merasa saat-saat yang tinggi itu sudah lewat. Iya benar loh, tidak sampai muncrat-muncrat sih dari celana dalam, cuma lebih basah dari yang tadi.
Aku cuma bisa membenarkan rambut-rambut Anya yang basah menempel pada wajahnya. Anya sepertinya lelah sekali dan bagiku tampak Anya lebih mirip tertidur saat itu. Maka kuambil bantal dan menidurkannya, sambil sebelumnya mengecup-ngecupnya berkali-kali pada keningnya. Aku sendiri tiduran di sampingnya, mengamati wajah cantik itu. Mengelus-elus wajahnya. Memperhatikan tubuh telanjangnya. Aku lebih konsentrasi untuk merekam pemandangan itu, bukan memikirkan kemaluanku sendiri. “Makasih sayang, untuk banyak hal. Kamu sudah ngasih aku kesempatan untuk ngebantuin.” Anya hanya senyum, di tengah mata sayunya. Mencubit perutku.“Kamu nakal,” katanya.“Kamu jago sih,” kataku ngeles.“Kamu tuh jago.” kata Anya sambil nmegambil posisi untuk memelukku dari rebahannya.“Eh, kamu kemana?” tanya Anya, waktu aku tiba-tiba bangun berdiri.“Aku mau nangis,” candaku, padahal sih aku cuma ingin mengambil minum, barangkali Anya haus.
Setelah minum basa basi, Anya kusuruh untuk terlentang lagi dan aku memandang tubuhnya yang masih berselimut kecil sebuah celana dalam. Aku hanya senyum-senyum menatap matanya, sambil senyum-senyum berdua. Aku memangku daguku di atas kedua payudaranya, menatap sambil tersenyum pada matanya dan kepada ujung-ujung putingnya. Lalu tiba-tiba aku punya ide iseng saja. Aku duduk di samping Anya yang terlentang. Jemari-jemari Anya kupegang dengan jemariku juga. Kuludahi perlahan satu putingnya dari atas. Perlahan jatuh air liurku, menjadi sekumpulan air liur di payudara lembut itu. Meludahi satu puting Anya yang lain. Air liur itu berjalan turun perlahan. Namun sebelum sempat air liur mengalir turun ke bawah, aku langsung dengan cepat menjilat kedua butir-butir liur itu dengan telapak lidahku, sehingga menjadi basah buah dadanya. Semula Anya agak keheranan menatapku. Tapi lama kelamaan Anya mengerti juga rupanya. Kami jadi sama-sama tahu bahwa memang air liur akan membuat risih jika terjatuh ke sprei ranjangku. Oleh karenanya Anya hanya menatap, tetapi jemarinya meremas erat ketika saat kritis, menyuruhku untuk cepat menjilatnya. Kadang ia juga memajukan dadanya untuk mempermudah aku.
Yang bikin nafsuku, kadang ia agak mendesih. Sedangkan aku memperhatikan kedua mata Anya, selain memperhatikan gumpalan-gumpalan air liur itu yang mulai mengalir. Anya memperhatikanku menjilati, sementara aku tetap memandangi saat menjilati air liurku. Sesekali kadang meniupi permukaan payudaranya yang kini sudah basah semua. Kini perlahan aku mulai meludahi perutnya juga bagian pusarnya. Kali ini aku sempat senyum-senyum, soalnya perut itu datar. Bahkan sempat aku keluarkan rayuan gombal spontan yang kalau dipikir-pikir norak juga sih, “Aku seneng banget kalau kamu sedang nyihir aku seperti sekarang ini. Mau terus dong disihir.” Anya sempat ingin bangun untuk meng-kiss aku tapi aku menahannya dengan menggenggam tangannya.“Keberatan kalau aku buka?” tanyaku polos, sambil menunggu jawaban dengan kedua alis terangkat, dan senyum sok imut begitu di pipiku. Anya hanya menatap kosong kepadaku, tersenyum kecil dengan mengumpulkan kedua bibirnya di depan seperti hendak mengingatkanku.“Iya, itu berarti.. atau..?” tanyaku sambil memberi isyarat menggeleng atau mengangguk.Anya mengerjai aku. Jawabannya cuma dia merem, terus senyum memiringkan kepalanya saja. Karena jelas aku tidak tahu jawabannya, dalam detik-detik itu juga aku membuka pelan celana dalam Anya, sambil menunggu reaksinya. Ternyata Anya tetap terpejam dan mengangkat pinggangnya. Tetapi selebihnya Anya hanya meletakkan lemas kaki-kakinya, sehingga aku sempat agak kesulitan.
Barulah kini pemandangan Anya tanpa material penutup tubuh, telah terlihat di depanku. Sejenak aku sampai bengong begitu melihatnya, di depanku ada seorang model, polos, dengan paha terbuka di depanku. Benaran pikiranku sampai sempat kosong, tidak tahu harus berbuat apa. Kewanitaannya benar-benar biasa saja. Bulu-bulu pada permukaannya hanya halus teratur rapih. Aku tidak pernah menanyakannya, tetapi jelas sebagai seorang model ia harus merapikan bulu-bulu itu, sok tahu aku sih. Belahannya tidak berbibir, hanya sebuah garis rapat tampaknya. Dengan kedua bukit pipi mungil yang mengapitnya.
Aku baru sadar waktu Anya membuka mata menatapku. Aku cuma bisa senyum lalu menunduk sedikit. Aku salah tingkah sekali. Tapi mungkin Anya menganggapnya berbeda. Dia bangun dari posisi tidurnya, mengambil daguku perlahan. Lalu ia terpejam, meraba pipiku sambil berbisik, “Vi, ini Anya.” Terus kami berciuman lembut, tidak menjadi buas. Memang dasarnya aku saja kali yah yang nakal, aku mulai menurunkan ciumanku ke arah leher dada, menjilati ke dua buah dadanya. Tanganku terus meraba punggung Anya. Anya hanya bersandar pada kedua tangannya, membiarkanku memberi banyak kecupan basah pada dada yang bulat mengacung ke atas itu. Mengindrai perut Anya dengan lidahku, juga menyenangkan untukku. Tapi lama kelamaan jadi ketebak deh arah dan tujuannya, ya ke situ-situ juga ujung-ujungnya.
Saat jilatan-jilatan lidahku sampai ke perut bawah, di bawah pusarnya, Anya mengelus halus pipiku. Saat aku menengadah mencari tahu, Anya hanya menggelengkan kepalanya sedikit. Suatu larangan bukan. Okay, dalam hatiku. Jujur, padahal waktu itu aku kepingin sekali merasakan cairan-cairan yang keluar dari kemaluan Anya. Pingin banget. Anya tetap menempelkan jemarinya di pipiku, sambil ia sendiri mencari posisi untuk tidur. Kutunggu Anya sebentar untuk sempat merapikan sebuah bantal dan rambutnya sebelum ia menarik pelan belakang kepalaku untuk bercumbu lagi dengan menidurinya. Ia menyambut dengan isyarat kedua tangan terbuka, dan kedua paha yang dibuka untuk menyambutku. Aku merangkak pelan dari bawah, saling menatap kosong pada kedua mata kami. Rambutku dielus, dan sejalan dengan itu, tubuhku perlahan-lahan turun menindihnya. Ada tempelan kedua payudara hangat di dadaku. Kemaluan kelakianku semakin terasa hangat memanas diapit oleh kedua perut kami.
Aku begitu menikmati suasana itu, entah sepertinya aku dan Anya hanya bertatapan kosong. Arah mata yang hanya saling bergerak ke kiri dan ke kanan melihat kepada mataku dan dia. Tatapan itu benar-benar dalam, dan aku juga benar-benar terbawa hanya karena tatapan itu. Dalam, iya itu kata yang tepat. Aku bisa merasakan dada Anya bergerak. Denyutan kemaluanku yang terapit itu juga bisa terasa pada perut kami. Aku mengecup bibirnya sekali, lalu kembali menatapnya lagi. Anya hanya menjalankan tangannya pada punggungku, berjalan-jalan pada titik keringat yang kian tersebar dimana-mana. Tangan kecilnya mencoba mencengkram bulatan pantatku. Menggaruknya sekali-kali. Kami terus bertatap seakan tidak peduli apa yang terjadi di bawah karena kami telah sama-sama mengetahuinya dari tatapan kami yang tanpa kata. Bahkan kini Anya, menyelipkan tangannya di antara perut, menggenggam kejantananku. Aku hanya mengangkat pantatku untuk memberikannya keputusan ke Anya, mau dibawa kemana punyaku itu. Anya membawanya mendekati kemaluannya. Kemaluanku sempat diraba-rabanya dahulu, bahkan sampai ke bagian biji yang menggelantung di sana. Kemudian batang kemaluanku diusap-usapkan pada ujung kemaluannya. Benaran aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan waktu itu, soalnya aku hanya terus berpandangan tanpa pernah melihat ke bawah.
Aku sempat memajukan pinggangku agar sedikit masuk di dalam bibir vertikal itu, namun Anya menahannya. Itu aku rasakan waktu tangan Anya yang berada di atas pantatku, tiba-tiba bergerak ke pinggangku. Jadi akhirnya ya, kubiarkan aku menahan pantatku, agar Anya bebas bermain dengan ujung kemaluanku yang memang besar pada bagian itu. Tak lama setelah itu, Anya yang kian melebarkan bukaan pahanya. Dan di atas pantatku terdapat dorongan kecil dari jemari Anya. Secara naluri aku memajukan sedikit pantatku. Anya mengangguk kecil, seakan menjawab pertanyaan mataku tentang keraguanku sendiri tentang kepastiannya untuk melakukan ini. Aku hanya mengikuti bahasa Anya dari jemarinya yang ada di pantatku dan satu lagi jemari yang memastikan posisi kelaminku pada liang kemaluannya.
Aku hanya merasakan kepala kemaluanku ditekan kuat pada seluruh permukaannya secara merata oleh kelamin Anya. Dan di ujung kelaminku, aku merasa agak dingin. Anya menekan pantatku terus perlahan, dan berhenti, kemudian mengisyaratkan menekan lagi. Aku hanya merasakan melalui tatapan mataku, benaran aku sama sekali tidak melihat kemana-mana. Aku bisa merasakan, Anya menarik nafas lewat mulutnya, walau kadang seperti orang kepedasan sedikit. Aku bisa melihat otot pipinya cepat tertarik seperti tertawa yang dibatalkan. Waktu sudah dapat dipastikan bahwa setengah kelamin kami saling menyatukan diri, Anya kini buru-buru menaruh kedua tangannya pada pantatku. Melebarkan jemarinya menelungkup pada bundaran pantatku. Lalu tangan itu mendorong pelan agak lama. Aku hanya mengikuti dorongan jemari itu, dan hasilnya perlahan pasti semua kelaminku telah masuk bersatu dalam liang kemaluan Anya. Dan dalam detik-detik itu, mata Anya memutih meredup, meskipun tidak berkedip. Bola mata hitamnya menghilang ke atas yang mungkin kenikmatan.
Anya kembali lagi menatapku dengan mulutnya yang terbuka tipis dan sesekali dijilat. Satu kalimat Anya yang aku tidak lupa adalah, “Anya ngerasa penuh dengan kamu.” Aku tidak menjawab, benaran aku tidak konsen habis. Aku ingin sekali langsung kugoyangi itu pantatku, wah pokoknya doktrin gaya film porno di otakku banget deh. Aku sendiri juga heran, kenapa akhirnya aku tetap diam saja yah. Tahu tidak apa yang membuat aku berhenti dari pikiranku yang tidak-tidak itu. Tiba-tiba batang kemaluanku dijepit tiga kali dengan Anya. Satu dua tiga. Masih saling bertatap, tapi jelas aku tahu apa yang dia lakukan barusan di bawah sana. Dari tatapanku seakan aku bilang, hayoo nakal yah kamu. Aku coba menarik batang kemaluanku, agak terasa geli sedikit sih, lalu pelan sekali aku masukan lagi. Sesuai tanda dari ibu guruku yaitu tangan Anya yang ada di pinggang dan pantatku. Anya menjepit lagi di bawah sana dua kali, lalu aku inisiatif saja menarik dan masukan pelan. Lama-lama jadi konstan sendiri deh. Punyaku dijepit dua kali, lalu keluarkan dan masukkan. Tapi kadang juga jadi ngaco juga sih. Anya juga jadi jarang menjepit-jepit lagi. Cuma tangannya saja yang konstan untuk memberi irama kapan aku harus menarik dan kapan aku harus memasukkan batang kemaluanku. Aku jadi suka berimprovisasi, aku sekali-kali memutar pinggangku, sehingga ber-efek seperti memutarkan kemaluanku waktu masuk ke liang kemaluan Anya.
Oh yah, seringkali pada saat melakukan ini, tiba-tiba pandanganku jadi hilang sama sekali. Tiba-tiba saja seperti aku tidak sadar, kadang seperti hilang melayang. Kembali lagi untuk menatap mata dan wajah Anya. Wajah Anya itu nafsuin banget deh, kadang dia memandang kosong ke seputaran wajahku. Kadang ya itu dia sampai seperti orang teler sayu matanya dan bola matanya menghilang ke atas. Mulutnya terbuka kalau sudah seperti itu. Dan saat-saat menatap, bibirnya terbuka kecil dan sering kali dibasahinya berulang-ulang. Atau malah kadang ia menggigit kedua bibirnya. Yang paling aku suka sekali adalah raut wajahnya yang tampak seringkali seperti menangis. Mulutnya terbuka tanpa satu katapun, alisnya demikian mengkerut, matanya sayu dan seringkali tertutup. Semula aku kaget melihat ekspresi ini loh. Tapi lama-lama aku tahu juga kalau itu ekspresi dia. Aku juga heran, padahal ini tidak seperti film porno loh iramanya. Bukan yang cepat-cepat begitu. Cuma pelan tapi konstan, malah kalau bisa kubilang lebih lambat dari alunan kursi goyang. Yah, aku kan cuma mengikuti perintah tangan yang ada di pinggangku itu.
Aku tidak sempat menghitung berapa lama, aku terlalu dalam permainan saling menatap itu. Lagi pula aku sepertinya tidak peduli waktu dalam hal seperti itu, aku lebih mempedulikan seberapa dalam perasaan yang dibagi dan saling memberi hati yang melayani. Bagiku dengan posisiku yang berada di atas bukan berarti superior tentang kesombongan pria menjajah wanita yang di bawahnya. Aku justru berpikir bahwa aku justru melayani wanita. Itu makanya aku tetap berusaha untuk selalu mempertahankan irama yang konstan. Walaupun jujur banget, bahuku sudah sakit sekali. Aku mengganti banyak posisi tangan untuk menopang tubuhku. Bahuku lama kelamaan pegal sekali. Tapi dengan melihat wajah Anya yang merupakan gambaran kenikmatan dalam menyatukan kelaminnya, aku jadi enggan berganti sikap. Aku juga ingin untuk menyudahi permainan ini. Aku tahu bagaimana harus memulai sebuah permainan, tetapi tanpa pengetahuan untuk kapan dan bagaimana berhenti, itu juga bisa jadi celaka. Seperti mobil yang mampu mencapai kecepatan maksimum, tapi tidak punya teknologi rem untuk berhenti, itu akan mencelakakan. Aku tidak ingin cepat-cepat berhenti, bukan seperti layaknya pria perkasa yang berpikir kalau bisa dua tahun yah dua tahun deh untuk tidak ejakulasi. Aku memberi semangat untuk pada diriku sendiri untukm mencapai ejakulasi. Tapi aku juga benar-benar kacau, bahuku pegel sekali. Semakin aku coba untuk ejakulasi semakin aku tidak merasa apa-apa.
Pada saat-saat aku berpikir seperti itu, tiba-tiba Anya berbisik rancu, “Vi, tolong lepasin punya Anya, Vi. Keluarin punya Anya, Vi.” Ya, Anya melakukannya lagi. Dia merasa seperti memiliki batang kemaluan yang ada di tubuhku. Entah kenapa aku merasa terangsang sekali. Erotis sekali dengar dan membayangkan maksudnya, bahwa aku terbayang saja memiliki batang kemaluan Anya. Aku sih nafsu saat itu, tidak tahu deh kalau yang lain. Sudah begitu, Anya terus mengulangi kalimat-kalimat seperti itu sambil menatap sayu mataku. Bagaimana tidak tambah hormonku naik ke kepala dengan kalimat-kalimat seperti, “Vi, kontolin Anya Vi. Tolong, please. Anya penuh dengan kontol kamu sayang.” Ih, baru dengar aku Anya ngomong jorok gitu. Tapi kalau dipikir-pikir ngomong jorok di tempat tidur tuh nafsuin loh.
Aku hanya bisa menjawab dengan mulut yang lebih bersuara ngos-ngosan, merapat dan menumpuk dada Anya, lalu memacu dengan irama yang cepat. Banyak sekali yang membikin aku terangsang berat. Selain Anya yang kini merem dan menengadah ke atas, juga bunyi penyatuan kelaminku bisa terdengar begitu. Lucu yah bunyinya. Lucu yah karena ada loh yang mirip suara buang angin, hihihi. Tapi waktu itu, aku benar-benar nafsu pokoknya. Tetap saja aku tidak mau kalah untuk terus menatapnya. Soalnya kosa kata dan wajah Anya benar-benar sudah tidak karuan sekarang. Antara bicara, desahan, desisan, raut wajah menangis yang diulang-ulang. Soalnya hal yang sama juga kulakukan. Gilaa, enak yah bersetubuh, hihihihi. Bersenggama dengan saling menatap pasangan.
Ah, aku malu kasih lihat ekspresi mukaku. Aku menunduk di samping kuping Anya. Aku mendesah kenikmatan di samping telingannya terpotong-potong oleh desahan nafas yang memburu. “Alvi keluar sayang. Alvi sayang kamu.” Kenapa juga aku pilih kalimat itu di saat-saat seperti puncak birahiku. Detik-detik yang membuat kesadaranku melemah dan melayang. Aku cuma sempat dengar Anya berbisik pelan, “Keluarin Vi, iya basahin Anya dengan punya kamu. Keluarin Vi, keluarin.” Terus yang bersisa hanya desahan nafas yang mulai tertib. Anya masih ingin tubuhku di atasnya dan menikmati suasana ketelanjangan yang hening itu. Di keheningan itu, aku masih sempat-sempatnya saja ingat, anjingku belum aku kasih makan. Eh, kalau hamil bagaimana yah. Malas banget ‘kan.
Aku mulai menidurkan diri di sampingnya, sebelum menarik selimut untuk mengusir dingin. Anya seperti meringkuk ngantuk tersenyum. Aku mulai melantur saja ah, pikirku, “Hmm.. Nya, makasih, aku hutang banyak perasaan untuk kebaikan budi kamu.” Kukecup keningnya, tapi sebelum aku sempat bicara lagi, Anya menutup bibirku, “Anya sayang kamu tau,” sambil memelukku tersenyum dan terpejam. Setelah bengong lama tentang bahuku yang bena-benar pegal sekali, aku juga sempat memikirkan kebodohanku. Kebodohanku yang berbeda dengan pria lain dalam memandang bagaimana memperlakukan seorang wanita. Bahkan aku sendiri juga tidak tahu kalau ditanya Anya masih perawan atau tidak. Jawabanku adalah, aku tidak peduli. Kadang kupikir lucu juga, aku jarang berpikir jorok untuk mendapat kehormatan meniduri Anya, tetapi Anya kini di sampingku tertidur.
Mungkin ini hadiah atau justru malah sebuah karma. Aku tidak pernah menemukan di pasar tentang kalung keberuntungan dalam hal bercinta. Nasib cintaku dengan Anya bubar juga karena di luar faktor kami berdua. Cerita cinta sederhana dari sebuah titik kehidupan, dan tidak berakhir dengan happy ending. Tapi siapa juga yang butuh happy ending, karena aku tahu kisahku tidak berakhir hanya karena kami tidak pacaran lagi. Walau kadang aku ingin berhenti untuk percaya bahwa kata-kata “Aku sayang kamu” adalah lebih tampak sebuah kalimat perpisahan yang tertunda. Aku realistis dengan tidak bilang aku masih mencintainya, tidak. Aku cuma bilang, aku sering memikirkannya di saat-saat tertentu. Bukan karena aku meniduri dia, bukan juga karena dia model. Cuma dia yang menyakinkanku dengan rentetan kalimat-kalimatnya, yang aku terjemahkan. Kira-kira begini, “Kamu tuh nyenengin tau kalau lagi bodoh,” atau “Alvi, sudah terlalu banyak pria pintar di dunia ini, sampai mereka semua kadang tidak tahu lagi bagaimana harus membodohkan dirinya.” Atau kadang dia senyum-senyum sok antusias berfilosofis, “Aku buat logika sederhana (dengan mulut dimonyongkan, kesan angkuh sambil mengangkat telunjuknya ke atas serasa dapat inspirasi surgawi). Untuk pintar kita harus bodoh dulu, dan untuk menjadi bodoh kita yah harus pintar dulu. Berarti kamu tuh..” katanya tersenyum menunggu komentarku. Aku teriak, “Tidaakk..” lalu berhambur lari menghilang bercanda. Aku mengenang hal-hal bodoh seperti itu. Bahkan sampai sekarang, aku sering tersenyum dalam hati bahwa menyenangkan juga jadi pria bodoh. Yang pasti itu melepaskan segala beban tentang idealisme bagaimana menjadi seorang pria.
Bayangkan, saat di mall, ada wanita cantik dan aku ingin tahu saja namanya. Aku bisa dengan bodohnya berkata, “Mbak, sorry saya ganggu, saya tahu waktunya amat tidak tepat juga tidak sopan. Saya hanya ingin berkenalan dengan cewek tapi tidak tahu caranya, punya ide? saya merasa. (Aku jelaskan segala ketakutanku). Memang sebenarnya bagaimana sih cara yang gentle untuk itu?” (Sempatkanlah tanya namanya). (Kuperhatikan sekali kalau ada tanda-tanda penolakan, lebih baik lepaskanlah permainannya). Lalu setelah selesai, kupuji-puji ide dia itu seburuk apapun jawabannya, lalu aku bilang aku mau pulang. “Loh katanya mau kenalan, kok pulang?” tanyanya. “Khan saya sudah tahu nama kamu,” kataku ngeluyur pergi sok manis. Memang cuma itu saja sih mauku, bukan mau tidur dengan itu perempuan. Kalaupun tujuan kamu untuk itu yah aku punyalah kesempatan lebih besar. Kelak aku ketemu lagi, nilai kesan pertamaku itu sudah punya rating tinggi. Tebakanku saja sih. Kalau ketemu lagi syukur, tidak ketemu ya sudah.

Spesial Gift Buat Viena

Spesial Gift Buat Viena
Kuperhatikan setiap sudut ruangan. Tidak banyak yang berubah, hanya catnya kini tampak lebih baru. Dalam hati aku bergumam, “sudah dua setengah tahun aku tidak kesini.”Dari ruangan tengah, keluar seorang nyonya muda bersama gadis kecil berusia sekitar satu tahun sembilan bulan. Anak itu sangat manis dan lincah. Ketika dia hampir mendekatiku, dari mulut mungilnya keluar kata, “O.. om, o.. om ciapa..?”Aku tersenyum seraya mendekatinya.“Nama Oom, Johan, namanya ciapa..?” timpaku balik bertanya.“Riani..” jawabnya.
Lalu karena rindu dengannya, kupeluk dia erat-erat dan kutempelkan bibirku di pipinya berulang-ulang. Viena, si nyonya muda tersebut memperhatikan setiap tingkah polahku. Nampaknya dia senang aku akrab dengan anaknya.“Udah ya Riena, main sana sama bibi ya..?” tiba-tiba suara Viena terdengar.Pipi anaknya dikecup, lalu diantarkannya ke pembantu.Viena adalah seorang manager sukses di sebuah perusahaan swasta terkenal di Jakarta. Usianya kira-kira 29 tahun. Tingginya lebih kurang 165 cm, berkulit putih bersih. Wajahnya mirip Ida Iasha. Yang membedakan hanya ukuran dada. Dada Viena jauh lebih besar dan montok.
“Kok jarang main kesini bang..?”“Lagi sibuk,” jawabku sekenanya, “Oh ya, Mas Irvan kemana..?”“Keluar kota Bang, ada tugas.” kata Viena lagi.Pembicaraan kami cukup akrab, maklum aku dulu sering main kesini. Saat kulihat, jam dinding menunjukkan pukul 22:00. Hujan yang turun setibanya aku di rumah tersebut belum juga reda, malah bertambah deras.
“Tidur disini aja Bang, nampaknya hujan nggak bakalan berhenti..” tawar Viena.Karena memang aku tak dapat pulang, tawaran Viena kuterima. Viena melangkah ke kamar anaknya yang lagi tidur. Sedangkan aku menuju kamar yang sudah disiapkan. Kutanggalkan pakaianku satu per satu. Pikiranku mulai menerawang pada kejadian sekitar dua setengah tahun silam. Waktu itu Mas Irvan memelas kepadaku agar aku mau menghamili istrinya, supaya dia tidak terus-terusan diledek orang karena dia tak mampu. Awalnya aku menolak, tapi karena merasa kasihan padanya, permohonannya terpaksa kukabulkan.
Pada waktu yang sudah disepakati, aku menginap di rumah Mas Irvan. Tepat jam 21:00, aku menyelinap ke kamarnya. Rupanya mata Viena sudah ditutup dengan sapu tangan oleh Mas Irvan, terus dia bergegas keluar. Sekarang gantian aku yang berperan sebagai Mas Irvan. Viena yang tengah berdiri dekat tempat tidur kudekap dari belakang, lalu kucium tengkuknya. Dia sedikit menggelinjang. Jantungku mulai berdegup, tapi aku tidak memperdulikannya. Pelan-pelan kuangkat gaun tidur Viena sebatas pinggang, kulepas BH-nya, terus kuraih buah dadanya yang ranum. Benda yang kenyal tersebut kuremas-remas.“Ouuch.. ouuch..,” terdengar suaranya lirih.Kini giliran tangan kiriku bergeser ke perut bawah. Terasa celana dalamnya belum dilepas. Dengan sekali sentakan, celana tersebut berhasil kulepaskan.
Sekarang pingulnya yang montok benar-benar bebas dari penghalang. Tanpa kompromi, senjataku mulai siaga. Sekali lagi tangan kiriku dengan cekatan melepaskan celana dan underwear-ku sendiri, sementara tangan kananku terus membelai payudaranya. Senjataku yang dari tadi siap tempur kian terdongak ke atas. Perlahan benda tersebut kutempelkan ke pinggulnya.“Aaacch..,” terasa empuk dan menggetarkan.Nafsu kasih sayangku tambah gergolak. Zakarku yang dari tadi sudah mengeras, kutekan dan gesek-gesekkan di lipatan pinggul wanita itu. Terlihat sedikit rasa terkejut di tubuhnya.“Oooh.., kok tambah gede Mas, masukkannya pelan-pelan ya Mas..!” pintanya.
Kemudian secara naluriah, Viena merenggangkan kakinya dan menunggingkan pinggulnya ke arahku agar benda yang dikelilingi urat-urat menonjol tersebut dapat terselip lebih dalam di pinggulnya. Sementara itu tangan kanannya meraih pinggulku dan ditekankan ke tubuhnya.“Ouucch Mas.. terus tekan yang keras Sayang..” suara Viena terdengar berat.Tubuh Viena menggelinjang sebagai respon dari permainanku. Pinggulnya berusaha diliukkan ke arahku, sedangkan kepalanya direbahkan ke pundakku. Tanpa basa basi lagi, kukecup pipinya dengan lembut.
Gerakan pinggulku kuhentikan ketika tangan kanan Viena berusaha meraih senjataku yang menempel di pinggulnya. Respon tubuhnya sedikit terkejut saat dia menggenggam sejataku. Selanjutnya sejataku yang berukuran gede diarahkan ke vaginanya. Gerakan maju mundurku hanya berselang beberapa menit, terus kulepaskan rangkulanku terhadapnya.
Kini tubuh wanita itu kubopong ke tempat tidur. Kami duduk sambil berangkulan. Kuraih kepalanya, lalu kukecup bibirnya cukup lama sampai nafasnya tersenggal-sengal. Kemudian kuarahkan senjataku ke wajahnya, terus memukul-mukulkan ke pipinya yang lembut.Suara, “Oouuch.. ouuch..” kembali terdengar saat senjataku yang semakin membengkak itu kumasukkan ke mulutnya.Dengan cekatan kedua tangannya meraih benda tersebut dan melingkarkan jarinya seolah ingin megukur diameter benda yang menggemaskan itu. Tapi lingkaran senjataku tersebut terlalu besar untuk genggaman jarinya, karena ukuran benda itu sedikit lebih besar dibanding pergelangan tanganku.
Setelah puas mempermainkan senjataku, kemudian benda tersebut dikulumnya kembali dengan rakusnya. Walau Viena telah berusaha semampunya, tetapi hanya sedikit kepala senjataku yang dapat dikulumnya. Perasaanku tambah tidak karuan saat benda kebanggaanku berdenyut di mulutnya, dan tak ayal lagi, sedikit rintihan kecil keluar dari mulutku.
Kuraih kepala Viena lalu kubelai manja. Kuluman mulutnya yang sensasional kulepaskan. Kini giliran aku yang mempermainkan buah dadanya yang ranum. Kedua benda yang kenyal tersebut kuremas dan elus bergantian. Putingnya kuhisap dan kupelintir-pelintir dengan lidahku dan kadang-kadang sedikit kugigit manja.“Aaouuch.. eecchh.. ouucchh..” erangan Viena lirih, lalu dia memintaku menghisap payudaranya kuat-kuat.
Kini kecupanku kuteruskan agak ke bawah. Viena seakan-akan mengerti dan membaringkan tubuhnya. Pahanya dikangkangkan agak lebar, sehingga vaginanya tampak jelas dengan rambut vaginanya yang lebat. Perasanku tambah tak karuan saat melihat bibir vaginanya yang tebal. Kusentuh bagian tersebut, lalu kukuakkan belahannya. Kemudian dengan nakalnya kucelupkan jari tengahku ke lubang yang indah tersebut seraya membuat gerakan maju mundur.“Eeemm..” suara Viena menahan nikmat.Selanjutnya kutempelkan bibirku ke vaginanya yang tebal itu. Aroma khas yang keluar dari vaginanya membuat hasratku semakin bergelora. Hisapan demi hisapan kulakukan tak ubahnya seperti mengecup bibirnya.
Sementara itu tangan Viena membelai rambutku. Ketika kujulurkan lidah dan membenamkan dalam-dalam ke vaginanya, rintihan Viena tak henti-hentinya memelas.“Tekan yang kuat, Sayang.., aacchh..!”
Setelah kurasa Viena siap untuk disetubuhi, aku merangkul tubuhnya dan menuntunnya menungging ke arahku. Aku bersiap jongkok di belakangnya. Senjataku kupukul-pukulkan ke vaginanya sebelum dimasukkan. Melihat perbandingan ukuran senjataku dengan vaginanya, aku sedikit khawatir, bisakah senjataku yang berukuran XXL menyelinap ke vaginanya. Tapi akhirnya pikiranku segera kutepis. Yang jelas aku ingin membahagiakan wanita yang cantik ini dan ingin memberinya keturunan.
Tubuh Viena kurangkul, dan senjataku kuarahkan tepat di lubang vaginanya. Pinggulku kutekan sambil membuat gerakan maju-mundur. Cukup lama gerakan ini kulakukan, tapi tak membawa hasil. Pertahanan Viena cukup tangguh. Keringat mulai membasahi tubuhku. Sayup-sayup terdengar suara wanita itu dengan manja.“Ayo Sayang, beri aku kebahagiaan..!” permintaan ini menggugah rasa sayangku terhadapnya.Tanpa berpikir panjang, kutekankan pinggulku pelan-pelan tapi kuat.“Bleess..!” kepala senjataku terdorong masuk, bersamaan dengan itu terdengar suara, “Aaacckk.., tahan Mas..!”Gerakanku kuhentikan sejenak.
Dengan masuknya kepala zakar tersebut, usahaku tidak begitu berat lagi. Perlahan tapi pasti, batang zakarku yang besar terbenam ke lubang surganya. Tapi karena panjangnya belum seluruhnya dapat masuk. Batang zakarku masih tertinggal seperempat lagi di luar, walau kapala zakarku telah menyentuh mulut rahimnya. Dalam hatiku aku jangan setengah-setengah menyayangi wanita, maka batang senjataku yang masih tertinggal, kutekan hingga amblas semua.Erang tertahan keluar dari mulut Viena, “Aaacckk..!”Sejenak gerakan pinggulku kuhentihan, lalu kulanjutkan kembali.
Gerakan pinggulku yang maju mundur memberikan perasaan yang tak terbayangkan buat kami berdua. Erangan demi erangan tak henti-hentinya keluar dari mulut kami.“Aaacch.. oouucch..!” terdengar dari mulutku dan Viena.Remasan dan denyutan otot vagina Viena terasa erat sekali pada zakarku, pertanda dia mau orgasme. Gerakan maju mundurku kuhentihan, tapi pinggulku kutekan erat ke tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Viena mengejang kuat, “Aaacchh..!” lalu terhenti.
Sekarang gejala yang menimpa Viena mulai merasukiku. Perasaan mau ejakulasi mulai terasa. Cepat-cepat senjataku kucabut dari vaginanya, terus kumasukkan ke mulutnya.Lalu, “Ooouucckk..!” eranganku agak tertahan bersamaan muncratnya spermaku yang hangat di mulutnya.Kuperhatikan tak ada setetes pun spermaku tumpah. Semuanya habis ditelan wanita yang manis tersebut. Setelah permainan yang panjang dan melelahkan itu, aku berbaring telentang. Kuraih Viena ke pangkuanku, lalu kepalanya kubelai manja sebagai tanda kasihku terhadapnya.
15 menit sudah Viena terbaring di dadaku. Tubuhnya yang tadi lemas mulai segar. Salah satu pahanya yang menyentuh zakarku digesek-gesekkan, sehingga membuat benda kesayanganku itu terbangun. Kini wanita tersebut mulai mengambil inisiatif permainan. Tubuhnya yang indah dengan dua buah gunung yang mengantung gemulai telah berada di atasku. Dengan tangkas kedua gunung tersebut kuraih dan mempermainkannya.
“Ayo Sayang, lakukanlah apa yang kamu suka untukku..!” pintanya.Setelah itu terdengar desahan berat dari mulutnya yang sensual.
Remasan kedua tanganku terhenti saat Viena mengangkat pinggulnya, lalu duduk tepat di atas senjataku yang mengeras. Tangannya menjangkau dan menggenggam senjataku, lalu menuntunnya ke lubang surga miliknya.“Ooouuchh..!” ringisan keluar dari mulutnya saat benda yang besar dan gagah itu menyelinap di vaginanya.Selanjutnya dia mengerakkan pinggulnya naik turun berirama, dan sesekali membuat gerakan memutar sambil mengeluarkan desahan-desahan manja. Wanita yang cantik ini terlihat seolah-olah melampiaskan hasratnya yang selama ini terpendam.
Tiba-tiba Viena menghentikan gerakan pinggulnya. Vaginanya yang tadi meremas-remas erat senjataku kian bertambah erat genggamannya. Kini pinggulnya diturunkan sedikit demi sedikit hingga kepala zakarku menekan kuat di mulut rahimnya. Melihat gejala mau orgasme, dengan tangkas kurangkul tubuh molek tersebut, kemudian membaringkannya dalam keadaan kelamin kami saling berhubungan. Posisi Viena sekarang berada di bawah. Inisiatif menyerang sekarang berada di pihakku.
Tak berapa lama setelah gerakan maju mundur pinggulku, tubuh Viena nampak mengejang. Rangkulan pahanya ke pinggulku kian erat. Situasi ini tak kusia-siakan, gerakan pinggulku kuperlambat sambil membuat gerakan lembut tapi kuat ke pinggulnya. Setelah itu perasaan tak karuan mulai menimpa diriku.Zakarku mulai berdenyut mau memancarkan sperma, sampai akhirnya, “Acchh.. oouucch..!” terdegar lagi suara dari mulut kami berdua.Kemudian terasa genangan spermaku membanjiri mulut rahimnya.
“Terima kasih Mas..”Ucapan Viena kubalas dengan mengecup pipinya.
“Tok.., tok.., tok..” tiba-tiba bunyi ketokan pintu terdengar.Aku tersadar dari lamunanku lalu bergegas mengenakan pakaian seadanya.“Ada apa Viena..?”“Ini Bang, pakaian tidur buat Abang, tadi kelupaan menaruhnya di dalam kamar.”Melihat ada benjolan besar di selangkanganku Viena tersenyum.“Lagi melamun apa Bang..?” tanyanya usil.“Ach, nggak ada..” jawabku singkat.Wajahku sedikit merah mendegar pertanyaannya yang menggoda.Lalu dia berkata lagi, “Bang, kasian tuh Riani, kayaknya dia butuh teman buat bermain..”
Setelah itu, tahulah rekan pembaca apa yang terjadi antara kami berdua. Sejak kejadian itu hubunganku bertambah dekat dengan Viena.

Birahi Anak Kost

Birahi Anak Kost
Kisah ini bermula ketika aku mencari tempat kost di daerah sekitar kampus. Setelah sekian lama berputar-putar, akhirnya sampailah aku di suatu rumah. Lokasinya enak, sejuk dan rindang. Dalam hati aku menjadikan rumah ini sebagai kost cadangan seandainya aku tidak mendapatkan tempat kost. Setelah ngobrol dengan ibu kost tentang masalah harga, datanglah anak ibu kost yang nomor 3, namanya Mbak Desi (itu kuketahui setelah aku kost di situ). Pertama melihat Mbak Desi aku langsung bergetar, gila cantik sekali. Sempat terselip di benakku untuk berhubungan badan dengannya tapi perasaan itu langsung kusingkirkan sebab di depanku ada ibunya, jadi aku berpura-pura manis dan tersenyum pada Mbak Desi. Setelah sekian lama, akhirnya aku kost di situ. Dan hari-hariku kusempatkan mencuri perhatian ke Mbak Desi, tiap kali kupandangi dia makin kelihatan inner beauty-nya. Begitu cantik dan tidak bosan-bosan dipandang. Dan yang membuatku semangat untuk mengejarnya adalah dia juga memberi respon atas kerlingan-kerlingan mataku dan tingkahku. Walaupun dia sudah bersuami dan mempunyai anak satu, tapi keindahan tubuhnya masih kelihatan, ini terbayang dari baju tidur yang dia kenakan tiap pagi, tipis dan tembus pandang, jadi kalau Mbak Desi berjalan aku selalu ada saja acara untuk mengikutinya entah mandi, ke belakang atau entah apa saja yang dia lakukan. Dan sesekali kalau rumah sedang sepi, aku berjalan di belakangnya sambil mengocok batang kemaluanku yang selalu tegang bila melihat dia sambil berimajinasi berhubungan badan dengan Mbak Desi. Ini kulakukan beberapa kali, sampai suatu saat ketika aku sedang mengocok batang kemaluanku, tiba-tiba Mbak Desi berbalik dan berkata, “Entar kalau udah keluar di lap ya..” tentu saja aku jadi belingsatan, tapi aku cepat menguasai situasi, dengan berterus terang sama Mbak Desi, “Entar Mbak, tanggung nich..” dan aku pun makin mempercepat kocokanku dengan harapan aku semprotkan di perut Mbak Desi, sebab waktu itu Mbak Desi berbalik dan berhadap-hadapan denganku. Dan tanpa di sangka Mbak Desi membungkuk dan mengulum batang kemaluanku, tentu saja aku makin terangsang oleh sentuhan-sentuhan lidah Mbak Desi, tampak Mbak Desi mengulum dengan penuh nafsu diiringi oleh sedotan-sedotan dan gigitan kecilnya, sesaat kemudian kemaluanku mulai berdenyut dan makin menegang keras. “Terus Mbak.. oh.. oh.. oh.. enak Mbak..” bagaikan melayang di awan kepalaku mulai berkunang-kunang, dan Mbak Desi pun sepertinya tahu situasi saat itu, dia pun mulai mengocok dengan tangannya dengan irama cepat. “Ooh.. Mbak.. Mbak.. aku mau keluar Mbak.. oh.. oh.. oh.. sshh.. shh.. ah..” Crott.. croott.. keluarlah air maniku banyak sekali membasahi bibirnya berkilat-kilat diterpa sinar lampu dapur. Dan tanpa pikir panjang aku langsung mengulum bibirnya yang masih dipenuhi spermaku, sambil aku bergerilya di sepanjang dadanya, yang kira-kira berukuran 36. Setelah beberapa saat dia mulai mengendurkan ciumannya dan berkata, “Sekarang bukan waktunya Dik..” Kejadian di dapur itu selalu teringat olehku dan selalu menjadi imajinasiku. Hari berikutnya aku makin sering menggoda dia, tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu saat suaminya ada keperluan keluar kota, saat itulah yang kutunggu-tunggu untuk iseng mengajaknya jalan, dengan alasan ingin diantar ke Cihampelas membeli baju. Mbak Desi pun mau, jadilah aku keluar bersama dia. Di tengah perjalanan aku ngobrol dengannya, mengorek tentang rumah tangganya terutama masalah kehidupan seksualnya. Ternyata dia saat itu sedang suntuk di rumah dan ingin main keluar, langsung saja kusambut kesempatan itu, kuajak dia main ke daerah pegunungan di Lembang. Di sana dingin sekali, dan aku mulai memberanikan diri memegang tangan dan pahanya. Sambil menggodanya, “Mbak dingin-dingin gini enaknya apa ya..” kataku. “Ee.. apa ya..” katanya. “Kita sewa hotel aja yuuk.. Mbak Desi kedinginan nich..” katanya lagi. Sebuah permintaan yang membuatku deg-degan, langsung saja kubelokkan ke sebuah hotel yang kelas Rp 50.000-an, “Gimana Mbak, udah anget belum..” tanyaku di dalam kamar. “Anget gimana? tidak ada yang memeluk kok anget..” jawab dia. “Bener nich..” kataku. Langsung saja kudekati dia dan tanpa canggung lagi aku mulai mencium bibirnya, dan dia pun membalas, ternyata dia begitu mudah terangsang oleh ciumanku yang langsung kuteruskan dengan menjilati leher disertai dengan gigitan kecil. Aku pun mulai bergerilya dengan menelusupkan tanganku di balik kaosnya. Busyet, dia tidak memakai BH di payudara yang berukuran 36B. Aku buka kaosnya dan tampaklah sebuah gundukan 36B dengan puting yang merah kecoklatan. Begitu bersih dan putih tubuhnya, kujilati leher dan pelan-pelan turun ke dadanya. Mbak Desi pun melengus perlahan sambil mengacak-acak rambutku. Hingga sampai saat aku melingkar-lingkarkan lidahku di seputar puting susunya, dia makin keras melenguh, hal itu makin membuat nafsuku memuncak, “Iseep.. Dik.. iseepp.. teruss.. aahh..” Kusedot putingnya dan saking memuncaknya nafsuku, kugigit putingnya, dia semakin menggila mendesah-desah tak karuan. Perlahan-lahan aku memasukkan tanganku di balik celana jeansnya. Oh, begitu lembut bulu kemaluannya disertai dengan basahnya bibir kemaluannya. Kulepas baju dan celananya sampai keadaan telanjang bulat, begitu mulus tubuhnya, sejenak kupandangi tubuhnya dengan tertegun, lalu aku gantian melepas semua baju dan celanaku hingga kami berdua telanjang bulat tanpa selembar benang pun. Kugigit-gigit kecil dan jilati perutnya perlahan-lahan sambil terus turun ke arah pangkal pahanya, terus turun sampai ke telapak kaki kiri dan kanan. Kubalikkan badannya hingga dia tengkurap, lalu dari belakang leher kujilati perlahan-lahan sambil menggigit kecil dan turun, “Ohh.. Diikk.. terus Dikk.. oh.. oh.. enak Diikk..” erangan Mbak Desi disertai dengan belaian usapan telapak tangan lembutnya. Terus turun dari punggung ke arah pantat, sampai di pantat kugigit dia saking menahan nafsuku, dia pun meregang menjerit kecil. Lalu hingga tiba di daerah selangkangannya, kulihat kemaluannya merah dan basah berkilat-kilat oleh karena lendir birahi, pelan-pelan kujilati pinggiran kemaluannya dengan gerakan melingkar di pinggir kemaluannya. Aku pun mulai membuka bibir kemaluannya dengan kedua tanganku tampaklah klitorisnya yang sudah menegang berwarna merah. Perlahan-lahan kujilat klitorisnya pelan tapi pasti sambil kugerakkan naik turun sepanjang garis kemaluannya. Mbak Desi pun makin mengerang, menghempaskan badannya ke kiri dan ke kanan sambil sesekali menjambak rambutku disertai teriakan kecil. Beberapa saat kemudian Mbak Desi mulai mengejang dan bergetar sambil meringis menahan sesuatu, “Ahh.. ahh.. Dik.. aku keluuaar..” sambil menggigit bibirnya. Mbak Desi bangkit lalu mambalikkan badanku hingga aku pun terhempas telentang, dia mulai mencium bibirku, leher dan tibalah di daerah paling sensitifku, di kedua putingku, aku mulai mendesah ketika Mbak Desi menjilatinya, Mbak Desi tanggap akan hal itu, dia terus menjilatinya dan karena aku tidak tahan lagi kusuruh dia menggigitnya keras-keras. Aku pun blingsatan menahan nikmat tak terkira, makin keras gigitannya makin puas kurasakan. Di tengah kenikmatan itu tiba-tiba ada sesuatu yang merasuk dan menancap di kemaluannku, gila rasanya mau meletup dan pecah kepala ini merasakan kenikmatan itu, ternyata Mbak Desi sambil mengigit putingku dia memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. “Bless..” batang kemaluanku yang masih kering itu pun terbenam di belahan daging hangat dan basahnya. Aku sempat menggigit dada Mbak Desi karena kenikmatan itu. Perlahan-lahan Mbak Desi menggerakkan badannya naik turun, sedangkan aku hanya terpejam diam menikmati surga dunia itu, “Aah.. ah.. ah.. gila kau Mbak.. gila kamu.. ah.. Mbak pintar sekali.. enak Mbak.. oh.. terus.. ah.. ah..” aku mengerang kenikmatan. Mbak Desi yang terus menggoyang badannya membungkuk lalu menjilati dan menggigit putingku, satu gaya yang bisa membunuhku dengan kenikmatan, aku pasrah pada situasi. “Bunuh aku dengan tubuhmu Mbak..” kataku, Mbak Desi hanya tersenyum simpul. Mbak Desi tetap di atasku tapi posisi punggungnya membelakangiku, aku kurang sreg lalu kusuruh dia berbalik lagi, Mbak Desi berbalik lagi dan dia menyodorkan payudaranya ke arah mulutku, aku pun mulai menghisap dan mengulum sekuatku. Tiba-tiba tubuh Mbak Desi bergetar hebat sambil meremas kedua lenganku dan kadang-kadang mencakarku, dia keluar untuk kedua kalinya. Aku berhenti sebentar, supaya kondisi kemaluannya pulih kembali sebab dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Aku ganti di atas, perlahan-lahan kuarahkan kemaluanku ke depan bibir kemaluannya, sengaja tidak kumasukkan dulu tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung kepala kemaluanku ke klitorisnya, dia mulai mengerang lagi. Dengan perlahan kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang sudah basah oleh semprotan cairan Mbak Desi. “Bluess..” batang kemaluanku dengan gagahnya maju memasuki liang surga Mbak Desi. “Ooh.. Dik.. enak Dik.. oh.. terruus.. Dik.. ohh.. oohh..” sambil tangannya meremas kedua putingku. Aku semakin mempercepat goyangan, setelah beberapa lama keringatku pun membasahi dada Mbak Desi, butir demi butir laknat pun jatuh seiring dengan bertambahnya argo dosaku, tubuh kami berdua berkeringat hingga kami pun bermandi peluh. Justru hal itulah yang membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku menikmati hal itu, hingga perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang siap untuk meledakkan sesuatu, bergetar hebat. “Oh.. Mbak aku mau keluar.. Mbak.. oh.. aku mulai keluar Mbak.. Keluarin di mana Mbak.. dalem ya.. oh.. oh..” aku mengerang kenikmatan. “Keluarin di dalam aja Dik, Mbak juga sudah mulai keluar kok.. yah.. yah.. terus Dik.. dipercepat.. ya begitu.. oh.. oh terus Dik..” dengan menjerit Mbak Desi terlihat pasrah. “Ooh.. Mbak.. sekarang.. Mbak.. oh.. ah.. ahh.. sshh.. ah..” “Croot.. croott.. croott.. crett..” kusemburkan spermaku di dalam liang kemaluan Mbak Desi, begitu banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei. Aku menjatuhkan badan di sisi Mbak Desi dengan mengeluarkan kata-kata sumpah serapah, Mbak Desi bangun dan mengulum batang kemaluanku yang masih berlepotan spermaku, menjilat dan mengulumnya sampai bersih, rupanya dia menelan sisa-sisa sperma yang ada di batang kemaluanku, lalu terjatuh di sisiku juga. Kami berdua terengah-engah dengan nafas memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan tadi. “Thank’s Mbak..” kukecup kening dan pipinya sambil meremas payudaranya. “Ya aku puas dengan kamu Dik..” kata Mbak Desi. Akhirnya kami terus melakukan hubungan itu, di mana pun dan kapan pun, di dapur, di kamar mandi, di kamarku, di saat sepi. Hingga kini kami terhanyut oleh kenikmatan surga dunia yang tiada bosan-bosannya kami rasakan.

gadis arab

Gadis Arab
Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja.Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut. Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut.Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh.Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut.Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan permainannya.Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku.” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.“Anis, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Anis. Anis berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana.“Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku.Aku berjalan dan duduk didekat Anis. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.“Anis,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung.Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.“Panggil saja namaku, A…N…I…S, Anis,” katanya.kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anis berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Anis masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anis seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Anis tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe.Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab.Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku.“Ayolah Anis, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya.Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos.Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur. Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai.Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian.Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”.Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya. Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali. Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Anis kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom.Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya.Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini.15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku.“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”.Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.Semenit kemudian..“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik.Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis berguling ke samping setelah menarik napas panjang.“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro!“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng.Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya.“Hmmhh..,” ia bergumam.“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.“I want more, honey!” kataku.kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir vaginanya.“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.“Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya.Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Anis masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.“Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak.Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran. Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati.Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali.Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis. Kukembalikan kakinya pada posisi semula.Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”.Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.“Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!”“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan.Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur.Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua.Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara.Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami.Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Anis tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anis berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Anis, the arabian girl who has passion as like as Arabian horse

Gadis SMU

Gadis SMU
Halo, masih ingat dengan Leni teman kostku, dalam ceritaku yang kedua: Kenikmatan oral sex. Nah sejak kejadian tersebut, hampir tiap hari kami melakukan oral sex, sehingga kami bisa saling meneguk air surgawi lawan masing-masing. Setiap aku ereksi, aku selalu mencari kesempatan untuk main dengan Leni, sehingga spermaku tidak terbuang sia-sia karena selalu habis ditelannya, tentu saja aku juga selalu menyedot cairan cintanya.
Sayangnya kenikmatan tersebut cuma bertahan satu bulan, entah karena apa sehingga Leni harus pindah kuliah di kota kelahirannya. Waduh, penisku sangat sengsara, air maniku kembali terbuang sia-sia. Setiap malam ereksi terus selama beberapa jam, sampai susah tidur, mendambakan kocokan tangan dan bibir cewek.Sampai suatu hari, ketika sore pulang kerja, Mei-Mei temen kostku mau pinjam film dvd Lord of the Ring 2 milikku. Aku perbolehkan, tapi nanti malam saja, kataku kepadanya. Sebagai gambaran, Mei-Mei tuh anak SMU kelas 3, lumayan facenya, supel, rada kurus, tapi dadanya proporsional, kencang dan indah. Malamnya, aku tuh lupa mau pinjamin dia film, tapi malah nonton BF yang barusan kupinjam tadi siang dari temanku. Kubuka pakaianku sampai telanjang bulat, karena badanku jadi panas atas bawah karena BF. Dengan posisi duduk, kukocok pelan-pelan penisku yang sudah berdiri tegak, sambil nonton BF. Dalam film tersebut, diperlihatkan, cewek bule cakep sedang mengoral penis lawannya dengan sangat menggairahkan dan sangat menikmatinya, seperti makan ice cream.
Sedang asyik-asyiknya mengocok, tiba-tiba kamarku terbuka dan Mei-Mei, dengan sedikit berteriak “Mana filmnya? Ihh gila, ngapain Ko? Jorok banget”Kontan aku langsung terloncat dari dudukku sambil menutupi penisku yang berdiri, “Akh..aku aku..” kataku tergagap.Mei-Mei langsung masuk kamarku dan menguncinya, “Hayo, nonton BF kok sambil telanjang? Ngapain saja tuh?”Kataku “Akh, kegiatan rutin cowok kok”Lalu dengan cueknya dia juga akhirnya ikutan melihat film BF, sementara pinggang ke bawahku kututupi selimut. Tontonan BF saat itu yaitu 2 manusia berlawanan jenis sedang mengoral kelamin lawannya. Lalu Mei-Mei tanya padaku,”Ko, emang enak gituan? Kok mereka tidak jijik ya?”
Jawabku,”Kamu pernah terangsang belum? Masa belum pernah?”.“Pernahlah, aneh kamu Ko”, katanya.“Lalu rasanya seperti apa? Apakah kamu merasakan sensasi aneh dibagian-bagian tertentu tubuhmu? Pernah tidak masturbasi?”, tanyaku.“Ya ada rasa geli-gelinya, masturbasi? Maksa keluar sel telur wanita? Belum pernah tuh, sakit kan?”, jawabnya.“Gila, justru tidak sakit, tapi malah sangat nikmat, itulah salah satu hal yang paling nikmat di dunia, namanya sex! Apapun bentuknya, masturbasi, onani, oral, anal, senggama, dll.”“Lalu diantara semua kegiatan tadi, yang paling enak yang mana Ko?”“Ya, kalau dari urutan terbawah, masturbasi/onani karena sendirian melakukannya, lalu oral sex dan yang paling nikmat tiada tara adalah senggama”, jawabku dengan enteng.
“Aku yakin Ko Tedi pernah senggama kan? Ngaku aja deh!” protesnya.“Sayang sekali tebakanmu salah, justru belum pernah! Milikku hanya kuberikan untuk istriku kelak, yee!” balasku dengan bangga, “Tapi kalau oral sex sih pernah, dengan Leni.”“Hah? Dengan Ci Leni? Teman satu kost kan? Masa sih? Kapan? kok aku tidak pernah tahu, gila loe, lalu kamu ambil kesuciannya dan tidak tanggung jawab?”“Masa aku main dengan Leni harus omong sama kau? Lagipula dia sudah tidak perawan karena pernah senggama dengan pacarnya waktu SMA. Kami melakukannya atas sama-sama saling suka kok, kami tidak senggama lho, cuma oral sex. Hampir tiap hari kami melakukannya, enak lho, nikmat sekali, lagipula aman karena tidak merusak selaput dara cewek, nyesel deh kamu tidak pernah merasakannya,” godaku.“Emang bener nikmat? Serius nih tidak sakit atau selaput daraku, eh mak.. maksudku selaput dara tidak pecah?” tanyanya dengan malu karena salah ucap. Aku mengangguk mengiyakan, aku yakin sekali, Mei-Mei pasti mau diajak oral sex. Film BF yang kupause tadi lalu kuresume lagi. Melihat ekspresi wajahnya yang putih itu, kelihatan bahwa dia mulai terangsang, napasnya berat dan wajahnya memerah. Penisku yang setengah tegang, akhirnya jadi tegang lagi.
Kami dalam keadaan duduk saat itu. Kupeluk Mei-Mei dari belakang pelan-pelan lalu kugerai rambut yang menutupi pipi kanannya dan kudaratkan ciumanku di pipi kanannya. Mei-Mei masih tegang karena tidak pernah dipegang cowok. Apalagi penisku yang sudah ereksi dari tadi, menempel di pantatnya, walau pinggangku masih terlilit selimut. Kugenggam tangan kirinya dengan tangan kananku, tangan kiriku memeluknya, sementara bibirmu mulai menciumi pipi, leher, dan telinganya.“Ohh..sstt” desisnya. Aku cium bibirnya yang mungil, pelan saja dan dia mulai menanggapinya. Kupermainkan lidahku dengan lidahnya, sementara kuputar pelan-pelan tubuhnya sampai menghadapku (masih dalam keadaan duduk). Dengan cukup cepat, kuganti film BF tersebut, dengan lagu mp3 barat yang romantis. Kupeluk mesra dia, kedua tanganku mengelus-elus punggungnya dan terkadang kuremas lembut kedua pantatnya. Aku sangat suka pantat cewek, begitu menggairahkan, apalagi yang padat berisi, ingin rasanya meremas dan menciuminya. Penisku yang tegak lurus terkadang kugesekkan keperutnya. Bingung dia harus memperlakukan penis seperti apa. Langsung kubimbing tangannya untuk mengelus-elus dan mengurut seluruh bagian penis dan kedua bijinya. Memang kalau cewek yang pegang penis, sungguh berbeda jauh nikmatnya apalagi sudah beberapa minggu penisku ini mendambakan kocokan dan emutan cewek lagi.
Kurebahkan Mei-Mei pelan-pelan, bibirku semakin bergerilya di bibirnya, leher dan telinganya.“Ohh, sst..” desahnya, yang semakin membuatku bernafsu. Dengan bibirku yang tetap aktif, tangan kananku mulai menelusuri badannya, kuelus-elus pundaknya, lalu turun ke dada kanannya. Kuraba pelan, lalu mulai remasan-remasan kecil, dia mulai menggeliat (geliatnya sangat sexy). Wah gila, kenyal dan kencang, semakin kuperlama remasanku, dengan sekali-kali kuraba perutnya. Tanganku mulai masuk didalam bajunya, mengelus perutnya dan Mei-Mei kegelian. Tanganku yang masih di dalam bajunya, mulai naik kedadanya dan meremas kedua gunung kembarnya, jariku keselipkan dibranya agar menjangkau putingnya untuk kupermainkan. Mei-Mei mulai sering medesah,“Sst.. ahh.. ohh” Karena branya sedikit kencang dan mengganggu aktivitas remasanku, maka tanganku kulingkarkan ke belakang punggungnya.
Kait branya kubuka, sehingga longgarlah segel 2 bukit kembar itu. Bajunya kusingkap keatas, wah indah sekali dadanya, putih mulus, kedua putingnya mencuat mengeras ingin dijilati. Sudah saatnya nih beraksi si lidah. Kujilati, kusedot-sedot, kucubit, kupelintir kecil kedua putingnya. Mei-Mei mulai meracau tidak karuan manahan nikmatnya permainan bibirku di kedua dadanya. Kubuka baju dan branya sehingga tubuh atasnya bugil semua. Tubuhnya yang putih, dua bukit ranum dengan 2 puting mencuat indah, wajahnya memerah, keringat mengalir, ditambah desahan-desahan yang menggairahkan, sungguh pemandangan yang tidak boleh disia-siakan. Kuciumi bibirnya lagi, dengan kedua tanganku yang sudah bebas bergerilya di kedua bongkahan dadanya. Nafas kami menderu menyatu, mendesah, ruangan kamarku menjadi semakin hangat saja.
Dengan adanya lagu yang sedang mengalun rada keras, kami memberanikan diri mendesah lebih keras. Kuciumi dan kujilati badannya, mulai dari lengan atas, naik ke pundak dan leher, turun ke dadanya. Sengaja kujilati bongkahan dadanya berlama-lama tanpa menyentuh putingnya, kupermainkan lidahku disekitar putingnya. Tiba-tiba lidahku menempel ke puting kanannya dan kugetarkan cepat, tangan kiriku mencubit-cubit puting kirinya, Mei-Mei semakin kelojotan menahan geli-geli nikmat. Enak sekali menikmati bukit kembar cewek, inginnya nyusu terus deh. Tangan kananku mulai merayap ke pahanya, kuelus naik turun, terkadang sengaja menyentuh pangkal pahanya.
Terakhir kali, tanganku merayap ke pangkal paha, dengan satu jariku, kugesek-gesekkan ke vaginanya yang ternyata sudah basah sampai membekas keluar di celana pendeknya. Kedua kakinya langsung merapat menahan geli. Tanganku mengelus pahanya dan membukanya, menjalar ke kemaluannya, lalu semua jariku mulai menggosokkan naik turun ke bukit kemaluannya.“Ah gila..uhh hmm”, geliatnya sambil meremas bantalku. Kulumat bibirnya, tanganku mulai menyusup kedalam celananya, menguak CD-nya, meraba vaginanya. Mei-Mei semakin terangsang, dengan desisan pelan serta gelinjang-gelinjang birahi. Tak lama kemudian dia mendesis panjang dan mengejang, lalu vaginanya berdenyut-denyut seperti denyutan penis kalau melepas mani. Mei-Mei lalu menarik nafas panjang. Basah mengkilap semua jariku, mungkin tidak pernah terasang seperti ini, lalu kujilat sampai kering“Lebih enak dan gurih, perawan mungkin memang paling enak,” kata hatiku.
“Koko nakal, ” katanya sambil memelukku erat. Sudah saatnya penisku dipuaskan. Kucium bibirnya lembut, kubimbing lagi tangannya untuk meremas dan mengurut penisku. Gantian aku yang melenguh dan mendesis, menahan nikmat. Posisiku berbaring di bawah dan Mei-Mei mulai menyerbu tubuhku sambil tetap memijat penisku, mencium dan menjilat dadaku, putingku, perutku dan akhirnya sampai tepat didepan tonjolan penisku. Mei-Mei lalu membuka balutan selimut yang melingkari pinggangku, dan penisku melompat keluar. Kaget dan tertawa tertahan Mei-Mei melihat penisku.“Ih lucu deh, gemes aku jadinya, harus digimanain lagi nih Ko?”, tanyanya bingung sambil tetap mengelus-elus batang kejantananku. Terlihat disekitar ujung penisku sudah basah mengeluarkan cairan bening karena ereksi dari tadi.“Ya diurut-urut naik turun gitu, sambil dijilat seperti menikmati es krim” sahutku. Ditimang-timangnya penisku, dengan malu-malu lalu dijilati penisku, ekspresi wajahnya seperti anak kecil.
Mulai dimasukkan penisku ke mulutnya dan “Ahh Mei, jangan kena gigi, rada sakit tuh, ok sayang?”“Hmm, ho oh”, mengiyakan sambil tetap mengulum penisku. Nah begini baru enak, walaupun masih amatir.“Yess..” desahku menahan nikmat, terlihat semakin cepat gerakan naik turun kepalanya.“Ko, bolanya juga?” tanyanya lagi sambil menunjuk ke zakarku.“Iya dong sayang, semuanya deh, tapi jangan kena gigi lho”.Dijilati dan diemutnya zakarku, setiap jengkal kemaluanku tidak luput dari jilatannya, hingga kemaluanku basah kuyup.“Ahh..ohh..yes..” desahku dengan semakin menekan-nekan kepalanya. Dimasukkannya batangku pelan-pelan ke mulutnya yang mungil sampai menyentuh tenggorokannya, penisku dikulum-kulum, divariasikan permainan lidahnya dan aku semakin menggeliat. Terkadang dia juga menjilati lubang kencingku, diujung kepala penis, sehingga aku hampir melompat menahan nikmat dan geli yang mendadak.“Nah, ketahuan sekarang!” katanya sambil melirik padaku dengan tatapan nakalnya. Diulanginya perbuatan tadi dengan sengaja sampai aku berontak liar ke kiri kanan karena geli sekali.“Jangan Mei, jangan diterus lagi di sana, aku tidak kuat”, kataku sambil ngos-ngosan, “Itu kepala penis juga daerah sangat sensitif lho,” lanjutku untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak diserang lubang kencingku terus.
Dilanjutkannya lagi kocokan ke penisku dengan mulutnya. Pelan-pelan kubelai rambutnya dan aku mengikuti permainan lidah Mei-Mei, kugoyangkan pantatku searah. Enak sekali permainan bibir dan lidahnya, Mei-Mei sudah mulai terbiasa dengan kejantanan cowok.Akhirnya, badanku mulai mengejang, “Mei, aku mau keluar.. ohh ahh..” dan sengaja dipercepat kocokan penisku dengan tangannya.Croott crot crot creet.. air maniku berhamburan keluar banyak sekali, sebagian kena wajahnya, ada yang muncrat sampai monitorku, dan sebagian lagi meluber di tangan Mei-Mei dan penisku. Mei-Mei sempat terpesona melihat pemandangan menakjubkan itu.“Wow, kok bisa ya Ko? Rasanya seperti apa ya?”Lalu dia menjilat air maniku yang meluber di penisku.“Asin dan gurih, enak juga ya Ko?”, katanya sambil menelan semua spermaku sampai habis bersih dan kinclong.“Sperma baik lho untuk cewek, bisa menghaluskan kulit, obat awet muda dan menambah stamina dan tenagamu”, jelasku padanya.“Wah, kalau gitu koko sayang, tiap hari Mei-Mei bolehkan meminumnya?” tanyanya mesra sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.“Tentu saja sangat boleh sayangku,” sahutku.
Badanku menindih badannya, bibirnya mencium bibirku, kurasakan dia mulai terangsang lagi. Kuremas-remas dadanya yang sudah menunggu dari tadi untuk dinikmati lagi. Kuraba-raba lagi vagina si Mei-Mei, pinggangnya menggeliat menahan nikmat sekaligus geli yang demikian hebat sampai pahanya merapat lagi. Kupelorotkan celana pendeknya, sengaja tidak dengan CD-nya, karena aku ingin melihat pemandangan indah dulu. Wow, CD-nya pink tipis berenda dan mungil, sehingga dalam keadaan normal kelihatan jelas bulu-bulunya.
Lalu kujilati kedua pahanya dari bawah sampai ke pangkalnya, lalu kucium aroma lembab vaginanya, oh sungguh memabukkan, membuat laki-laki manapun semakin bernafsu. Kujilat sekitar pangkal paha tanpa mengenai vaginanya, yang membuat Mei-Mei semakin penasaran saja. Kupelorotkan CD-nya pelan-pelan sambil menikmati aroma khas vaginanya, lalu kujilat CD bagian dalam yang membungkus kemaluannya. Sesaat aku terpesona melihat vaginanya, bulunya yang tertata rapi tapi pendek-pendek, bibirnya yang gundul mengkilap terlihat jelas dan rapat, di tengah-tengahnya tersembul daging kecil.
Vagina yang masih suci ini semakin membuatku bergelora, penisku mulai berontak lagi minta dipijat Mei-Mei. Mulutku sudah tidak sabaran untuk menikmati sajian paling lezat itu, lidahku mulai bergerilya lagi. Pertama kujilati bulu-bulu halusnya, rintihan Mei-Mei terdengar lagi. Terbukti titik lemah Mei-Mei ada di vaginanya, begitu dia menggerakkan pantatnya, dengan antusias lidahku menari bergerak bebas di dalam vaginanya yang sempit (masih aman karena selaput dara berada lebih ke dalam).
Begitu sampai di klitorisnya (yang sebesar kacang kedelai), langsung kukulum tanpa ampun“Akhh.. sstt.. ampun enaknya.. stt” racaunya sambil menggeleng-geleng kepalanya menahan serbuan kenikmatan yang menggila dari lidahku. Dengan gerakan halus, kuusap-usap klitorisnya dan dia makin kelojotan dan tidak begitu lama terjadi kontraksi di vaginanya. Aku tau Mei-Mei akan klimaks lagi, makin kupercepat permainan lidahku. Kemudian diraihnya bantalku dan ditutupnya ke mulutnya, dan dia menjerit sambil badannya meregang. Mengalirlah dengan deras cairan cintanya itu, tentu saja yang telah kutunggu-tunggu itu. Kujilati semua cairan yang ada sampai vaginanya mengkilap bersih, nyam nyam segarnya, enak sekali.
Beberapa saat, kubiarkan Mei-Mei istirahat sambil mengatur napas. Kuhangati badannya, kupeluk erat (sambi menggesek gesekkan penisku yang sudah ereksi lagi dari tadi ke bibir vaginanya), dan kupeluk erat dengan mesra, kukecup keningnya, dan kedua pipinya. Sambil memandangku, wajahnya tersenyum bahagia sekali, baru kali ini dia merasakan nikmat begitu dasyat, sampai lemas sekujur tubuhnya. Setelah nafasnya mulai normal, kuciumi bibirnya dengan lembut.“Nikmat sekali kan say? Ingin lagi? Masih kuat kan?” kataku dengan mencium bibirnya lagi (aku memang suka ciuman).“Lho masih bisa lagi toh?” tanyanya sambil mengharapkan jawaban iya dariku. Kucium rada lama bibirnya dengan lembut.“Iya dong, selama kita masih kuat, kenapa nggak?” balasku sambil masih menggesekan penisku ke vaginanya.
“Oh..hmm..” desahnya.Sekarang show time untuk posisi 69. Dengan badanku di atas, kepalaku ke gundukan kemaluannya dan penisku kuarahkan ke mulutnya. Sergap sekali dia menangkap penisku dengan bibirnya. Langsung dijilati penisku tanpa dikulumnya, seperti tadi dia menghisap bijiku dan bahkan sampai lubang pantatku dijilatinya. Aku menahan nikmat sambil tak mau kalah untuk menggempur habis vaginanya. Kusapu habis seluruh vaginanya dengan lidah dan bibirku, kubuka vaginanya sedikit, lalu kumasukkan lidahku di sana sambil menggetar-getarkannya. Reaksi Mei-Mei pun langsung menjepit kepalaku, berhenti sesaat mengulum penisku menikmati serangan lidahku. Mei-Mei dengan sengaja juga menyerang kepala penisku, dinaik turunkan mulutnya disekitar kepala penisku sambil sesekali lidahnya sengaja menjilati lubang kencingku.“Gila nikmatnya..uhh..ahh..” rintihku. Kami mulai seirama bergoyang badan bersama. Aku mulai merasakan bahwa vagina Mei-Mei mulai mengejang, sementara penisku belum mau keluar.
Lalu kuhentikan sementara, memandang dengan takjub lubang kemaluannya dan menghirup aroma khas wanitanya.Mei-Mei protes, “Uhh..Ko kok dihentikan, mau keluar nih.”Jawabku,”Jangan dulu sayang, mau kan kita keluar bersama-sama? Lebih nikmat lho, ok?”Dipercepat kocokan mulutnya di batangku, sementara aku meremas-remas pantatnya. Mulai nih terasa panas penisku, dan kuterkam lagi vaginanya tanpa ampun. Semakin cepat aku melahap vaginanya, makin cepat pula kocokkannya. Aduh duh enaknya, kami sama-sama mendesah, merintih dan pada akhirnya badan kami tegang dan lidahku sudah bersiap-siap di depan vaginanya untuk menampung semua cairannya, sedangkan Mei-Mei mengeluarkan penisku dari emutannya dan mengocoknya dengan tangannya.
“Aah.. oh.. yes.. croot.. crot..”Badan kami sesaat seperti tersetrum listrik kenikmatan yang tiada taranya. Banyak sekali cairan cinta yang dikeluarkan vaginanya dan tentu saja harus habis kujilati, tanganku masih tetap meremas-remas bongkahan pantatnya. Air maniku bermuncratan di wajah, leher dan dadanya Mei-Mei. Dikulum dan diurutnya penisku dari pangkal sampai kepala penis sampai yakin air maniku habis, lalu diambilnya ceceran spermaku di tubuhnya untuk ditelan. Aku membantunya, dengan menjilati badannya yang terkena siraman spermaku lalu kuberikan ke bibirnya agar ditelan olehnya.
Setelah habis semua, kupeluk mesra dan kucumbu dia, kunikmati setiap jengkal tubuhnya dengan tanganku.“Sayang, kamu mau kan tidur denganku malam ini? Besok kan minggu.” tanyaku lalu mencium bibirnya yang lembut itu. Mei-Mei cuma mengangguk tanpa melepaskan bibirku. Malam itu kami tidur bersama dengan masih tetap telanjang bulat, sambil kudekap erat tubuhnya.
Keesokan paginya sekitar jam 5.30-an, seperti biasa penisku selalu ereksi. Mei-Mei sudah bangun duluan sebelum aku, dan kurasakan kocokan-kocokan nikmat di penisku. Aku yang masih ngantuk, jadi tidak bisa berkonsentrasi apalagi aku mencium aroma khas kewanitaannya, sehingga gairahku meningkat cepat. Ternyata Mei-Mei sudah dengan posisi 69, mengoral penisku yang selalu ereksi tiap pagi. Pantas saja vaginanya di depan hidungku, makanya baunya lezat sekali, pagi-pagi sudah diberi suguhan yang menaikkan gairah laki-laki. Aku membutuhkan sesuatu yang segar dan enak untuk membasahi tenggorokanku di pagi hari. Vaginanya yang sudah lembab itu, langsung kujilati dengan ganas. Tanganku memilin-milin putingnya dan dia semakin meningkatkan kecepatan mulutnya. Yes.. pagi-pagi, dua kemaluan sudah berolahraga, walaupun cuma oral sex, tapi nikmatnya luar biasa. Aku tau kalau aku akan klimaks, karena itu, goyangan lidahku pun harus sering menggapai sasarannya yaitu klitorisnya yang indah.Dan..Ahh.. oohh.. crott..Penisku mengeluarkan lahar panasnya dan vaginanya pun membanjir. Sekali lagi kami berdua saling membersihkan kemaluan lawan masing-masing dari banjir cairan kenikmatan. Lalu kupeluk dan kucium dia dan kami melanjutkan tidur sampai jam 10-an.
Sejak saat itu, hampir tiap malam atau sore, kami sering melakukan oral sex sampai berlanjut tidur telanjang bersama melepas kenikmatan dengan menghangati badan. Terutama pada saat menjelang Ebtanas, untuk menambah kesehatan, stamina dan pikirannya, tiap sore dan malam, Mei-Mei pasti meminum air maniku. Dan hasil ujiannya pun bagus, kami sama-sama senang dan merayakannya dengan oral sex sepanjang hari.
Kelak kalau aku punya istri, kami akan sering olahraga agar tubuh tetap bugar, fit, bentuk badan tetap terjaga. Tentu saja juga harus minum air maniku tiap beberapa hari sekali agar awet muda, bergairah dan kulitnya senantiasa halus mulus terpelihara.

Jumat, 2009 Januari 09

Paha Bu Guru Pancasila

Namaku Arif, ini adalah kisah yang baru saja aku alami. Aku adalah siswa dari salah satu SMA negeri terkenal. Saat ini aku duduk di kelas tiga jurusan IPS. Memasuki tahun 2007 berarti persiapan buatku untk lebih serius belajar menghadapi ujian akhir. Aku tahu aku tidak begitu pintar, maka itu aku selalu mencari cara agar guru-guru bisa membantuku dengan nilai. Cara yang aku gunakan adalah selalu mengajukan diri untuk menjadi kordinator pelajaran di sekolah.
Pengalaman menjadi kordinator di kelas tiga inilah yang membawa diriku ke pengalaman yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup. Awalnya aku biasa-biasa saja ketika mendengar aku dipilih menjadi koordinator pelajaran Pendidikan Pancasila. Namun lama-lama aku senang karena ternyata bu Mumum lah yang kembali mengajar kelasku. Ya, bu Mumum adalah guru pancasila saat aku kelas 2. Di kelas 2, bu Mumum sering jadi bahan bisik-bisik teman-teman laki2 ku. Bagaimana tidak, di kelasku itu, meja guru yang menghadap ke arah murid-murid, di depannya biasanya khan tertutup, sehingga kaki guru tidak terlihat dari arah murid, nah, di kelasku mejanya depannya tidak tertutup, jadi setiap guru yang duduk selalu kelihatan kaki dan posisi duduknya. Diantara semua guru, bu Yosi, bu Rahma, bu Tati dan sebagainya, mereka semua sadar akan keadaan meja itu dan sadar bagaimana harus duduk di kursi itu, hanya bu Mumum mutmainah lah yang tidak sadar. Beliau selalu mngajar sambil duduk dan memberikan pelajaran mengenai moral pancasila. Bu Mumum tidak sadar, jika ia duduk selalu agak mengangkang dan hampir setiap dia mengajar anak-anak cowo selalu memaksa duduk di depan supaya bisa lebih jelas melihat paha bu Mumum dan celana dalamnya yang berwarna krem.
Banyak teman-teman yang diam-diam mengambil foto selangkangan bu Mumum dari bawah meja dengan Handphone, namun hasilnya selalu tidak memuaskan karena gelap. Aku pun termasuk salah seorang dari mereka yang selalu horny lihat paha bu Mumum. Bu Mumum berusia 23 tahun, dari logat bicaranya, beliau orang sunda. Kulitnya putih dan kemerahan. Semakin dia tidak memakai make-up, semakin nafsu teman-temanku melihatnya. Karena kulitnya menjadi agak mengkilat.
Kembali ke ceritaku, aku pun semakin sering berkomunikasi dengan bu Mumum. Dan aku mencari cara agar aku bisa menarik perhatiannya. Sisi positifnya membuat aku terpaksa membaca-baca hal-hal soal moral dan pancasila dan berusaha mencari-cari pertanyaan untuk sekedar aku tanyakan kepada bu Mumum. Ini supaya bisa menjadi alasan untukku lebih dekat dengannya. Jika berbicara lebih dekat dengan bu Mumum, aku lihat dari dekat kulitnya yang putih agak berbintik kemerahan dan keriput sedikit disana sini. Pantas saja bu Mumum selalu memakai bedak karena kulitnya akan mengkilat dan berminyak jika polos. Namun semakin membuatku bernafsu, karena pikiran ku udah terkotori dengan pengalaman saat kelas dua.
Semaksimal mungkin kubukat bu Mumum berpikiran bahwa aku adalah siswa yang sangat tertarik dengan apa yang ia ajarkan, walaupun sebenarnya tujuanku adalah dekat dengan dirinya.Suatu hari aku bertanya apakah aku boleh meminjam beberapa buku mengenai nasionalisme yang sering bu Mumum ceritakan padaku. Bu Mumum bilang boleh saja, kalau mau ke rumah. Yes! akhirnya berhasil strategiku. Bu Mumum memberikan alamat rumahnya yang berada di Perumnas dekat SMA tiga di kotaku. Malamnya aku tidak bisa tidur, mengatur rencana seperti apa nanti kalau aku di rumah bu Mumum, mudah-mudahan suaminya belum pulang. Besok aku akan ke rumah bu Mumum sepulang sekolah, kudengar suami bu Mumum PNS di departemen pendidikan daerah, mudah-mudahan suaminya belum pulang sekitar jam dua sampai jam empat.
Esoknya sepulang sekolah aku langsung ke rumah bu Mumum. Tak disangka, saat aku sedang menyetop angkot untuk pergi ke rumah bu Mumum, ternyata bu Mumum juga tengah menunggu angkot.“Eh, Rif, mo krumah ibu? ya sudah bareng saja”, aku senang sekali aku bisa pergi sama bu Mumum. Aku duduk bersebelahan bu Mumum di kursi depan angkot. Ooh, pahaku bersentuhan dengan pahanya yang mulus, aku takut ketahuan kalau penisku sudah mulai mengeras, maka aku tutupi dengan tasku. Sepanjang perjalanan bu Mumum cerita tentang keluarganya dan terkadang sedikit menanyakan tentang keluargaku. Aku berbohong bahwa aku sudah lama tidak mendapat kasih sayang seorang ibu, karena aku hidup terpisah, lalu aku bilang senang karena aku merasa bisa mendapatkan kenyamanan jika berbicara dan ngobrol dengan bu Mumum, rasanya bu Mumum sudah kuanggap ibu sendiri. Bu Mumum terharu dan Memegang tanganku!! Kata beliau, beliau senang mendengarnya lagian menurutnya aku anak yang baik. Dalam benakku, ya, aku memang anak “baik”, yang siap menikmati tubuh ibu. Aduh penisku sampai keluar pelumas saat itu, basah sekali.
Dua puluh menit kemudian, sampailah kami di rumah beliau. Ternyata dugaanku benar, tidak ada seorangpun di rumah beliau. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu. Bu Mumum bilang tunggu sebentar untuk ganti baju. Ganti baju??! dalam benakku aduh ingin sekali aku mengintip beliau ganti baju. Aku deg-degan, mataku mengarah kemana bu Mumum pergi. Beberapa menit bu Mumum keluar. Masih memakai baju gurnya sambil membawa buku. Yah, ternyata hari itu belum waktunya untukku, tapi ini adalah awal dari pengalaman yang sebenarnya.
Sejak itu aku jadi sering ke rmah bu Mumum dan kenal dengan keluarganya. Akhirnya puncak pegalaman ini, saat aku pura-pura menangis sedih frustasi akibat ayahku mau menikah lagi dan aku tidak setuju, karena itu ayahku mengusirku dan tidak boleh pulang ke rumah. Tentu saja ceritanya aku karang sendiri. Bu Mumum sangat bersimpati padaku, saat aku cerita panjang lebar di rumahnya tidak ada siapa-siapa, bu Mumum saat itu memakai daster dan tanpa make-up duduk disebelaku sambil memegang pundakku. Aku menangis pura-pura, bu Mumum menenangkan ku dengan memelukku.
Mmh, aku menyentuh pinggiran payudara bu Mumum. Akhirnya aku mencium aroma tubuhnya. Aku mempererat pelukanku dan kepalaku aku sandarkan di leher bu Mumum. aku bisa menghirup aroma lehernya. Bu Mumum memelukku erat pula. Secara nekat kuberanikan diriku untuk mencium pipi bu Mumum secara lembut. Dan bilang kalau aku minta maaf tapi aku merasa cuma bisa tenang jika dekat ibu Mumum. Bu Mumum bilang tidak apa-apa. Aku pun memberanikan mencium pipinya lagi, tapi kali ini lebih dekat ke pinggiran bibir, cukup lama kutempelkan bibirku di pinggiran bibirnya. Bu Mumum diam saja sambil terus memelukku dan mengelus-elus punggunggu sambil menenangkan. Apakah bu Mumum terasa bahwa penisku yang sudah menegang kutempelkan di pahanya. Ku coba menggesek-gesekkan perlahan penisku ke paha bu Mumum. Bu Mumum tahu. Namun beliau diam saja. Aku pegang pipi beliau, tentunya air mataku masih mengalir, sambil aku lekatkan bibirku dengan bibirnya sambil berkata “Ibu…”, bibir bu Mumum tidak terbuka, beliau tetap diam, walaupun bibirku bergerak-gerak mencium bibirnya. Berbarengan dengan itu, aku tekan dan gesekkan terus penisku yang sudah basah ke paha bu Mumum. Kami berdua duduk di sofa. Bu Mumum tahu aku sedang apa dan beliau diam saja, mebiarkan ku beronani dengan menggunakan paha dan bibirnya sebagai media masturbasiku. Aku gesek-gesekkan terus dan terus, bu Mumun tampaknya memejamkan mata dan tidak berkata apa-apa. OOh pembaca, wajahnya aku ciumi, nafasnya aku hirup, dan pahanya yang besar dan lembut aku tekan-telan dengan penis, gesek terus.. Ooh..terus… Dan akhirnya ouuhh.. Cepat sekali aku ejakulasi.
Aku pun lemas sambil memeluk ibu Mumum yang hampir posisinya setengah tertidur di sofa akibat aku tekan terus. Bu Mumum pelan-pelan bilang, “udah..? hm?”, kata bu Mumum pelan dan terdengar sayang sekali denganku. Aku minta maaf sekali lagi dan bu Mumum bilang ia mengerti.
Tentunya setelah kejadian itu, aku semakin dekat dengan ibu, sampai detik ini.. Suaminya dan teman-temanku tidak tahu hubungan kami. Walaupun aku belum sampai berhubungan seks dengan bu Mumum, namun bu Mumum selalu tahu dan bersedia menjadi media onaniku, dengan syarat pakaian kami masih kami kenakan, bu Mumum hanya menyediakan pahanya dan memperbolehkan aku menindihnya dan menekan-nekan penisku ke paha dekat selangkangannya sampai aku dapat klimaks. Maka itu, aku selalu membawa celana dalam cadangan saat aku bilang ke bu Mumum kalau aku ingin ke rumah ibu Mumum. Bu Mumum, arif sayang sama ibu. Biarlah arif tidak berhubungan seks dengan ibu tapi adanya ibu cukup membuat Arif bahagia. Bisa klimaks di atas tubuh ibu dan mencium bibir ibu…

Bercinta dengan Istri Orang

Sebelum memulai ceritaku, aku akan memberikan sedikit gambaran mengenai diriku. Namaku adalah Ivan, bekerja sebagai karyawan swasta asing di kawasan Sudirman, Jakarta. Aku adalah seorang pria berusia 29 tahun, aku keturunan chinese, wajahku lumayan ganteng, kulitku putih bersih. Tinggiku 165 cm dan berat badanku 70 kg, sedikit kumis menghiasi bibirku. Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku wanita ini sangat menarik, apalagi jika ‘jam terbangnya‘ sudah tinggi, sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa ‘full body massage‘. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi berapapun kuterima. Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita menelponku. “Hallo dengan Ivan?” suara merdu terdengar dari sana. “Ya saya sendiri” jawabku. Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, “Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?” katanya. “Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm.” jawabku. “Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya,” lanjutnya. “Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech..” jawabku. Dan yang agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman baru buatku. Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah hotel “R” berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku. Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih dari 40 tahun membukakan pintu untukku. “Ivan?” katanya. “Ya saya Ivan,” jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang orang menyentuh istrinya, pikirku. “OK, masuklah” katanya. Kamar itu begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV berukuran 52″ sedang memperlihatkan blue film. Lalu aku memandang ke arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari 30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. “Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna” katanya lembut. Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan menahan liurku, ketika dia berkata “Lho kok bingung sich”. “Akh enggak..” kataku sambil membalas salamnya. “Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi,” katanya. “Oke tunggu yach sebentar,” jawabku sambil melangkah ke kamar mandi. Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana pendek dan kaos. Aku melangkah keluar, “Yuk kita mulai,” katanya. Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, “Boleh aku lepaskan pakaianku?”, dia tertawa kecil dan menjawab, “terserah kau saja..”. Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, “Ahk.. ehm..” dan segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. “Kamu cantik sekali Donna” kataku lirih. Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya, ah.. betapa beruntungnya aku ini. “Ah kamu bisa saja,” kata Donna. Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan. “Yaa aammpuunn..” bisikku lirih tanpa sadar, “Ia benar-benar sempurna” kataku dalam hati. “Van..” bisik Tante Donna di telingaku. Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku. “Van.. mulailah sayang..” bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya, terasa manis. Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku. “Apa yang dapat kau lakukan untukku Van..” bisiknya lirih setengah kelihatan malu. Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik, “Tante pasti tahu apa yang akan Ivan lakukan.. Ivan akan puaskan Tante sayang..” bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu. Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik bed cover. “Oouuhh..” Tante Donna mengeluh lirih. Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. ooh.., terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku. Batang kejantananku terasa semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna. Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu. “Ohh apa yang akan kau lakukan.. akh..” tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin bawah dan.., “Nyam-nyam..” nikmat sekali kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku. Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creep..” ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu. “Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. “Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ivan..” lirih Tante Donna. Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan. “Aahh.. sayang.. Tante suka yang itu yaahh.. sedoot lagi dong sayang oogghh,” ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini. Lima menit kemudian.. “Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga,” katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya. “Ahh.. baiklah Tante, sekarang giliran Tante,” lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata. “Okh Van.. indah sekali punyamu ini..” katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu. “Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di.. aah mm.. nggmm,” belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan, “Croop..” langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras. “Aduuh enaak.. oohh enaknya Tante oohh..” sementara ia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya, “Mm.. hmm..” hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya. “Crop..” ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya. “Aoouuhh.. Tante nggak tahan lagi sayang ampuun.. Vann.. hh masukin sekarang juga, ayoo..” pintanya sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan, “Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali sayang, oohh..” ia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris. Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima. Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang senggama. “Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Vann.. ooh,” desah Tante Donna. “Yaahh enaak juga Tante.. oohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, oohh enaakk.. oohh Tante oohh..” kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali. Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku. Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, “Vann.. aahh aku nngaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh..” “Taahaan Tante.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya Tante.. tahan dulu .. jangan keluarin dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. “Ooo.. ngg.. aahh.. sayang sayang.. sayang.. ooh enaak.. Tante kelauaar.. oohh.. oohh..” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku. Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan Tante Donna. “Aaakhh.. enakk!” desah Tante Donna sedikit teriak. “Tante.. saya mau keluar nich.. eesshh..” desahku pada Tante Donna. “Keluarkanlah sayang.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah. “Uuugghh.. aaggh.. eenak Tante..” teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante Donna. “Hemm.. hemm..” suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas kimononya. “Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku kau boleh meninggalkan kami sekarang,” katanya seraya memberikan segepok uang padaku. Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar. Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah kecupan kecil, katanya “Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku, karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia melakukannya.” “Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja,” jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar. “Akh.. betapa beruntungnya aku dapat ‘order‘ melayani wanita seperti Tante Donna,” pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya. Demikianlah sekelumit kisahku, apabila ada diantara pembaca yang juga membutuhkanku, seperti ciri-ciri wanita yang sangat kusukai, yaitu berusia 30-35 tahun. Silakan hubungi aku via e-mail.

Polisi muda

Aku tinggal di kompleks perumahan elit di Yogyakarta. Suamiku termasuk uhrgorang yang selalu sibuk. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejaksaarcqjwn Yogyakarta tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Usiaku sudah 23 [17tahun2.com] tahun selisih tiga tahun lebih tua suamiku. Tinggi 158 cm dan berat 50 [17tahun2.com] kg, orang-orang bilang tubuhku bagus, tapi menuruntuku biasa–biasa ssikqxaja. Aku punya dua putra, anak pertama kelas tiga SMP dan anak kedua kebpftkvlas satu SMP. Sebut saja namaku Ina (bukan nama sebenarnya).Aku melak [17tahun2.com] ukan kesalahan yang sangat fatal dalam hidup ini karena aku telah berseahmbllingkuh dengan seseorang yang aku belum begitu mengenalnya.Singkat cewsbkylrita, kejadian ini pada tanggal enam Maret 2008, dimana waktu itu aku bjmpqaerkunjung kekantor suamiku setelah aku pulang dari mengajar, oh ya, akukaxl adalah seorang guru di salah satu SMP Negeri dan Swasta di Yogyakarta.uxmz
Dari sekolahan aku langsung melucur kekantor Kejaksaan Yogyakarta, qdentapi diperempatan sebelah timur tugu aku telah melanggar lampu merah daycban akhirnya aku dikejar oleh salah seorang polisi yang sedang bertugas, rthgwsang Polisi berhenti memotong laju kendaraanku aku pun bergegas menginjcopqjak rem.
"Selamat Siang Bu..!""Siang pak", begitu sahutku."Maaf Bcgqzu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM dan STNKAnda.layfs"Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM beserta STNK. "atpwieMaaf Bu, Anda Ikut saya kepos Polisi."Aku pun menurutinya karena aku ezplyjuga merasa bersalah.Polisi muda tersebut masih berusia sekitar 22 Tamejiqbhun berinisial "R".Kami pun sama–sama menuju pos polisi. Setelahmzhjti sampai dipos polisi saya diberi alternatif untuk mengembalikan SIM saymodgeua. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 11 Maret dan aku harus melfwznmbayar denda sebesar Rp. 20.000,00. Tanpa ambil pusing akupun langsungbcmtqp membayar denda karena aku juga tergesa–gesa menuju kantor suamiku, kzkfjuqarena suamiku telah menungguku untuk pulang bareng, kebetulan suamiku tnzogtvidak bawa mobil karena dipakai salah satu temannya.Ku akui kalau polibnolvksi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap.Setelah proses pembayaran liyqdenda selesai, sang polisi bertanya. "Maaf Bu, kenapa Ibu kelihatann [17tahun2.com] ya Tergesa-gesa?""Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku dikantornyetdokia.""Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?""Kantor Kejaksaan Pak", abkizku jawab pertanyaannya."Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tahu [17tahun2.com] "?"Pak Andre (bukan Nama Sebenarnya)""Ha... Pak Andre", Polisi meravqkrsa terkejut."Iya memang kenapa", tanyaku kepada polisi muda."saya kwvoeenal baik bu dengan dia.""Oh ya... Bapak kenal dimana?", Kembali tany [17tahun2.com] aku"saya sering kekantor kejaksaan Bu, jadi ya kenal dengan pak Andrvjewdse.""Oh... Iya sich polisi sama kejaksaan masih saudara ya", begitu gimsfrblrauku dengan polisi muda."Ah... Ibu bisa saja. Pak Andre beruntung ya [17tahun2.com] punya istri secantik ibu.""Terima kasih pak atas pujiannya, tapi sayrwmcva boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu", begitu sahuntuku sa [17tahun2.com] ma polis muda."Oh... Silahkan bu, kalau ibu butuh sesuatu yang berhubuxvqungan dengan polisi silahkan hubungi saya bu", sambil kasih secarik kerlojcbtas berisikan nomor hp dia.Akupun menerimanya dan langsung pergi kekazlmwentor suamiku. Setiba dikantor suamiku, suamiku sudah menunggu diruanksgzg tamu, sedang bincang–bincang dengan rekan kerjanya. "Kok mama lalywdma banget sich, kemana aja?", tanya suamiku kepadaku."Maaf pa, tadi smvnwbgaya ketilang", jawabku singkat."Kok mama tidak bilang, kan nanti bisaxcyqs tidak bayar denda", jawab suamiku."Gak masalah pa, lagi pula mama yarhvknfng salah.""Emang siapa yang tilang kamu ma?", tanya suamiku."Dia naeobaxmanya Randi (Bukan nama sebenarnya)", begitu jawabku sama suamiku."Haxonrhj... Randi, mama tidak bilang kalau mama istriku?""Bilang sich pa, tap [17tahun2.com] i pas sudah membayar denda, udahlah pa tidak usah dibahas lagi", begituzfgesy aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan."ya sudah ayo pulanguibog", ajak suamiku. Setelah suamiku pamit kepada rekan–rekannya, lan [17tahun2.com] gsung aku dan suamiku berboncengan menuju rumah.Keesokan harinya hariqupehb kamis tanggal tujuh Maret 2008, kebetulan aku tidak mengajar, karena hnyjfari kamis tidak ada jam pelajaran yang saya ajarkan. Akhirnya aku dirumkdcgah sendiri karena anak–anak sekolah dan suami kekantor yang ad Cuma pvokaeembantu.Sekitar pukul 10 siang telepon rumah berdering. Aku pun lansunqfloxng angkat teleponnya. "Halo... Selamat pagi", jawabku."Halo ma ini [17tahun2.com] papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maajgspf sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin", kata suamiku ditelgesfcepon."Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi." "Aku omxfctidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan gotyminta maaf", begitu jawab suamiku."Ya udahlah, terima aja uang dendan [17tahun2.com] ya, selesai kan?", akupun menjawab"Sekarang dia menuju rumah kita, kabgkdvjrena aku bilang minta maaf aja langsung ma istriku", jawab suamiku."Ispthqihh, ngapain pa?, kayak kurang kerjaan aja?", aku membalas perkataannya.nwyecx"Ya udah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf kok. Dah ya ma, papaphbw lagi kerja nich", begitu kata suamiku."Ya udah pa, da...", aku pun tbkvjfnutup teleponnya. Selang tiga puluh menit ada kendaraan sepeda motor yscxdHonda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga. "Permisyrxwdi... Permisi...", panggil seseorang dibalik pintu depan."Bi... Tolongjqcas buka pintu, ada tamu", aku menyuruh pembantuku."Iya bu", jawab pembaihkfsvntuku."Maaf mbak bu Ida ada?", tanya seorang tamu tadi."Ada pak, tansthypi bapak siapa ya?", tTanya kembali pembantuku."Oh ya, bilang saja sauowkhxya Randi. Ibu dah tahu kok", jawabnya.Aku yang didalam ruang keluargacqukwf mendengar percakapannya, aku terkejutsetelah yang datang adalah Randikbty sang polisi muda yang tampan, tegap dan tinggi."Silahkan masuk pak",uzmcpw pembantuku bersikap sopan terhadapnya.Gak lama kemudian pembantuku dsafiatang."Bu ada yang cari ibu?", kata pembantuku."Siapa bi?", tanyakuqpfmz pura–pura tidak tau."Randi bu, katanya ibu sudah tau", jawab pembaqbrmantuku yang polos."Ya udah sana masak lagi", begitu perintahku sama pe [17tahun2.com] mbantuku.Akupun berdiri menuju ruang tamu."Eh.. Pak Randi, ada apa bcakwya pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?", kataku sedikit mexvgtnnyindir."Gak bu, jadi tidak enak nich. Saya hanya minta maaf bu", jaw [17tahun2.com] ab Randi."Ngapain minta maaf, kan saya yang salah dan kamu sudah sesudxfkqsai prosedur untuk menilang saya", aku pun menjawab."Iya sich bu, tapiqdcv saya tidak enak saja", Kembali dia berkata dengan nada menyesal. "Ya vgdsytsudah tidak usah dipikirkan lagi", sahutku."Iya bu terimakasih", jawayitnbnya."Kok bapak tidak bertugas", tanyaku."Saya mohon jangan panggiluzdpr pak dong, panggil nama saja", jawabnya."Oya maaf. Randi kok tidak tuuvibngas?", tanyaku kembali."Saya nanti malam piket bu.", jawabnya dengan irwfupolos. "Oh... Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?", tanyaku kepadqhiufa Randi."Iya bu, maaf bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni siapkbyha saja bu?", tanya Randi."Oh... Anak–anak lagi sekolah, bapak dikanqmwrhtor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya Cuma [17tahun2.com] pembantuku", jawabku jelas."Rumah sebesar ini cuman dihuni empat oradyaeowng plus pembantu bu?", tanyanya kembali."Iya mang kenapa?", tanyaku kemmvkhbali. Ku akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6, d [17tahun2.com] iatas dua dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusushkrct kamar aku dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak–anapngvkakku punya kamar sendiri–sendiri dibawah."Gak apa - apa Cuma tanya amkslja bu", begitu jawab Randi. Pukul sudah menunjukan pukul 11.00 WIB ktzicflami asik ngobrol.Diwaktu ngobrol asik pembantuku membawa minuman teh jnzqbuat Randi dan aku."Silahkan diminum Ran", perintahku sama Randi."Iiwfmjkya bu, terimakasih", jawabnya.Kami pun menikmati teh yang dibuat olehloscu pembantuku. Dan tiba–tiba... "Ibu cantik sekali", kata Randi."Mvapfaaf.. Apa ran?", aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget."Iya [17tahun2.com] ibu cantik sekali, pak Andre beruntung punya istri kayak ibu yang cantipnilbqk dan pinter", katanya kembali memujiku."Terimakasih atas pujiannya, ltinbotapi aku sudah berusia 23 tahun jadi dibandingkan dengan perempuan yangyfhxw seusia kamu pasti lebih cantik, apa lagi aku bersuami dan punya anak lktfgagi", jawabku sambil menyakinkan kalau aku bersuami."Tapi ibu tetep czvbcupantik kok, walaupun punya anak", dia kembali memujiku."Terimakasih yazjbau, tapi Randi jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengaranya", [17tahun2.com] jawabku halus."Apakah saya salah bu, jika kagum terhadap ibu", dia muavuhrblai merayu lagi."Gak salah kok, Cuma tidak enak aja. Apa lagi aku sudahemukwl bersuami dan anak–anakku dah beranjak dewasa", jawabku kepada Randi.drjslc Dia berdiri dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, an [17tahun2.com] eh pokoknya sudah tak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser kekiri, [17tahun2.com] dia mengikuti geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa terleczmfogehkan. "Maaf ran, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi jsrwaku sudah bersuami", aku berkata tegas.Tapi dia ikut berdiri dan kedua icbxdftangannya memegang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali–kembvrfhuali duduk disofa."Maaf bu, tapi saya benar–benar kagum terhadap ibuschlwa, ibu cantik bahkan kecantikan ibu mengalahkan semua wanita yang masih lwoxberumur belasan tahun. Benar bu ini semua kejujuranku terhadap ibu, akudzhxma bisa saja mendapatkan wanita lain tapi menuruntuku mereka tidak menarizditjlk bagiku tapi ibu yang menarik hatiku", katanya lugu, apakah dia jujur iaxcyoapa tidak tapi yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hamplrbair tidak pernah memujiku."Maaf Ran aku sudah tua, sudah punya anak da [17tahun2.com] n suami, aku sudah berkeluarga dan aku merasa sangat berbahagia dengan wdmakeluargaku saat ini. Jadi kumohon jangan lakukan lagi", pintaku terhadankwcqfp Randi walaupun tak pungkiri aku merasa senang dipuji.Randi mulai mevsfyngeluskan tangannya dirambutku lurus yang panjang sambil berkata:"Ibzxjrbu, aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan ibu, tapi aku hanya mengatavhdxjkan kalau aku suka sama ibu walau umurku lebih muda tujuh tahun dibawahjlhax ibu. Tapi menurutku ibu tetap cantik dan menarik." Dia mulai berani mvmkhlendekap aku. Jantungku berdebar tak karuan, aku berontak tapi dia tetapvehbox tidak melepaskan pelukannya."cukup Randi, kamu jangan kurang ajar giaqdini dong", gerutuku masih dalam peluknya."Coba nikmati bu, jangan berpqhobeikiran ibu berkhianat terhadap suami ibu, tapi berpikirlah bagaimana ag [17tahun2.com] ar ini terasa indah", begitu katanya menyakinkanku. Dilepas pelukannya [17tahun2.com] dan dia memandangi wajahku. Dan kuakui dia anak yang tampan. Dan tanpanraxkl sadar dia telah mencium pipiku, dia melihatku dengan mata sayu lalu tijgtbmvba-tiba dia mulai mencium pipiku kembali. Ku akui aku menikmati ciuman [17tahun2.com] mesranya dipipiku.Dia kembali memelukku, tapi ini apa yang kurasakan ydxjzdia menjilati kupingku, terus menjilati leherku kembali lagi kekuping tbrdcxerus menerus, aku hanya diam terpaku, akhirnya aku mendesis lirih. Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menjilati kuping. Randi membalas t [17tahun2.com] idak kalah jilatannya. Napasku terengah engah tanda nafsuku mulai naik. Ternyata [17tahun2.com] dia tahu aku telah terangsang dengan tingkahnya. Tiba-tiba tangan kirinya dia tbujcnsaruh ke pahaku. Tetapi saat aku tidak menunjukkan reaksi, tangan Randi mulai meng [17tahun2.com] elusi pahaku kemudian menaikkan elusannya ke peruntuku kemudian ke dadaku. Aku tenjxhaspis kuat-kuat. Aku bisikkan agar jangan tidak sopan padaku. Dia tunjukkan celana pjrqsdalamnya yang telah terdorong mencuat karena kontolnya yang ngaceng berat sambil [17tahun2.com] telunjuknya menunjuk bibirnya agar aku diam. Kemudian dia perosotkan celananya hisufebngga kontolnya yang cukup gede dan ujung kepalanya yang merah berkilatan itu nampxyfztvak tegak kaku mencuat dari rimbunan bulunya yang masih halus tipis. Aku kaget banloiznget dengan ulah Randi ini. Yang aku takut kan kalau-kalau pembantuku mendengar, okzeumasuk ke ruang tamu dan melihat apa yang terjadi di ruang tamu ini. Bisa-bisa akuqxoaif dianggap serong sementara suamiku masih berada di kantor. Aku berontak untuk berjdgbhdiri dan meninggalkan ruang tamu. Tetapi Randi lebih sigap dan kuat. Direnggutnyawuis rambutku dengan kasar hingga aku nyaris terjatuh. Kemudian dengan paksa mukaku domdzegitundukkan ke arah selangkangannya. Dia arahkan kontolnya ke mulutku. Dia maksudksqyltan agar aku mengulumnya. Kurang ajar dan kebangetan banget, nih anak. Tahu bahwa dguevoada pembantuku di dapur dia berani mencoba melakukan macam ini padaku. Tapi akubsmhje tetap tidak mau. Dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan dengan lembut pu [17tahun2.com] la tanpa kata kata, dia membuka kancing bajuku dan dia menyentuh kedua bukit kembmnakygarku, aku mendesis desis. Dia lepas bukit kembarku dan berdiri sambil menutup ce [17tahun2.com] lananya kembali yang sempat dikeluarkan penisnya. Dia berkata:"Bu, kita kekamar [17tahun2.com] ibu, dan suruh pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita senang–senang tanpa adcuyzoa yang memganggu..."Aku diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerimanya apizjhfpa menolaknya, apa aku sudah berselingkuh. Aku masih terdiam sementara Randi menuldhcnggu jawabanku. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka Randi dan mengusirazqrcinya. Tapi jujur kuakui kalau perilaku Randi membuat aku terangsang. Dan akhirnya.kgbpfq. "Bi.. Bibi..", Aku memanggil pembantuku.Pembantuku datang dengan lari–landbtcri kecil dan menyahut panggilanku."Ada apa bu?""Bibi sekarang ke pasar beli brcjouah buat persediaan anak–anak", perintahku.Kebetulan buah–buahan yang dikulrihkavkas telah habis."Tapi bu, saya sedang masak", bantah pembantuku."ya sudah tingjoyggalkan saja, nanti sekalian mampir ke Rumah makan padang beli lauknya saja buat zhexymakan siang anak–anak", perintahku kembali sama pembantuku."Baik bu", jawab podqsembantuku."Oh ya sekalian jemput dwi ya, habis dari beli buah jemput Dwi", perientuvntahku lagi sama pembantuku. Dwi adalah putraku ke dua kelas satu SMP, biasanya pqoctyulang jam dua siang. Anak pertamaku karena kelas tiga jadi ada les tambahan."Bavhpzik bu", jawab pembantuku.Sambil ku beri uang belanja dan kunci motor aku sempatjxmso melirik Randi yang tersenyum–senyum padaku. Akupun belum begitu meresponnya. ytxeuiPembantu telah pergi dan akhirnya tinggal aku dan Randi, sempat melihat jam menunkfmrljjukan pukul 12. Dan nanti kurang lebih jam 2.15 siang pembantuku akan kembali berblwssama anakku, itu artinya aku masih punya waktu 2jam untuk bersama Randi. Tapi [17tahun2.com] jujur aku masih merasa bingung apa harus aku lakukan atau tidak, karena aku merasrxota bahagia dengan keluargaku saat ini juga, tetapi tak dapat kupungkiri aku sudah [17tahun2.com] merasa terangsang dengan perilaku Randi.Tiba–tiba Randi berkata."Bu, ayo kexhwleruang keluarga sambil nonton tv", ajak Randi.Akupun melangkah keruang keluarga irphuzdengan Randi, dan setelah sampai diruang keluarga, kami duduk di karpet depan tv jipdryang masih hidup.Tanpa basa basi, langsung saja dia merangkulku dan merobohkan bvdtaku dikarpet posisiku ditelentangkan, aku hanya protes,"Rann... apa-apaan siih.cdft.", katanya kita mau ngobrol saja kok begini..." Dan sambil mencari kaitan BH dmgaqnxi belakang tubuhku, dia menjawab saja,"Sebenarnya... aku pengen bu..." Setelah [17tahun2.com] kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka dan dijilat payudaraku serta degqdia menyedot-sedot puting susuku yang putih dan besar dan tanpa sadar aku mencoba hmtyxmemasukkan tangan kananku ke dalam celana Randi mencari cari penis yang sempat divydltsperlihatkan kepadaku, tetapi karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan fjrzmemasukkan tanganku dan langsung saja aku berkata entah sadar apa tidak:"Ran, bxjnuiukain celanamu, aku yoo.., kepingin... pegang punyamu", pintaku.Dan tanpa melepijarcoas puting susuku yang masih dia sedot, dia mulai melepas celana dan celana dalamnmyirya sekaligus sehingga dia sekarang sudah telanjang bulat dan penisnya yang setengwhdgah berdiri itu langsung saja kupegang dan segera saja aku berkomentar, "Ran, koxdouk masih lembek.. Gak kayak tadi?""Coba saja di isap... pasti sebentar saja sudaoznjeh tegang, mau?", tanya Randi.sambil memandangi wajahku, dan akupun mulai menjilbwekuatinya, toh aku juga pernah sama suamiku. Dia melepas isapan mulutnya di payudzriucqaraku dan bangun serta duduk di dekat kepalaku sambil sedikit dia memiringkan badtkpianku kearahnya dan dengan tidak sabaran langsung saja batang penisnya yang masih dkvosetengah berdiri kupegangi dan kepalanya ku jilat-jilat sebentar dan langsung dimmpyfasukkan ke dalam mulutku. Dia memutar badanku setengah tengkurap, aku segera saja [17tahun2.com] memaju-mundurkan kepalaku sehingga penisnya keluar masuk di mulutku."Aah.., oo [17tahun2.com] h, Buuu... teruss... ooh... enaaknyaa, Bu.. oohh", kata Randi sambil membelai ram [17tahun2.com] but di kepalaku dan sesekali dia menjambak dan baru sebentar saja aku menghisap pohzjnbenis Randi, terasa penisnya sudah tegang sekali.Tiba-tiba saja penisnya dikelprecvuarkan dari mulutku dan langsung dia berkata."Buuu..., isap.., lagii.., doonglbzys", pintanya kepadaku.Tetapi aku menjawab dengan sedikit meminta."Rann... toloxbding, punya saya juga..."Ternyata dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langskomasung saja dia merubah posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kaki kuxgokur dan dia menarik celana dalamku turun serta melepas dari badanku. Dengan perillgscaakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas badan Randi sehingga vaginahlanyku tepat berada di mulut Randi, maka tanpa bersusah payah dia sibak bulu-bulu vag [17tahun2.com] inaku yang menutupi bibir vaginaku dan setelah itu dia membuka bibir vaginaku denvzyhgan kedua jari tangannya dan dia menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam vaginaku ywrshbang sudah basah oleh cairan. Ketika ujung lidahnya menyodok kelubang vaginaku, lauytqongsung saja ku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulit bernafas daafszn langsung ku kocok-kocok penis Randi dengan jari tanganku. Ketika lidahnya mefzcunnjelajahi seluruh bagian vaginaku dan bibir vaginaku tetap dia pegangi, aku lalu ehztfmenaik-turunkan pantatku dengan cepat dan aku merasa keenakan dijilati. Aku mendeucfjysah yang agak keras karena terlalu nikmat."ooh... Ran, aahh teruus.. Ran, adunqzawuh... enak.. Ran... Ran... ooh...", desahku.Dan sesekali clitorisku yang sedi [17tahun2.com] kit menonjol itu dan sudah mulai terasa mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnyajyix sehingga desahan demi desahan keluar dari mulutku, "ooh... itu.., Rannn, enaak, mlneSayang", desahku kenikmatan dengan perilaku Randi.Dan aku melepaskan pegangan dbdcexipenisnya Randi dan Aku menjatuhkan diri dari atas tubuhnya dan tidur telentang swjvorxambil memanggilnya."Rann, sayang, sini, Saya sudah nnggak tahaan... ayoo... sin [17tahun2.com] i... Raann", memintaku sama Randi sang polisi muda. Dia segera saja bangun dan [17tahun2.com] membalik badannya serta dia menaiki tubuhku dan aku ketika tubuhnya sudah beradamrqv di atasku, aku membuka kakiku lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya di antara kegjnvdua kakiku. Dengan nafas terengah engah dan mencoba memegang penisnya aku berkataacgpq,"Raann.., cepat dong, masukin. Saya sudah tidak tahan.""Tunggu sayang, biar zuryAku saja yang masukin sendiri", kata Randi sambil memindahkan ke atas, tanganku yxcwvang tadi mencoba memegang penisnya tetapi rupanya aku akui sudah tidak sabaran lazjivphlu kembali aku berkata."Rann, ayoh dong, cepetaan, dimasukiin, punyamu itu!", axywbcku memintanya kembali.Dan tiba–tiba Randi memegang penisnya dan menggesek-gesjgvkekkan di belahan bibir vaginaku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke ddqbjrwalam serta,"Blees", terasa dengan mudahnya penisnya masuk ke dalam lubang vaginadwgbuaku dan aku terkaget bersamaan penis Randi masuk kedalam vaginaku."Aduh... Raanyvoj", aku sambil mendekap Randi erat-erat."Sakit, sayang?", tanya Randi.Dan aku qbdwohanya menggelengkan kepalaku sedikit dan aku menciumi disekitar telinga Randi akuwvnmk pun berbisik,"Enaak, Rann...", aku mendesis. Dia menciumi wajahku dan sesekmqckali dia hisap bibirku sambil dia memulai menggerakkan pantatnya naik turun pelan- [17tahun2.com] pelan, aku mencengkram punggungnya Randi dengan keras. Dan aku berkata sambil men [17tahun2.com] ikmati goyangan pantat Randi."Ran, coba diamkan dulu pantatmu itu...", pintaku [17tahun2.com] sama Randi.Ran pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung mempermainkan otot-bkyootot vagina kenikmatanku, dan Randi terasa penisnya seperti di pijat-pijat serta tywhztersedot-sedot dan jepitan serta sedotan vaginaku semakin lama semakin kencang seamjwhingga penisnya terasa begitu nikmat dan akupun menikmatinya. Dan ternyaya Randi bijfrkterlena keenakan. "oohh... sshh... Bu... enaknya... ooh... terus Bu, aduuh, enlynqaak!", Randi merasa menikmati sedotan vaginaku.Dan Randi sudah tidak dapat tingahklfgal diam saja, langsung pantatnya naik turun sehingga penisnya keluar masuk lubanmrvng vaginaku serta terdengar bunyi, "Crreett... crettt...", secara beraturan sesuaivwetny dengan gerakan penisnya keluar masuk vaginaku yang sudah sangat basah dan becek.vuyt "Rannn, cabut dulu punyamu, biar aku lap dulu punyaku sebentar", kataku sama fawioRandi."Biar saja Bu... nikmat begini kok", sahutnya sambil meneruskan gerakan p [17tahun2.com] enisnya naik turun semakin cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya karena meqractrasa kenikmatan yang sangat enak. "ooh... sshh... aakk, aduuh, Raan, teruskan iphyorRann, ooh..", sambil mempercepat goyangan pinggulku serta kedua tanganku yang dipclpwxunggungnya selalu menekan-nekan disertai sesekali aku menyempitkan lubang vaginakqnckxju sehingga terasa penisnya terjepit-jepit dan aku menikmati hal seperti ini."oobjych.. Bu... sshh.. oohh.. enaak.., Buuu.. aku, aku sudah nggak kuat, mau... keluarrrzwcp, Bu...", desahanknya yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya air maninya.mabzwp"Rann, ayoo... Ran aduuh, ooh... Aku juga, ayoo sekaraang, aakkrr.., Sayang", danvuzwbi dia melepas air maninya semuanya ke dalam vaginaku sambil dia menekan penisnya k [17tahun2.com] uat-kuat dan aku pun mendekapnya dengan sekuat tenagaku.Baru sekarang kuraih kesjlnbnikmatan yang luar biasa. Sungguh aku merasa nikmat, walau aku merasa bersalah tewsrtflrhadap keluargaku. Dia terkapar di atas badanku dengan nafas ngos-ngosan demikvezwian juga dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah nafas kami mulai mereda, lalu kjdadia berkata,"Bu, aku cabut ya punyaku", dan sebelum dia menghabiskan perkataann [17tahun2.com] ya, aku cengkeram punggungnya dengan kedua tanganku dan aku berkata.
"Jangaan duofpmbluu, Rann, Aku masih ingin... punyamu tetap ada di dalam."Dia pun menuruti katampdy–kataku. Setelah agak lama dalam vaginaku, dikeluarkan penisnya dari vaginaku. upfajyKamipun merapikan diri.Setelah kulihat jam ternyata menunjukkan pukul 13.15,Rdefyandi pun berpamitan akan pulang sambil melumat bibirku. Aku pun membalas ciuman mokqjulutnya."Terimakasih bu, aku sangat puas", kata Randi berbisik dikupingku.Akuztplg hanya diam tak menjawab, Randi pun langsung keluar rumah dan pergi.Aku merasa [17tahun2.com] aneh dengan diriku, aku menghianati suamiku dan keluargaku tapi hati kecilku mera [17tahun2.com] s senang dengan kejadian ini. Setelah kejadian ini aku merasa bersalah dengan pbvdykeluargaku, aku mencoba untuk memperbaiki sikapku. Tapi setiap malam aku merasa kbctkuangen dengan Randi. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku aku membayangkan dengaykwbgsn Randi yang sangat lihai membuat aku mudah terangsang. Aku dan Randi pun memelayanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan dia piket malam hari. Sampai saat [17tahun2.com] ini aku dan Randi masih berhubungan, sesekali kami sexs phone, atau sexs sms.ymsnxg

BH Hitam Ibu Denok

Namaku Indra, dan ini ceritaku saat masih 18 tahun. Saat berangkat keyogya untuk kuliah aku bertemu dengan Bu Denok dan Pak Jerry suaminya. Bu Denok adalah mantan guruku saat SMP dulu. Setelah bercerita panjang lebar mereka menawarkan padaku untuk tinggal ditempat mereka selama aku kuliah. Setelah mendapat ijin orang tuaku, akupun menerima tawaran baik mereka karna aku memang tidak punya kenalan diyogya. Setelah sebulan tinggal bersama aku tahu kalau Pak Jerry yang bekerja diluar pulau sering sekali berangkat, sementara kedua anaknya lebih memilih tinggal bersama neneknya dikalimantan untuk mernyelesaikan pendidikan dasar mereka. Aku sering melihat Bu Denok melamun sepulang dia dari mengajar disekolah. Bu Denok juga sering cerita panjang lebar padaku tentang kesepiannya dirumah selama ini. Dan aku selalu menjadi pendengar yang baik. Dibalik sikap baik yang kuperlihatkan, terpendam hasrat yang ada sejak SMP dan tumbuh lagi sejak pertemuan kembali dengan Bu Denok sekarang. Waktu SMP dulu aku paling bersemangat jika pelajaran Bu Denok, selain cara mengajarnya yang enak aku bisa mengintip BH yang dia gunakan. Antara kancing didada dan kerah lehernya terdapat celah yang sering terbuka, sehingga jika diperhatikan secara teliti, orang pasti bisa melihat pakaian dalam yang ia gunakan. Dan selama penagamatanku Bu Denok selalu memakai BH warna Hitam. Itu selalu menjadi santapanku setiap mata pelajarannya. Bahkan aku selalu memperhatikan gerak-geriknya selama disekolah. Waktu itu usianya 28 tahun, dengan wajahnya yang putih dan bentuk tubuhnya yang menawan membuatku selalu menjadikannya sebagai objek hayalan jika onani. Sekarang diusianya yang ke 34 tdak terlihat kalau Bu Denok telah memiliki 2 orang anak yang sudah SMP. Malah menurutku ia terlihat lebih menawan, terutama pada bagian pinggul dan dada ukuran 38arB yang lekukannya semakin terbentuk. Itu semua karena program BL yang diikutinya tiap senin dan kamis sore. Awalnya aku cuma mengkhayalkan tubuh Bu Denok jika sedang bermasturbasi. Kemudian aku melakukannya sambil memegang CD dan BH hitam milik Bu Denok, sampai akhirnya aku berani menguping jika Pak Jerry yang pulang dan sedang bercinta denagn Bu Denok. Sambil mendengar desahan dan erangan erotis dari dalam kamar, tanganku asik mngocok batang kontolku yang lumayan besar. Dan bila sudah keluar kubersihkan dengan CD atau BH Bu Denok yang akan dicuci besok. Akhirnya muncul niatku untuk mencicipi lubang vagina Bu Denok yang pasti sangat keset dan terawat. Aku melakukannya setelah 4 bulan tinggal disana, saat itu hari kamis dan suaminya sudah berangkat seminggu. Aku menunggu didalam kamar sambil membayangkan “malam pertama” yang akan kulalui bersama Bu Denok. Saat dia pulang dari BL aku membukakan pintu rumah. “Sore Ndra.. baru pulang?” Sapanya ramah dan tersenyum padaku. “Iya Bu.. baru aja” Balasku sambil mengangguk. Kemudian dia pergi kedapur membuat segelas susu lalu diletakkan datas meja makan. Kemudian ia masuk kamar untuk mandi. Saat dia mandi, kumasukkan serbuk tidur yang kubeli di apotik kedalam susu yang akan diminumnya. Sekitar 45 menit kemudian Bu Denok keluar dari kamar, ia menggunakan daster motif bunga warna biru dengan panjang selutut tanpa lengan dengan belahan dada yang agak rendah, sehingga jika dia agak membungkuk belahan payudaranya yang indah akan tampak jelas terlihat olehku. Setelah mengambil susu di atas meja dia duduk menemaniku menonton TV di ruang tengah. “Ada berita apa Ndra?” Tanyanya sambil meminum susu. “Biasa Bu.. politik gak ada habis-habisnya” Sahutku sambil mencuri pandang keketiaknya. “Bapa ada nelepon gak?”Tanyanya lagi sambil menghabiskan susu di gelas. “Belum Bu, mungkin masih ngelonin istri baru” Candaku. “Nakal ya..” Tegurnya sambil mencubit pinggangku. Aku tidak menghindar karena dengan itu aku bisa melihat belahan dadanya yang seperti ingin melompat dari dalam dasternya. Sekitar 5 menit kemudian Bu Denok mulai menguap dan kepalanya mulai jatuh karena sangat mengantuk. “Ndra ibu tidur duluan.. Gak tau kok ngantuk banget hari ini” Pamitnya. “Mungkin tadi terlalu diforsir tenaganya Bu” Sahutku dengan tersenyum. Kemudian Bu Denok masuk kamar dan menutupnya. Setelah 10 menit menunggu aku mulai beraksi, kuketuk pintunya pelan tiga kali lalu kupanggil namanya, tak ada jawaban. Kuulangi sekali lagi tetap tak ada jawaban, kuputar pegangan pintu dan kubuka dengan sangat perlahan dan kututup keras-keras. Bu Denok tidak bereaksi di atas kasurnya. Kulihat jam dinding, 18:13 masih banyak waktu pikirku. Aku naik keatas kasur lalu ku perhatikan wajahnya, cantik sekali. Kucium bibirnya dengan lembut, lalu kujilati wajahnya sampai basah kemudian ciumanku turun kelehernya. Kusapu sekeliling lehernya dengan jilatan dan sedotan hingga memerah. Setelah puas kuturunkan kepalaku kedadanya, walau masih berpakaian lengkap tapi bisa kurasakan kekenyalan sepasang payudara yang indah itu. Kedua tanganku secara perlahan tapi pasti meraih kedua bukit kembar itu lalu mengusapnya dengan lembut sementara kepalaku turun keselangkangnnya. Dibalik kain daster itu tercium aroma kewanitaan yang sangat merangsang. Kuhirup puas-puas wangi yang memabukkan itu, sehingga mengakibatkan remasan-remasan yang kulakukan kepayudara Bu Denok menjadi kasar dan tak terkendali. Tarikan napasku semakin berat seiring dengan hasrat yang semakin menggebu. Kemudian aku membuka semua pakaian yang mnelekat ditubuhku, dan menutup mataku dengan kain. Setelah itu kubuka daster yang dikenakan oleh Bu Denok kemudian kuatur posisi tubuhnya, Kedua tangan di atas kepala dan kaki yang membuka lebar. Lalu kubvka kain penutup mataku, pemandangan yang erotis dan menantang langsung terlihat dihadapanku. Tubuh Bu Denok yang tergolek lemah dan tak berdaya kini hanya ditutupi oleh BH hitam pada payudaranya yang montok dan CD pink yang menggembung pada selangkangannya. Batang penisku semakin tegak mengacung siap perang. Kudekati tindih tubuh Bu Denok yang tergolek lemah dan pasrah itu. Kucium bagian payudaranya yang tak tertutup BH, lalu tanganku menelusup kedalam BHnya dan meraih salah satu puting susunya kemudian memilin-milinnya. Dengan napas yang makin memburu kusingkap BHnya keatas sehingga kedua payudaranya langsung membusung kedepan seakan mengundangku untuk menikmatinya. Kuciumi kedua payudaranya lalu kukulum, kusedot dan kugigit-gigit putingnya sampai memerah. Setelah itu kulirik selangkangannya, CD pink Bu Denok tak mampu menutupi beberapa helai rambut hitam yang menjulur keluar dari balik CD itu. Kutahan hasrat itu karena aku ingin menikmatinya saat Bu Denok mulai sadar nanti. Kuraih kedua payudaranya kuremas-remas dengan kasar lalu kuletakkan batang penisku diantara sepasang susu yang indah itu. Kemudian aku mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, rasanya nikmat sekali walau pasti tak senikmat jika masuk kelubang vaginanya batinku. Pelan tapi pasti rasa nikmat mulai merasukiku, napasku mulai tersengal dan desahan mulai keluar dari mulutku tanpa diminta. Butir-butir keringat makin mengalir deras, kukulum bibir Bu Denok sejenak lalu kulanjutkan kembali genjotanku tanpa kenal lelah. Kulihat tubuh Bu Denok mulai berguncang karena gerakanku yang makin hebat. Sekitar 10 menit berlalu dan aku sudah lelah menahan, kuputuskan untuk segera mengeluarkannya. Gerakan pinggulku makin kupercepat dan kedua payudaranya makin kurapatkan. Rasa nikmat tak terlukiskan mulai menjalari batang penis dan menyebar keseluruh tubuhku. Cairan putih kental dari kepala penisku dan membanjiri permukaan tubuh indah Bu Denok yang tergolek diam. Kukocok batang penisku sambil memuntahkan cairan spermaku kewajahnya, desahan-desahan nikmat keluar dari mulutku. Setelah selesai aku beristirahat sejenak sambil menatap tubuh Bu Denok yang hanya tertutup oleh CD saja. Kemudian kuambil lap dan air hangat yang memang sudah kupersiapkan, kubersihkan setiap bagian tubuhnya yang terkena siraman spermaku. Setelah itu kucium-cium sebentar lalu kupasangkan lagi BHnya, kemudian kubongkar lemarinya kucari baju yang biasa digunakan Bu Denok kesekolah. Setelah dapat kupakaikan ketubuhnya. Samar-samar terlihat sekali kalau baju itu membentuk lekukan yang sangat indah aku berdecak kagum. Kemudian aku menunggu dia bagun sambil memainkan payudaranya yang indah. Aku duduk disampingnya saat Bu Denok mulai membuka matanya. Cahaya lampu tampak menyilaukan matanya, kuperhatikan bagian dadanya yang terbuka. Batang penisku perlahan tapi pasti kembali mengeras melihat pemandangan yang erotis itu. “Jam berapa ini Ndra?” Tanyanya sambil mengucek mata. “10 lewat 5 jawabku” Sementara mataku terus menatap kebelahan dadanya. “Huuaah.. masih malam toh.. lagi ngapain kamu” Tegurnya sambil merentangkan tangan, otomatis belahan payudaranya terlihat sampai BHnya. Dan itu membuatku menjadi lupa diri. “Lagi liat ini Bu..” Tanganku langsung meremas salah satu payudaranya yang montok. “Jangan kurang ajar kamu ya” Bentaknya sambil menepis tanganku dan menutupi bagian dadanya yang terbuka. Sambil mendekatinya kuceritakan semua yang baru saja kulakukan tadi. Wajahnya tampak memerah karena kaget dan tak percaya. Tiba-tiba aku langsung memeluknya, dan mencium bibirnya. Tak sampai disitu, kurebahkan tubuhnya keatas ranjang dan kuhimpit dengan tubuhku. Kulanjutkan aktifitasku, mencium dan melumat bibirnya. “Jangan Ndra.. Ini dosa” Pinta Bu Denok lirih. Tapi aku terus menciuminya, tanganku mulai menyusup kebalik baju Bu Denok. Bu Denok menangkisnya, dengan sedikit gerakan aku berhasil menepisnya dan terus menyusup masuk sampai menyentuh payudara Bu Denok yang masih terbunkus BH. Aku meremas lembut payudaranya yang montok itu. Bu Denok mendesah, aku terus meremas tidak lupa ciumanku terus melumat bibirnya. Aku mengalihkan ciumanku ke lehernya. Bu Denok kembali mnedesah, jemari tanganku mulai nerayap kepunggungnya, dan terus melepas tali BHnya. “Berhasil” Batinku. Bu Denok tersentak. “Kita tidak boleh melakukan ini Ndra” sambil mendorongku kesamping. “Memang tidak boleh sih.. tapi..” Aku kembali merangkul Bu Denok, kali ini ciumanku lebih ganas dari pada yang pertama. Mulai dari bibir ke telinga terus menjalar ke lehernya. Jemari tanganku melanjutkan aksi lagi menarik keatas BH terus meremasnya, memuntir-muntir putingnya. Bu Denok pasrah dan kelihatan mulai panas dengan permainan yang kuterapkan. Aku mengangkat tubuh Bu Denok dan membuka baju serta BHnya, akupun demikian. Bu Denok tampak takjub melihat batang penisku. Aku memulai kembali aksiku, kali ini ciumanku kuarahkan ke payudaranya. Bu Denok menggeliat, apalagi tanganku menyentuh payudaranya yang satu lagi. Kami berdua telah bermandikan keringat, tangan Bu Denok menjambak rambutku. Permainanku jemariku mulai merangkak ke bawah dan berusaha menyelusup kebalik rok dan CDnya. Bu Denok tidak lagi menangkisnya. Jemari tanganku menyentuh rambut kelaminnya, lalu jemariku menggesek-gesek sekitar liang vagina Bu Denok. Bu Denok mendesah panjang dan membenamkan kepalaku kepayudaranya, untuk mendapatkan kenikmatan lebih. Setelah beberapa lama, ciumanku mulai merangkak kebawah sampai kebatas rambut vaginanya yang sedikit terbuka. Aku kemudian memeloroti rok dan CDnya, akupun demikian. Aku kembali terkagum melihat tubuh telanjang Bu Denok. Payudaranya putih padat berisi dihiasi puting susu yang berwarna coklat kemerah-merahan. Sementara Vaginanya dikelilingi rambut kelamin yang lebat. Aku kembali beraksi, kali ini daerah sasaranku liang vaginanya. Aku menciumi dan menjilati yang agak menonjol disekitar liang vaginanya mungkin itu yang dinamakan kloritas. Setelah beberapa lama ciumanku kembali keatas, merentangkan tangannya yang menutupi payudaranya. Terus menjilati tubuhnya dan akhirnya mnedarat lagi di bibirnya. Batang penisku dengan mulut vagina Bu Denok saling beradu. Ini menyebabkan batang penisku ingin dimasukkan ketempatnya. Aku mengatur posisi dan melebarkan kaki bo Denok. Bu Denok tersadar dan berkata, “Kita sudah terlalu jauh.. jangan teruskan” Aku tidak lagi memperdulikan kata-kata Bu Denok karena hawa nafsuku sudah menuju puncak. Aku kembalimeraih Bu Denok dan menciumi bibirnya, kali ini lebih dahsyat lidahku bergoyang-goyang di mulutnya. Bu Denok tak bisa berbuat apa-apa dan kembali larut dalam kenikmatan. Batang penisku yang sudah gatal ingin memasuki liang vagina Bu Denok. Aku mengambil posisi yang pas, batang penisku mulai memasuki pintu kewanitaannya. Seperti masih perawan, batang penisku sering melenceng memasuki liang vagina Bu Denok, aku terus berusaha dan akhirnya masuk juga batang vaginaku keliang vagina Bu Denok. Bu Denok mendesah panjang dan badannya berguncang. “Gila keset amat.. kaya belum punya anak aja” batinku. Bu Denok telah sedikit tenang dan batang penisku telah masuk sedikit demi sedikit. Akhirnya semua batang kejantananku tenggelam di liang senggama Bu Denok. Aku menggoyangkan pinggulku sehingga batang kejantananku keluar masuk di liang senggama Bu Denok. Makin lama makin cepat, Bu Denok mendesah sambil menyebut namaku. Kami berdua bermandikan keringat walaupun cuaca pada saat itu lumayan dingin. Erangan yang panjang disertai cairan hangat menerpa batang kejantananku yang masih berada didalamliang senggama Bu Denok. Rupanya Bu Denok telah mencapai orgasme, aku pun tidak tinggal diam dengan mempercepat gerakan batang kejantananku keluar masuk diliang senggama Bu Denok. “Inilah saatnya” Batinku. Akhirnya puncak kenikmatanku datang, spermaku muncrat didalam liang senggama Bu Denok bersamaan dengan cairan hangat yang kembali menyirami batang penisku, ternyata Bu Denok kembali orgasme. Malam itu berlanjut dengan beberapa kali orgasme Bu Denok, sampai akhirnya kami kelelahan dan tertidur. Pagi harinya, Bu Denok bangun lebih dulu dan langsung kekamar mandi. Sesaat kemudian aku terbangun dan mendengar guyuran air dikamar dan mengetoknya, Bu Denok pun membuka pintu kamar mandi. Kembali aku terkesima melihat Bu Denok yang telanjang bulat dengan rambut yang basah. Gairahku kembali memuncak, aku masuk dan langsung merangkul tubuh Bu Denok. “Mandi dulu dong” Pinta Bu Denok manja. Akupun menuruti ajakannya kemudian mengguyuri tubuhku dengan air. Beberapa saat setelah itu aku menyabuni tubuhku dengan sabun cair. Bu Denok turut membantu, malah dia menyabuni batang kejantananku yang kembali tegak. Rasa malu Bu Denok telah hilang, dia mengocok-ngocok batang kejantananku dengan lembut. Nikmat rasanya, dan pada saat hampir mencapai klimaksnya aku melepaskan tangan Bu Denok karena belum saatnya. Gantian aku yang menyabuni Bu Denok, mula-mula kedua tangannya lalu kedua kakinya. Sampailah kedaerah yang vital, aku berdiri dibelakang Bu Denok terus merangkulnya dan menyabuni payudaranya dengan kedua telapak tanganku. Terdengar Bu Denok mendesah panjang. Usapanku kebawah melewati perutnya hingga sampai keliang senggamanya. Kembali aku mengusapnya dengan lembut. Busa sabun hampir menutupi liang senggama Bu Denok, kali ini Bu Denok merintih nikmat. Setelah puas aku mengguyur kedua tubuh kami yang masih berangkulan. Aku membalikkan tubuhnya dan kami pun saling berhadapan. Bu Denok kemudian mencium bibirku, aku membalasnya dan kemudian terjadi french kiss yang dahsyat. Tangan kami pun tidak tinggal diam, aku menyentuh payudara Bu Denok dan ia menyentuh batang kejantananku yang masih perkasa berdiri. Setelah beberapa lama, Bu Denok membimbing batang kejantananku memasuki liang senggamanya. Dengan melebarkan kakinya batang kejantananku kembali memasuki liang senggama Bu Denok. Bu Denok melilitkan tangannya ke leherku kemudian aku menggendong Bu Denok dan menyandarkan ke dinding kamar mandi. Setelah itu aku kembali menggoyangkan pinggulku yang membuat kejantananku keluar masuk liang senggama Bu Denok. Akhirnya spermaku keluar dan membasahi seluruh dinding liang senggama Bu Denok. Ternayata ia belum mencapai klimaks, untuk membantunya aku menjilati liang senggama Bu Denok. Bu Denok sedikit menjerit dengan apa yang kulakukan, Akhirnya Bu Denok mengeluarkan juga cairan dari liang senggamanya dan pas mengenai wajahku. Bu Denok terkulai nikmat, aku mengguyuri kembali tubuh kami berdua. Aku dan Bu Denok telah selesai mandi, dan telah memakai pakaian masing-masing. “Lain kali.. aku minta lagi ya sayang” Bisikku sambil menelusupkan tangan ke balik baju kerjanya. “Atur aja” Desahnya manja. Kemudian Bu Denok berangkat kerja dan aku pergi kuliah. Pokoknya selama bertugas Pak Jerry keluar pulau, aku menggantikan tugasnya memenuhi hasrat biologis Bu Denok di tempat tidur.

Yang Besar dan Yang Kecil

Marissa (24 tahun, selanjutnya disebut Risa) adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Yogyakarta. Setelah semester 6 ini dia libur selama sekitar satu bulan. Dia mengisi waktu dengan melakukan kerja praktek pada sebuah industri di sebuah kota di Jawa Tengah. Karena tidak mempunyai saudara atau teman di kota tersebut, maka oleh direksi industri tersebut dia dititipkan ke rumah kontrakan salah satu karyawati yang bernama Gia Amalia (23 tahun, selanjutnya disebut Gia). Kebetulan Gia tinggal sendirian di rumah itu.Malam itu Risa telah tiba di rumah Gia dan langsung dijamu dengan makan malam. Mereka berdua berbincang-bincang mengenai banyak hal. Selesai makan malam pun mereka masih asyik berbincang-bincang. Selama berbincang-bincang tersebut Risa sesekali melirik kedua payudara Gia yang berukuran 40. Kedua payudara Gia yang dilapisi bra berwarna hitam dan kaos putih ketat itu membuat iri Risa. Dia iri karena kedua payudaranya hanya berukuran 32.“Kenapa Ris?” Tanya Gia yang rupanya memperhatikan lirikan mata Risa.“Nggak kok.” Elak Risa sambil tersenyum.“Jujur saja. Aku tahu apa yang kau pikirkan.”“Bener mbak. Nggak apa-apa kok.” Risa masih mengelak. Dia juga menyebut Mbak kepada Gia meskipun dia lebih tua dari Gia. Risa sendiri yang minta untuk memanggil Gia dengan sebutan Mbak ketika tiba di rumah Gia karena alasan senioritas. Gia telah bekerja sedangkan dia masih kuliah.“Kamu heran ya? Kenapa kedua payudaraku lain dengan kedua payudaramu?”“Iya. Diapakan mbak? Pakai obat ya mbak?” Tanya Risa yang rambut lurus cepaknya berwarna kemerah-merahan.“Pakai oil.” Jawab Gia singkat.“Boleh minta?”Gia hanya mengangguk dan berdiri dari kursi menuju kamarnya.“Nggak usah sekarang mbak. Besok saja. Risa sudah ngantuk. Mau tidur. Besok kan mulai kerja.” Cegah Risa yang juga berdiri dari kursi.Gia yang rambut panjangnya berombak dan hitam serta diikat membalikkan tubuhnya dan membereskan meja makan dibantu oleh Risa sambil membicarakan masalah-masalah pekerjaan besok. Setelah itu mereka berdua menonton televisi. Hanya sebentar Risa menonton televisi. Gia menyuruh Risa tidur di kamar yang telah disiapkannya. Dia sendiri juga menyusul tidur.Risa yang masih lelah karena perjalanan dari Yogya berusaha tidur. Bayangan kedua payudara Gia yang besar membuatnya sulit tidur. Akhirnya setelah beberapa saat dia pun tertidur. Pagi harinya dia terbangun. Dia lalu menuju dapur. Disana telah ada Gia yang tingginya sama dengan tingginya, yaitu sekitar 165 cm. Beratnya saja yang beda. Beratnya sekitar 48 kg. Sedangkan berat Gia sekitar 50 kg. Dia sedang membuat teh. Risa menghampirinya. Gia yang menyadari kedatangan Risa lalu berbalik.“Bagaimana? Bisa tidur nggak?” Tanya Gia.“Nggak bisa mbak. Ingat payudara Mbak sih.” Jawab Gia sambil tersenyum yang dibalas oleh Gia dengan senyuman. Kemudian lanjutnya.“Boleh nggak mbak, Risa lihat kedua payudara mbak?”Tanpa menunggu persetujuan Gia, Risa sudah membuka ikatan kimono tidur berwarna coklat yang dipakai Gia. Rupanya tubuh berkulit sawo matang tersebut hanya memakai celana dalam berwarna putih. Gia juga membuka ikatan kimono tidur berwarna hitam yang dipakai Risa. Sama dengan dirinya. Risa yang berkulit putih mulus juga hanya memakai celana dalam berwarna kuning. Mereka berdua menjatuhkan kimono masing-masing ke lantai. Dan Risa langsung membelai payudara kanan Gia.“Eeehmm..” Desah Gia.Gia lalu membalikkan tubuh Risa. Dibelainya tato bergambar kepala cewek di punggung sebelah kanan Risa. Dia lalu membelai paha kiri Risa dengan tangan kirinya.“Eeehmm..” Desah Risa.Lalu diturunkannya celana dalam yang dipakai Risa sampai terlepas dari tubuhnya. Kemudian giliran Risa yang menurunkan celana dalam yang dipakai Risa sampai terlepas juga dari tubuhnya. Risa lalu jongkok dan membelai belahan kedua payudara Gia dengan tangan kanannya.“Eeehmm..” Desah Gia.Tangan kiri Gia lalu memegang tangan kanan Risa dan diremaskannya ke payudara kirinya.“Ooohh..” Desah Gia.Risa lalu mundur dan duduk di kursi sambil menarik tubuh Gia. Sambil duduk dia menjilati payudara kanan Gia.“Eeehmm..” Desah Gia.Tangan kirinya membelai vagina Gia. Tangan kirinya lalu meremas payudara kanan Gia dan lidahnya menjilati puting payudara kanan Gia.“Ooohh..aahh..oohh..eehmm..” Desah Gia.Beberapa saat kemudian Risa membalikkan tubuh Gia. Dari belakang kedua tangannya lalu membelai kedua payudara Gia dan dilanjutkan dengan meremas kedua payudara Gia.“Eeehmm..oohh..” Desah Gia.“Sudah Ris. Nanti kita terlambat. Kita kan belum mandi dan sarapan.” Kata Gia sambil melepaskan diri dari jamahan Risa. Kemudian Gia masuk ke kamar mandi yang tepat berada di samping dapur. Risa mengikutinya.“Bolehkah aku ikut mandi dengan mbak?” Tanya Risa yang masih berdiri di pintu kamar mandi.Gia yang sedang mandi di bawah pancuran hanya menganggukan kepala sambil tersenyum menantang. Risa kemudian bergabung mandi dibawah pancuran. Dia langsung disambut dengan Gia yang menempelkan tubuhnya ke tubuh Risa. Dia mematikan pancuran dan tangan kirinya membelai vagina Risa dan tangan kanannya memeluk pinggang Risa.“Ooohh..aahh..” Desah Risa.Kemudian Gia semakin merapatkan tubuhnya yang basah ke tubuh Risa yang juga basah. Kedua payudaranya menempel di kedua payudara Risa yang kecil.“Ooouhh..” Mereka berdua sama-sama mendesah.Bibirnya ditempelkan juga ke bibir Risa. Mereka berdua berciuman dan saling berjilatan lidah. Tiba-tiba Risa terpeleset. Untung dia bisa cepat menguasai tubuhnya sehingga dia tidak merasa kesakitan. Tapi dia tidak segera berdiri. Dia ingin Gia menolongnya. Dengan harapan dia dapat menarik tubuh Gia supaya ikut terjatuh. Ternyata Gia mengambil selang pancuran dan airnya disemprotkan ke vagina Risa. Hanya sebentar. Dia lalu berjongkok dan menyabuni vagina Risa dengan sabun. Diciumnya juga bibir Risa yang membalas dengan hebatnya. Lama sekali Gia menyabuni vagina Risa sambil sesekali jari tengah tangan kanannya dimasukkan ke vagina Risa. Sementara tangan kirinya menuangkan sabun cair ke dalam bathtub.Lalu Gia menarik tubuh Risa untuk masuk ke dalam bathtub. Mereka berdua lalu saling mengusapkan busa sabun ke tubuh mereka. Sesekali mereka berdua berciuman sambil saling menjilatkan lidah. Mereka berdua juga saling berpelukan dan menempelkan kedua payudara mereka.“Ooouhh..” Mereka berdua sama-sama mendesah.Kemudian Risa membersihkan busa sabun yang berada di kedua payudara Gia dengan kedua tangannya. Dijilatinya puting payudara kanan Gia.“Eeehmm..” Desah Gia.Perlakuan Risa membuat tubuh Gia semakin naik dan menjadikan dia berdiri dengan bersandar pada dinding kamar mandi. Risa sudah tidak lagi menjilati puting payudara kanan Gia. Kini dia membersihkan busa sabun di vagina Gia dengan air. Lalu dia menghisap vagina Gia dengan lidahnya.“Aaaghh..oohh..” Desah Gia.Gia hanya bisa meremas-remas sendiri kedua payudaranya dengan kedua tangannya. Sesekali tangan kiri Risa juga meremas payudara kiri Gia.“Ooohh..” Desah Gia.Mulutnya naik kembali ke atas dan menghisap payudara kiri Gia sambil jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Gia.“Oooughh..aahh..oouhh..” Desah Gia.Dia lalu menempelkan kedua payudaranya ke kedua payudara Gia.“Ooouhh..”Dipeluknya Gia sambil menjilati lehernya. Tangan kiri Gia juga meremas pantat Risa.“Eeehmm..” Mereka berdua sama-sama mendesah.Risa kemudian menyodorkan payudara kanannya yang kecil ke mulut Gia yang mau saja menghisapnya.“Oooughh..” Desah Risa.Tetapi hanya sebentar. Gia menuntun Risa untuk membungkuk dengan kedua tangan berpegangan pada dinding kamar mandi. Digesek-gesekannya kedua payudaranya ke punggung Risa.“Ooouhh..” Desah Gia.Mereka berdua kemudian sadar bahwa mereka akan bekerja. Sehingga akhirnya mereka menyudahi permainannya. Mereka berdua kemudian mandi sambil sesekali masih saling membelai tubuh mereka. Terutama Risa yang sering membelai kedua payudara Gia bergantian. Dia terpesona dengan kedua payudara Gia yang besar.Sore harinya ketika pulang dari bekerja. Permainan mereka berdua berlanjut kembali.“Mbak. Minta oilnya dong.” Kata Risa.“Sini.” Kata Gia sambil menarik Risa ke kamarnya.“Buka semua pakaianmu.” Lanjut Gia.Risa hanya menurut saja. Dia membuka semua pakaiannya. Ternyata Gia juga membuka semua pakaiannya. Kecuali celana dalam. Gia lalu mengambil sebuah botol dari lemarinya. Botol yang bertuliskan Breast Oil. Kemudian dihampirinya Risa yang sedang melepas miniset yang dipakainya. Dia tinggal memakai celana dalam. Gia kemudian memegang payudara kanan Risa dan menuangkan isi botol ke payudara kanan Risa setelah membuka tutupnya. Tangan kirinya kemudian meremas-remas payudara kanan Risa.“Ooohh..” Desah Risa.Kemudian remasan tangan kirinya berpindah ke payudara kiri Risa.“Ooohh..” Desah Risa.Dia lalu membalikkan tubuh Risa dan menuangkan isi botol ke punggungg Risa. Diletakkannya botol itu ke meja dan dengan kedua tangannya diratakannya cairan itu ke seluruh tubuh Risa bagian atas.“Eeehmm..” Desah Risa.Lalu dibalikkan kembali tubuh Risa sambil tangan kanannya mengambil botol di meja. Diserahkannya botol itu ke Risa.“Gantian ya.” Kata Gia.Risa hanya mengangguk sambil menerima botol itu dari tangan Gia. Dia kemudian menuangkan isi botol ke kedua payudara Gia sekaligus dalam jumlah besar. Kemudian dilemparkannya botol itu ke tempat tidur setelah ditutup. Kedua tangannya kemudian meratakan cairan itu ke seluruh tubuh Gia bagian atas terutama ke kedua payudara Gia.“Eeehmm..oohh..” Desah Gia.Setelah dirasa cukup, Gia lalu memeluk Risa dan menggesek-gesekkan kedua payudaranya ke kedua payudara Risa selama beberapa menit.“Ooouhh..”Lalu mereka berdua melepaskan pelukan dan saling meremas kedua payudaranya.“Ooohh..”Gia menghentikan remasannya pada kedua payudara Risa. Dia keluar kamar dan mengambil dua botol air mineral dari kulkas. Dia masuk kembali ke kamar dan dilihatnya Risa masih meremas sendiri kedua payudaranya.“Ooohh..” Desah Risa.Di depan Risa, Gia membuka salah satu botol dan dengan menari-nari dia mengucurkan sedikit demi sedikit air itu ke kedua payudaranya. Gia membersihkan cairan dengan air mineral itu.“Eeehmm..” Desah Gia.Risa tertarik dan mengambil botol satunya dari tangan Gia. Dengan berhadap-hadapan Risa juga membersihkan cairan pada kedua payudaranya sendiri.“Eeehmm..” Desah Risa.Gia melihat sebuah kesempatan. Tangan kirinya meremas dan menjilati payudara kanan Risa yang bertambah besar dari biasanya meskipun tidak sebesar dari yang dia punya.“Ooohh..eehmm..” Desah Risa.Dibalikkannya tubuh Risa dan dari belakang tangan kirinya meremas kedua payudara Risa bergantian.“Ooohh..” Desah Risa.Sementara tangan kanannya masih mengucurkan air dari botol. Tangan kanan Risa juga mengucurkan air ke kedua payudaranya. Tubuh mereka berdua basah dan Risa membalikkan tubuhnya. Dipeluknya Gia. Kedua payudara mereka yang berbeda ukuran menempel dan saling menggesek.“Ooouhh..” Mereka berdua sama-sama mendesah.Hampir tiap hari Gia meremas kedua payudara Risa dengan Breast Oil yang berlanjut dengan percumbuan yang sangat panas.. Sampai akhirnya kedua payudara Risa sama besarnya dengan kedua payudaranya bertepatan dengan berakhirnya masa kerja praktek Risa di tempat Gia bekerja.

Tati Kakak Iparku

Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.
Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Uni Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius. Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Uni jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman Safari.Tiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Uni jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua. Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Uni karena orangnya pendiam. Akupun menduga Uni pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Uni menyetujui usul istriku.
Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Uni yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok. Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Uni Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Uni. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda.
Kuatur jebakan untuk memancing Uni. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Uni dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Uni memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit. Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Uni. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.
Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Uni melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan juniorku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini. Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Uni. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Uni pasti melihat tubuhku yang polos dengan junior yang tegak berdiri.
Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut. Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang.“E..eee…maaf Uni, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Uni terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.
Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Uni dan sekali lagi memohon maaf.
“Maaf ya Uni, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.
Tiba-tiba seperti tersadar Uni bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Uni. “Ada apa Andy,” ujar Uni setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Uni, maafkan Andy ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.
“Nggap apa-apa, cuma Uni malu hati, sungguh Uni malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Uni kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.“Sejujurnya Uni tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Uni malu, tanpa sadar Uni terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Uni sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Uni seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Uni dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.
“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Uni sudah berdiri didepanku. Lama kupeluk erat, Uni diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.
“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Uni sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Ucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Uni menggeliat.
Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Uni menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.
Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Uni diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Uni masih diam.
Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Uni yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.
Kukangkangkan kakinya, uni masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir vagina dan klitorisnya Uni tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”
“Kenapa Uni….Sakit?,” tanyaku. Uni hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat vagina itu kulanjutkan. Uni menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Andyyyyyyy… ayo Andy….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Andy tuntaskan….Uni udah nggak tahan,” katanya.
Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan juniorku kelobang surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Uni semakin menggelinjang.
Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Uni meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.
Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Uni cantik, Andy keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan Junior ku yang sempat terlepas dari vaginanya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Uni agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Uni menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.
Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari vagina Uni dan kugencet batang juniorku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali juniorku meludah. Sekujur tubuh Uni yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Uni bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.
“Andy…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Uni rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku. Dengan persetujuan Uni, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Uni nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan
persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Uni. Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam vaginanya.“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Istriku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Uni. Sampai Uda meninggal, Uni tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini. Sebetulnya Uni masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Uni sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Uni sebelum kami sama-sama tertidur pulas.

Kamis, 2009 Januari 08

Rin Kekasihku

Kebetulan pada saat itu, saya mempunyai seorang kekasih teman satu sekolah, nama panggilannya Rin. Dia adalah anak ke 3 dari 8 bersaudara. Rin tinggal di Bandung bersama kakaknya sedangkan orang tua dan adik-adiknya menetap di luar Jawa. Selama berpacaran dengan Rin, saya belum pernah melakukan seperti apa yang saya lakukan dengan Mbak Ami di Yogya. Paling maksimal saya hanya mencium pipi atau kening Rin, itupun saya lakukan jika ada acara khusus.

Seperti biasanya, karena usai sekolah sore hari maka saya mengantarkan Rin pulang ke rumahnya di daerah Bandung Barat. Biasanya setelah sampai dirumah Rin saya langsung pulang, tapi hari itu saya sengaja untuk masuk dulu ke rumah Rin.

“Kamu mau saya temanin dulu apa nggak?” tanya saya kepada Rin.
“Temanin yach.., besok khan tanggal merah, lagian kakakku lagi nonton di luar”, jawab Rin dengan ringannya.
“Ok, kalau gitu mobilnya saya masukin ke carport aja, nggak usah diparkir di jalan”, balas saya sambil membuka pintu pagar rumahnya.

Setelah memasukkan mobil, saya terus masuk ke ruang tamu dan duduk. Tidak begitu lama Rin ke ruang tamu sambil membawa teh hangat untuk saya.

“Aku ganti baju dulu, kamu minum dech” kata Rin kepada saya.
“Iya, aku nunggu di sini aja lah, kamu jangan lama-lama ganti bajunya” kata saya.

Tidak begitu lama, Rin telah kembali dengan menggunakan kaos dan celana pendek. Dia duduk di samping saya, begitu saya perhatikan ternyata satu kancing bagian atas kaosnya dibuka. Hal itu menimbulkan rangsangan untuk mencumbunya.

“Rin, kakakmu kira-kira pulang jam berapa” tanya saya.
“Yach.. Paling juga jam 10 an sampai rumah, kenapa?” tanya Rin kepada saya.
“Nggak.. Ya berarti masih ada waktu cukup” sahut saya lagi.
“Emang.. Mau apa?” tanya Rin menyelidik

Kemudian saya menarik badan Rin untuk bersandar di badan saya dan saya tanya,” Boleh saya cium kamu?”

Tanpa menunggu jawaban dari Rin, saya sudah mendaratkan bibir saya di bibirnya. Uch.. Rin pun membalas ciuman saya ini dan dia juga membuka mulutnya dengan maksud agar lidahnya bisa menggapai lidah saya.

“Rin.. Aku sayang sama kamu” kata saya seraya menghentikan untuk sesaat ciuman di bibirnya.
“He.. Eh, aku juga” balas Rin sambil terus menggigit bibir dan lidah saya.

Sambil mencium, tangan saya juga sudah mulai mengelus punggungnya dan kemudian bergeser ke lengannya dan berhenti sejenak di sekitar ketiaknya. Tangan Rin pun semakin kencang memeluk badan saya, kelihatannya Rin sudah terbawa emosinya dan dia juga kelihatannya menikmati ketika saya mulai mencium belakang telinga dan lehernya.

“Shh.. Ach.. Ko, geli” desah Rin sambil ke dua tangannya memegang kepala saya.
“Rin.., suka ya..?” tanya saya sambil terus menciuminya dan tangan saya mengelus-elus lengannya.

Ciuman saya dari leher kemudian turun ke bagian bawah leher dimana kancing kaosnya sudah terbuka satu. Hanya sebentar ciuman saya di daerah itu, kemudian ciuman saya geser lagi ke bibirnya. Sambil berciuman, saya pindahkan tangan saya ke buah dadanya dan saya usap-usap dari luar kaosnya dengan sekali-kali saya remas.

“Ko.. Jangan.. Sakit” bisik Rin sambil kepalanya mendongak ke atas.

Tangan sayapun terus mencoba untuk masuk melalui kancing yang telah terbuka dan langsung menyusup ke dalam cup bra nya.

“Ach..” desah Rin, sambil tangannya ikut memegangi tangan saya, ntah maksudnya melarang atau mempertahankan tangan saya untuk terus mengolahnya. Tetapi.., setelah beberapa saat saya meremas buah dadanya, tiba-tiba..

“Plak..” tangan Rin pun menampar pipi saya.

Kaget juga saya dengan tamparan dia itu, saya pikir saking enaknya di remas buah dadanya sehingga dia menjadi begitu tenyata sebaliknya, dia kaget karena diremas-remas buah dadanya.

“Kamu.. Ngapain Ko..” tanya Rin kepada saya.
“Ech.., kenapa kamu nggak mau” saya balik bertanya.
“Iya.. Jangan nggak boleh khan” balas Rin.
“Ya sudah.. Maaf ya” kata saya sambil kemudian saya membetulkan duduk saya.

Untuk beberapa saat kami berdua terdiam, mungkin Rin menyesali apa yang baru saja terjadi dan saya menyesali karena apa yang saya rencanakan tidak terpenuhi padahal penis saya sudah mengeras karena terangsang. Dengan berat hati, saya akhirnya minta ijin untuk pulang.

“Kamu kesel yach.. Saya nggak mau” tanya Rin kepada saya.
“Nggak, kenapa, saya tidak mau memaksa khok” jawab saya kemudian.
“Ko.., saya sayang sama kamu tapi saya belum bisa untuk menerima apa yang tadi kamu lakukan dan jika hal itu kita lakukan pasti ingin mengulang terus” begitu penjelasan Rin kepada saya.
“Nggak apa-apa khok, nggak usah kamu pikirin lagi dech Rin” balas saya sambil berdiri untuk pulang.
“Saya pulang ya dan maaf soal tadi” kata saya kepada Rin, kemudian saya kecup keningnya.
“Iya dech hati-hati nggak usah ngebut” kata Rin.

Setelah kejadian malam itu, hubungan saya dengan Rin tetap berlangsung terus dan paling maksimal saya hanya mengecup bibirnya sebentar tanpa ada aktivitas lainnya. Tidak terasa hubungan kami sudah mencapai 2 tahun dan kami berdua lulus dari SMA di Bandung. Saya melanjutkan ke salah satu perguruan tinggi terkenal di Yogya dan Rin kuliah di Bandung. Kami hanya berkomunikasi dengan telepon atau surat dan bertemu jika masa kuliah sedang libur dan tidak terasa telah lebih dari 1 tahun kami berhubungan jarak jauh.

Sampai suatu malam, sehabis kuliah saya dibonceng oleh teman kuliah saya yang bernama Ipin melintas dikawasan Malioboro biasa mau cuci mata karena sudah sumpek dengan kuliah seharian dan saya dikagetkan ketika melihat satu rombongan yang menarik perhatian saya dimana saya lihat Rin berada di antara rombongan itu.

“Ipin, kita ikutin rombongan itu, kayaknya aku liat Rin dech” kata saya.
“Hah.. Masa sich, khok kamu bisa nggak tahu kalau dia ke Yogya” balas Ipin dengan nada kaget.

Ipin tahu kalau saya punya kekasih di Bandung yang namanya Rin.

“Iya nich.. Jangan-jangan aku salah liat, tapi kita ikutin aja lah paling nggak kita bisa tahu mereka nginap dimana” balas saya kemudian.

Akhirnya saya dan Ipin mengikuti rombongan itu dan saya pastikan kalau yang saya liat itu adalah Rin tidak salah lagi. Kita ikuti sampai mereka masuk ke sebuah hotel di samping stasiun.

“Sudah, samperin aja Ko, cuek aja.. Khok dia nggak kasih kabar sama kamu” kata Ipin kepada saya ketika melihat saya ragu mau ikut masuk ke hotel itu atau tidak.

“Ayo.. Lah, parkirin aja motornya kita datengin” balas saya kepada Ipin.

Setelah memarkir motor, saya dan Ipin mendatangani receptionist dan menanyakan rombongan yang baru masuk tersebut.

“Selamat malam Mbak, mau nanya apa yang barusan rombongan dari Universitas ‘xx’ dari Bandung” tanya saya kepada Mbak di receptionist.
“Iya, betul Mas, sudah 2 hari rombongan itu disini, besok pagi sudah mau check out ke Semarang” jawab Mbak nya itu.
“Bisa saya minta tolong dihubungi dengan salah satu dari rombongan itu namanya Rin?” tanya saya kepada si Mbak.
“Sebentar ya Mas, saya coba dulu” jawab si Mbak receptionist itu sambil mengangkat gagang telepon.

Tidak beberapa lama Rin terlihat menuju counter receptionist dan saya lihat muka dia kaget karena melihat saya.

“Hi.., khok tahu saya ada di sini” tanya Rin.
“Iya, tadi liat lagi jalan rame-rame di Malioboro” jawab saya ke Rin.

Setelah memperkenalkan teman saya Ipin kepada Rin, kemudian saya bertanya lagi ke Rin.

“Khok kamu nggak kasih kabar kalau mau ke Yogya” kata saya.
“Iya, sorry ya saya nggak sempet kasih tahu, besok juga sudah mau ke Semarang, disana 2 malam terus balik lagi ke Bandung. Kita lagi studi banding” balas Rin.

Tidak lama kemudian, datang seorang temannya Rin yang setelah dikenalkan ternyata bernama Rohim. Dengan nada yang agak sok dia bertanya kepada Rin,
“Siapa Rin?”
“Oh, ini temanku waktu SMA di Bandung, sekarang kuliah di Yogya” jawab Rin dengan nada ragu.

Saya kaget juga melihat wajah Rin yang ragu dan kenapa juga dia bilang saya temannya khok bukan pacar atau apalah.. padahal saya dengan Rin sudah menjalin hubungan dekat selama 3 tahun lebih. Demikian percakapan awal yang tidak mengenakan dan akhirnya saya tidak mau berlama-lama di hotel tersebut dan saya bilang kepada Rin.

“Ok, nanti setelah kamu sampai di Bandung kasih tahu saya dan saya akan ke Bandung”.

Dengan hati yang kesal dan dengan berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk di kepala, saya dan Ipin pulang. Ipin pun tahu perasaan saya tetapi dia diam saja tidak mau mengungkit masalah itu.

“Sudah.. Ntar ke Bandung aja, di clear kan”komentar Ipin singkat, padat dan jelas.

Beberapa minggu setelah kejadian di Yogya dan liburan kuliah sudah mulai sayapun pergi ke Bandung dengan menggunakan bis malam. Setibanya di Bandung, setelah istirahat sebentar di rumah, saya berangkat menuju ke rumah Rin dengan membawa oleh-oleh. Dengan perasaan hati yang agak galau, saya menekan bel rumahnya dan tidak begitu lama Rin membukakan pintu pagar rumahnya.

“Eh.. Ko, apa kabar, kapan sampainya?” tanya Rin.
“Tadi subuh naik bus malam. Ini dibawain bakpia untuk di rumah” jawab saya sambil masuk ke rumahnya.
“Kok sepi, sedang pada pergi?” tanya saya lagi.
“Iya, lagi ke Ciwidey mau lihat Situ Patenggang” jawab Rin.
“Sebentar ya, saya buatkan teh dulu untuk kamu” kata Rin sambil berjalan ke arah dapur.

Sayapun kemudian duduk dan seperti biasanya di bawah meja tamu terdapat beberapa album dan saya mengambil satu yang paling atas. Mungkin ada foto-foto baru yang bisa saya lihat sambil menunggu. Sayapun membuka lembar demi lembar halaman album tersebut dan setelah beberapa halaman saya terkejut karena terdapat beberapa foto Rin berdua dengan Rohim dalam posisi seperti sepasang muda-mudi yang sedang mabuk asmara.

Ketika Rin datang dengan membawa teh hangat, saya tanyakan perihal foto-foto tersebut dan..

“Oh.. Itu, ya cuma iseng aja foto berdua pas waktu di Yogya dan Semarang” Rin menjawab dengan mimik muka yang tampaknya dibuat setenang mungkin. Tetapi saya bisa menangkap semua itu.

“Tapi.. Nggak ada apa-apa khok” kata Rin kemudian.

Dengan rasa kesal, saya tutup album itu.

“Kamu pacaran sama dia?” tanya saya kepada Rin.
“Nggak.. yach akhir-akhir ini nggak tahu kenapa saya dekat dengan dia” jawab Rin dengan nada yang sedikit ragu.
“Kamu sich Ko.. Pake kuliah di Yogya, jadi saya nggak ada yang nemenin di Bandung” lanjut Rin mencoba untuk memberi penjelasan.
“Maaf ya Rin, saya jadi nggak bisa nemenin kamu di Bandung” kata saya.

Kemudian saya meminum tehnya dan setelah itu saya tarik badan Rin untuk mendekat ke saya dan langsung saya cium bibirnya. Bibir kamipun saling bertemu dan terus sampai lidaHPun ikut bertaut. Wach.. sudah tambah pengalaman nich si Rin, saya berkata di dalam hati.

“Rin.. Saya kangen ma kamu” kata saya.
“Iya.. Aku juga, terus Ko.. Ach..” desah Rin membalas ucapan saya.

Sayapun tidak hanya mencium bibirnya saja tapi bergerak terus menelusuri telinga, leher dan kembali lagi ke bibirnya. Tangan sayapun mulai bergerilya dengan mulai membuka kancing dari kaos yang dipakai, saya buka satu persatu dan akhirnya terbuka semuanya yang mengakibatkan saya bisa melihat dengan jelas bra yang menutup dua buah bukit kembarnya.

Dengan sedikit ragu-ragu, saya sentuh bagian atas buah dadanya dan sekali-kali saya elus dengan mengitari bagian yang menggunung dari buah dada Rin.

“Ach.. Enak Ko.. Geli..” kata Rin sambil mendesah manja.
“Boleh saya remes?” tanya saya..
“Iya.. Ayo..” pinta Rin

Dengan rasa heran karena dulu Rin tidak mau, sayapun kemudian meremas dari luar cup bra nya dan setelah beberapa lama saya beranikan untuk menurunkan tali bra nya dan menarik sampai ke perutnya. Tampaklah dua buah bukit kembar yang masih ranum dengan putingnya yang agak menonjol.

“Rin.. Bagus punyamu” kata saya sambil mengelus dan mendekatkan bibir saya untuk mengecup dan mengulum putingnya.
“Ko.. Ayo, isap putingku ya” pinta Rin.

Tampaknya Rin sudah mulai terangsang dan saya pun tidak menyia-nyiakan permintaan Rin itu. Sambil mengulum putingnya dengan bergantian kiri dan kanan sambil meremas-remas buah dadanya, saya merasa tangan Rin mulai turun ke arah penis saya yang sudah tegang.

“Ko.. Keras sekali punyamu” kata Rin sambil mengelus-elus penis saya dari luar celana saya.
“Buka Rin..” saya berkata kepada Rin dan tanpa ragu-ragu Rin pun membuka risleting celana saya dan mengeluarkannya.

Kemudian Rin pun mulai meremas-remas penis saya dan mengocoknya.

“Rin.. Enak, terus.. Ach..” desah saya dimana mulut saya terus mengulum dan mengisap putingnya bagian kiri dan kanan.

Melihat Rin semakin terangsang, saya memberanikan tangan saya untuk menjamah daerah terlarangnya. Saya usap sambil menekan ringan jari saya di bagian kewanitaannya dari luar celana pendek yang dipakainya.

“Ko.. Khok tangannya ke situ?”tanya Rin sambil terus mendesah.
“Kenapa, kamu nggak mau?”saya balik bertanya.

Ternyata Rin diam saja bahkan desahannya semakin kuat. Melihat keadaan itu, saya semakin berani untuk menurunkan celana pendek Rin yang hanya memakai karet sekaligus dengan celana dalamnya. Untuk sekejap, Rin menahan laju tangan saya, tetapi setelah saya berhasil menurunkan celananya, akhirnya Rin diam saja dan bahkan merenggangkan ke dua kakinya.

Jari-jari tangan saya pun terus mengolah lahan yang selama ini ditutupinya, saya usap-usap dan sekali-kali jari tengah saya masuk ke dalam lubang kewanitaannya. Aktifitas ini saya lakukan untuk beberapa menit sampai akhirnya daerah kewanitaannya menjadi basah.

“Rin.. Mulai basah tuch” kata saya .
“Iya.. Enak Ko, terus Ko.., mau..” balas Rin dengan suara yang mendesah.

Kemudian saya menarik badan Rin agar berbaringkan di sofa ruang tamu dan tanpa ada penolakan Rin pun sudah berbaring. Aktivitas dari jari-jari tangan saya teruskan untuk mengolah lubang kewanitaan Rin, sambil terus memilin secara perlahan klitorisnya dan sekali-kali masuk ke dalam lubangnya, tangan saya pun berusaha untuk merenggangkan ke dua paha Rin agar lebih mudah. Tanpa adanya penolakan, entah karena sudah terangsang, Rin membuka lebar-lebar ke dua pahanya sehingga aktivitas jari saya semakin mudah di sekitar lubang kewanitaannya.

“Rin.. Aku masukin ya” pinta saya..
“Jangan.. Aku nggak mau” jawab Rin.

Rin menjawab begitu sambil terus menggoyangkan pinggulnya sehingga jari-jari tangan saya keluar masuk di lubangnya. Tangan Rin sendiri sekali-kali menahan laju tangan saya. Aktifitas mulut saya juga terus berlanjut di sekitar buah dadanya karena saya ingin membuat dia benar-benar terangsang dan akhirnya bersedia untuk bersetubuh.

Sayapun mencoba untuk berbaring di samping Rin sambil terus mengolah lubang kewanitaannya dan tangan Rin pun semakin meremas dan mengocok penis saya yang sudah benar-benar keras. Setelah beberapa lamai, sayapun sudah tidak tahan lagi dan mulai manaiki tubuh Rin agar penis saya bisa mendekat ke lubang kewanitaannya Rin.

“Tahan.. Ya..” kata saya kepada Rin dengan nada memerintah secara halus.
“Jangan Ko.. Aku nggak mau” kata Rin sambil mencoba untuk menahan penis saya yang sudah berada di depan lubangnya dan Rin berusaha untuk merapatkan kakinya tetapi tidak bisa karena saya berada di antara ke dua kakinya.

Sayapun terus memajukan penis saya, setelah bagian kepala penis saya tepat berada di lubang kewanitaannya saya mendorong agar kepala penisnya bisa masuk.

“Ach..” saya mendesah sambil terus mendorong agar penis saya bisa masuk seluruhnya.
“Ko.. Jangan.. Aduhh.. Sakit” kata Rin sambil berusaha untuk mendorong badan saya.
“Tahan Rin, sedikit lagi masuk semua..” kata saya selanjutnya.

Sampai akhirnya penis saya masuk seluruhnya dan kemudian saya diamkan sebentar agar lubang kewanitaan Rin beradaptasi dengan penis saya yang baru masuk. Setelah beberapa saat saya diamkan, saya coba untuk memaju dan mundurkan penis saya.

“Oh.. Rin.. Enak sekali, sempit sekali..” desah saya sambil terus memompa rongga kewanitaannya.
“Ko.. sudah.. Ko.., jangan diterusin” kata Rin dengan nada hampir menangis.

Saya terus saja memompanya.. Slruup.. Slruup.. Begitulah suaranya ketika penis saya maju mundur. Raut muka Rin mulai memerah dan matanya pun mulai menutup seakan akan menahan rasa sakit di bagian lubang kewanitaannya. Namun demikian, jika saya perhatikan dari gerakan pinggulnya yang mulai bergoyang, saya yakin Rin mulai merasakan nikmatnya penis saya.

Rin terus menggoyangkan pinggulnya seirama dengan maju mundurnya penis saya dan setelah beberapa lama dengan posisi saya di atas, dari penis saya terasa ingin mengeluarkan air mani.

“Rin.. Sebentar lagi saya mau keluar”kata saya.
“Ko.. Sudah.. Jangan diterusin” pinta Rin dengan air mata yang mulai keluar dan saya tetap tidak peduli dan terus memompanya.
“Rin.. Saya keluar.. Ach.. Ach..” saya mengerang tertahan karena merasakan nikmatnya keluar di dalam lubang kewanitaan yang hangat.

Sayapun mengeluarkan banyak sekali air mani di dalam lubang kewanitaan Rin. Untuk beberapa saat saya diamkan penis saya untuk tetap di dalam lubang kewanitaan Rin. Sampai penis saya mengecil, baru saya tarik dan saya lihat air mani saya mengalir keluar dari lubang kewanitaan Rin dibarengi dengan bercak berwarna merah dan jatuh di sofa tempat kami barusan melakukan aksi persetubuhan.

“Rin.. Saya sudah ambil perawan kamu” kata saya kepada Rin.
“Iya.. Ko, kamu khok teganya begitu” balas Rin dengan suara agak parau.
“Saya bakalan hamil nggak, khan nggak boleh kita melakukan ini” lanjut Rin masih dengan suara yang agak parau.

Kemudian Rin berdiri dan berlari ke dalam kamarnya dan ke kamar mandi untuk membersihkan lubang kewanitaannya dari air mani yang telah saya keluarkan di dalam lubang kewanitaannya..Setelah kejadian itu, saya berhasil beberapa kali bersetubuh dengan Rin sampai akhirnya dia memutuskan hubungannya dengan saya dan kemudian menikah dengan Rohim tanpa memberitahu saya sama sekali.

Saat ini, Rin tinggal di Jakarta dan sudah mempunyai 2 orang anak dari Rohim. Saya menyesal karena tidak bisa menjadi suaminya tetapi setelah saya pikir-pikir lagi ternyata saya lebih beruntung karena telah memperoleh keperawanan Rin dan saya tidak tahu bagaimana Rin menjelaskan kepada Rohim pada saat ‘malam pengantin’nya berlangsung.

Rin, saya minta maaf karena saya telah membuat kamu berpikir keras untuk menjelaskan status keperawanan kamu kepada Rohim. Untuk Rohim, jangan paksa Rin untuk menjelaskan siapa yang mengambil keperawanan Rin. Dan untuk kalian berdua.. Rin dan Rohim, mudah-mudahan perkawinan kalian langgeng tanpa mempermasalahkan hal-hal yang telah lampau.

Perawan Liar

Sebut saja namaku Lila, umurku 16 tahun, kelas 2 SMA. Sebagai anak SMA, tinggiku relatif sedang, 165 cm, dengan berat 48 kg, dan cup bra 36B. Untuk yang terakhir itu, aku memang cukup pede. Walau sebenarnya wajahku cukup manis (bukannya sombong, itu kata teman-temanku…) aku sudah lumayan lama menjomblo, 1 tahun. Itu karena aku amat selektif memilih pacar… enggak mau salah pilih kayak yang terakhir kali.


Di sekolah aku punya teman akrab namanya Stella. Dia juga lumayan cantik, walau lebih pendek dariku, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Stella memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang minim… peduli amat kata guru, pesona jalan terus!
Saat darmawisata sekolah ke Cibubur, aku dan dia sekamar, dan empat orang lain. Satu kamar memang dihuni enam orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil bangeeet… aku dan Stella sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk. Disana, kami berenam tinggal dengan satu kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa kami, hanya terpisah pagar tanaman, adalah villa cowok.

“Lil, lo udah beres-beres, belum?” tanya Stella saat dilihatnya aku masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Cibubur, lain dengan Jakarta.
“Belum, ini baru mau.” Jawabku sekenanya, karena masih malas bergerak.
“Nanti aja, deh. Kita jalan-jalan, yuk,” ajak Stella santai.
“Boljug…” gumamku sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan. Kami berkeliling melihat-lihat pasar lokal, villa induk, dan tempat-tempat lain yang menarik. Di jalan, kami bertemu dengan Rio, Adi, dan Yudi yang kayaknya lagi sibuk bawa banyak barang.
“Mau kemana, Yud?” sapa Stella.
“Eh, Stel. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Rio yang menjawab. “Lo berdua mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa se-muanya, nih.” Pintanya memelas.
“Oke, tapi yang enteng ajaaa…” jawabku sambil mengambil alih beberapa barang ringan. Stella ikut meringankan beban Adi dan Yudi.
Sampai di villa cowok, aku bengong.
Yang bener aja, masa iya aku dan Stella harus masuk ke sana? Akhirnya aku dan Stella hanya mengantar sampai pintu. Yudi dan Adi bergegas masuk, sementara Rio malah santai-santai di ruang tamu. “Masuk aja kali, Stel, Lil.” Ajaknya cuek.
“Ngng… nggak usah, Yud.” Tolakku. Stella diam aja.
“Stella! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Aku mengenalinya sebagai suara Feri.
“Gue boleh masuk, ya?” tanya Stella sambil melangkah masuk sedikit.
“Boleh doooong!!” terdengar koor kompak anak cowok dari dalam. Stella langsung masuk, aku tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Di dalam, anak-anak cowok, sekitar delapan orang, kalo Rio yang diluar nggak dihitung, lagi asyik nongkrong sambil main gitar. Begitu melihat kami, mereka langsung berteriak girang, “Eh, ada cewek!! Serbuuuuu!!” Serentak, delapan orang itu maju seolah mau mengejar kami, aku dan Stella langsung mundur sambil tertawa-tawa. Aku langsung mengenali delapan orang itu, Yudi, Adi, Feri, Kiki, Dana, Ben, Agam, dan Roni. Semua dari kelas yang berbeda-beda.
Tak lama, aku dan Stella sudah berada di antara mereka, bercanda dan ngobrol-ngobrol. Stella malah dengan santai tiduran telungkup di kasur mereka, aku risih banget melihatnya, tapi diam aja. Entah siapa yang mulai, banyak yang menyindir Stella.

“Stell… nggak takut digrepe-grepe lu di atas sana?” tanya Adi bercanda.
“Siapa berani, ha?” tantang Stella bercanda juga. Tapi Kiki malah menanggapi serius, tangannya naik menyentuh bahu Stella. Cewek itu langsung mem*kik menghindar, sementara cowok-cowok lain malah ribut menyoraki. Aku makin gugup.
“Stell, bener ya kata gosip lo udah nggak virgin?” kejar Roni.
“Kata siapa, ah…” balas Stella pura-pura marah. Tapi gayanya yang kenes malah dianggap seb-agai anggukan iya oleh para cowok. “Boleh dong, gue juga nyicip, Stell?” tanya Dio.
Stella diam aja, aku juga tambah risih. Apalagi pundak Feri mulai ditempelkan ke pundakku, dan entah sengaja atau tidak, tangan Agam menyilang di balik punggungku, seolah hendak merangkul. Bingung karena diimpit mereka, aku memutuskan untuk tidak bergerak.

“Gue masih virgin, Lila juga… kata siapa itu tadi?” omel Stella sambil bergerak untuk turun dari kasur. Tapi ditahan Roni. “Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Stella. Aku tahu Stella dulu pernah suka sama Roni, jadi dia membi-arkan Roni mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.
“Lil, lo mau dirangkul juga sama gue?” bisik Agam di telingaku. Rupanya ia menyadari kalau aku memperhatikan tangan Roni yang mengalungi pinggang Stella. Tanpa menunggu jawaban, Agam memeluk pinggangku, aku kaget, namun sebelum protes, tangan Feri sudah menempel di pahaku yang terbungkus celana selutut, sementara pelukan Agam membuatku mau tak mau berbaring di dadanya yang bidang. Teriakan protes dan penolakanku tenggelam di tengah-tengah sorakan yang lain. Rio bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar ribut-ribut tadi.


“Gue juga mau, dong!” Yudi dan Kiki menghampiri Stella yang juga lagi dipeluk Roni, sementara Adi, Ben, dan Rio menghampiriku. Berbeda denganku yang menjerit ketakutan, Stella malah kelihatan keenakan dipeluk-peluki dari berbagai arah oleh cowok-cowok yang mulai kegirangan itu.
“Jangan!” teriakku saat Rio mencium pipi, dan mulai merambah bibirku. Sementara Ben menjilati leherku dan tangannya mampir di dada kiriku, meremas-remasnya dengan gemas sampai aku ke-gelian. Kurasakan genggaman kuat Feri di dada kananku, sementara Adi menjilati pusarku. Terny-ata mereka telah mengangkat kaosku sampai sebatas dada. Aku menjerit-jerit memohon supaya mereka berhenti, tapi sia-sia. Kulirik Stella yang sedang mendapat perlakuan sama dari Roni, Yudi, dan Kiki, bahkan Dana telah melucuti celana jins Stella dan melemparnya ke bawah kasur.


Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuhku.
Percuma aku menjerit-jerit, akhir-nya aku pasrah. Melihatnya, Agam langsung melucuti kaosku, dan mencupang punggungku. Feri dan Rio bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Aku kagum juga melihat dada Feri yang bidang dan harumnya khas cowok. Aku hanya bisa terdiam dan meringis nikmat saat dada bidang itu mendekapku dan menciumi bibirku dengan ganas. Aku membalas ciu-man Feri sambil menikmati bibir Adi yang tengah mengulum payudaraku yang ternyata sudah terl-epas dari pelindungnya. Vaginaku terasa basah, dan gatal. Seolah mengetahuinya, Rio membuka celanaku sekaligus CDku sehingga aku langsung bugil. Agak risih juga dipandangi dengan begitu liar dan berhasrat oleh cowok-cowok itu, tapi aku sudah mulai keenakan.


“Ssshh…. aaakhh…” aku mendesis saat Adi dan Ben melumat payudaraku dengan liar. “Mmmh, toket lo montok banget, Liiiil…” gumam Ben. Aku tersenyum bangga, namun tidak lama, karena aku langsung menjerit kecil saat kurasakan sapuan lidah di bibir vaginaku. “Cihuy… Lila emang masih perawan…” Agam yang entah sejak kapan sudah berada di daerah rahasiaku menyeringai. “Akkkhh… jangan Gam…” desahku saat kurasakan kenikmatan yang tiada tara.

“Gue udah kebelet, niih… gue perawanin ya, Lil…” Tak terasa, sesuatu yang bundar dan keras menyusup ke dalam vaginaku, ternyata penis Agam sudah siap untuk bersarang disana. Aku men-desah-desah diiringi jeritan kesakitan saat ia menyodokku dan darah segar mengalir. “Sakiiit…” erangku. Agam menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk, aku mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Aku mengerang nikmat.


“Ssshh… terusss… yaaa, akh! Akh! Nikmat, Gam! Teruuss… sayang, puasin gue… Akkkhh…”
Sementara pantat Agam masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibirku.


“Gue dulu ya, Lil… nih, lu karaoke,” ujar Rio sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulutku. Aku agak canggung dan kaget menerimanya, tapi kemudian aku mulai mengulumnya dan mempe-rmainkan lidahku menjelajahi barang Rio. Ia mendesah-desah keenakan sambil merem-melek. Sementara Ben masih menikmati buah dadaku, Adi nampaknya sudah mulai beranjak ke arah Stella yang dikerubuti dan digenjot juga sama sepertiku. Bedanya, kulihat Stella sudah nungging, ala doggy style, penis Dana tengah menggenjot vaginanya dan toketnya yang menggantung sedang dilahap oleh Kiki, sementara mulutnya mengoral penis Yudi. Stella nampak amat menikm-atinya, dan cowok-cowok yang mengerumuninya pun demikian. Beberapa saat kemudian, kulihat Dana orgasme, dan kemudian Rio yang keenakan barangnya kuoral juga orgasme dalam mulutku, aku kewalahan dan hampir saja memuntahkan cairannya.


Mendadak, kurasakan vaginaku banjir, ternyata Agam sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vaginaku, cowok itu terbaring lemas di sampingku, untuk beberapa menit, kukira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusarku dengan penuh nafsu. Kini, vaginaku suda-h diisi lagi dengan penis Beni. Penisnya lebih besar dan menggairahkan, sehingga membuat mata-ku terbelalak terpesona. Beni menyodokkan penisnya dengan pelan-pelan sebelum mulai mengg-enjotku, rasanya nikmat sekali seperti melayang. Kedua kakiku menjepit pinggangnya dan bongka-han pantatku turut bergoyang penuh gairah. Kubiarkan tubuhku jadi milik mereka.


“Akkkhh…. ssshh… terus, teruuusss sayaaang… akh, nikmat, aaahhh…” erangku keenakan. Tok-etku yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Rio. Ia memainkan puting susuku dan mencubit-cubitnya dengan gemas, aku semakin berkelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas, “Akkkhh… teruuuss… entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu… aakhh…!!”
“Iya sayyyaangg… gue entot lu sampe puasss…” sahut Ben sambil mencengkeram pantatku dan mempercepat goyangan penisnya. Rio juga semakin lahap menikmati gunung kembarku, menjilat, menggigit, mencium, seolah ingin menelannya bulat-bulat, dan sebelum aku sempat meracau lagi, Agam telah mendaratkan bibirnya di bibirku, kami saling berpagutan penuh gairah, melilitkan lidah dengan sangat liar, dan klimaksnya saat gelombang kenikmatan melandaku sampai ke puncaknya.
“Aaakkhh…. gue mau…!” Belum selesai ucapanku, aku langsung orgasme. Ben menyusul beber-apa saat kemudian, dan vaginaku benar-benar banjir. Tubuh Ben langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vaginaku, ia memeluk pinggangku dan menciumi pusarku dengan lemas. Sementara aku masih saja digerayangi oleh Agam yang tak peduli dengan keadaanku dan meminta untuk dioral, dan Rio yang menggosok-gosokkan penisnya di toketku dengan nikmat.


Beberapa saat kemudian, Agam pun orgasme lagi. Agam jatuh dengan posisi wajah tepat di sampingku, sementara Rio tanpa belas kasihan memasukkan penisnya ke vaginaku, dan mengge-njotku lagi sementara aku berciuman penuh gairah dengan Agam. Selang beberapa saat Rio org-asme dan jatuh menindihku dengan penis masih menancap, ia memelukku mesra sebelum kemud-ian tertidur. Aku sempat mendengar erangan nikmat dari arah Stella, sebelum akhirnya benar-benar tertidur kecapekan, membiarkan Beni dan Agam yang masih menciumi sekujur tubuhku.

Selama tiga hari kami disana, kami selalu melakukannya setiap ada kesempatan. Sudah tak ter-hitung lagi berapa kali penis mereka mencumbu vaginaku, namun aku menikmati itu semua. Bahk-an, bila tak ada yang melihat, aku dan Stella masih sering bermesraan dengan salah satu dari mereka, seperti saat aku berpapasan dengan Agam di tempat sepi, aku duduk di pangkuannya sementara tangannya menggerayangi dadaku, dan bibirnya berciuman dengan bibirku, dan penis-nya menusuk-nusukku dari bawah. Sungguh pengalaman yang mendebarkan dan penuh nikmat—tubuhku ini telah digauli dan dimiliki beramai-ramai, namun aku malah ketagihan.

Ngentot Gadis Cina

Hallo para pembaca yang budiman. Cerita ini terjadi sebulan sbl aq tulis cerita ini.aq kuliah di sebuah universitas ternama dimalang.awal perkenalan ku dengan gadis cina ini terjadi lewat chating intranet.awalnya aq hanya iseng tuk godain dia…eh ternyata ada respon,ya sekalian qt keluar warnet bareng tuk mkn siang.pertemuan kedua terjadi saat si gadis cina baru pulang sekolah…

Oh yaaa gadis cina ini bernama neti(nama samaran).ia masih kelas 1 sma.ketika ia minta dijemput pulang sekolah aq sanggupi aja…apalagi saat itu aq tidak ada mata kuliah.
sesampainya di tempat sekolahan neti lgsg aja dia ngajakin aq jalan2 ke alun2,setelah puas jalan2 akhirnya aq ajakin neti ekos ku yang memang agak free utk bawa masuk cewek.tanpa babibu ketika di dalam kamar kos lgsg aja neti aq peluk n cium.


Tapi gak ada reaksi sama sekali dari neti yang membuatku melanjutkan aktivitas ciumanku,selang berapa lama netipun membalas ciuman ku dengan begitu buasnya karena sudah gak kuat menahan rangsangan yang ku berikan.bibirnya yang merah aku lumat dan dia menjulurkan lidahnya masuk kedalam mulutku sehingga lidah kamipun saling beradu.tanganku mulai beraksi meremas payudaranya yang masih terbungkus seragam sekolahnya.nafas kami semakin terbawa nafsu dengan rangsangan yang saling kami berikan.

Tanpa ragu lagi aq buka seragam sekolahnya dan kulihat putingnya yang masih kecil berwrna kemerahan.aq ciumi puting dan gigit kecil puting itu yang membuat neti mndesah kenikmatan ahh ahh ahhhh lidahku ku permainkan di putingnya kiri dan kanan yang membuat neti semakin menggelinang.tangan ku semakin liar tidak cukup di dada akhirnya turun keselangkangan neti yang masih berbalut rok,namun ku paksain jari jari tangan ku menembus rok sekolah dan celana dalamnya,dan ku gosok gosokkan jari tangan ku di bibir vaginanya….

Karena neti sudah gatahan akhirnya dia sendiri membuka rok dan celana dalamnya.maka totallah sudah tubuh neti tanpa sehelai kainpun menutupi tubuh putih cina nya.tidak hanya tangn ku yg bermain setelah puas dengan payudaranya akhirnya jari tengah ku ku masukin kedalam meki nya,aq jadi tahu kalo ternyata neti sudah gak prawan lagi karena terlalu mdah jariku masuk vagina nya,tidak haya tangan, lidah ku pun bermain dengan klitoris memek neti yang membuat neti keenakan dengan desahan yang membuat sibudi kecilku sudah gak kuat lagi tuk berontak.

Aku hentikan aktivitas ku sementara dan ku tanggalkan semua yang ku kenakan dan hanya tinggal kulit yang membungkus kedua tubuh telanjang kami.melihatku telanjang neti pun berkata wawwwww gede juga kontol mu…

Aku jadi semakin bernafsu dengan pujiannya,ukuran penisku tidak begitu besar dengan panjang 16 diameter 5 ukuran nrmal org indonesia kebanyakan.setelah puas aq mempermainkan susu dan meki si neti kini giliran si budi kecilku yang ingin ikut permainan ini, ku baringkan tubuh neti di pinggir tempat tidur dan aq pun dekatkan si budi kecil ku di antara kedua pahanya.ketika ku masukin budi kecil kedalam sarangnya dengan sekali dorongan bablaslah semua tubuh sibudi kecoil masuk ke memek neti.ku diamkan sejenak si bdi kecil menikamti panasnya isi dalam memek neti.lalu aq goyang perlahan sedikit demi sedikit yang membuat kenikamtan yang kami lalui begitu terasa.neti hanya mendesis seperti orang yang habis makan cabe shhhh shhh cepat lagi sayaang ….terus…teruss.. kata kata kotor pun keluar dari bibirnya yang tidak ku tinggal untuk di kecup sambil ku entot mekinya.semakin cepat goyangan ku semakin tidak karuan bibirnya berucap kata kotor,jancuk nikmat aduuuuuuuuuuuww trusss sayang iyaaaaaaa
tapi aq perlahan goyangan ku yang membuat neti melingkarkan kakinya kepunggungku dan menggoyang goyangkan pinggulnya dengan cepat.

Kurasa nikmat saat itu dan tanpa sadar aq percepat lagi sodokan ku,bunyi decak becek di dalam vaginanya membuat bunyi decak ck ckckc kckck kckck yang abikin nikmat semakin terasa.sayaaaang aq mo keluar keluarin di dalam ya kata ku tak berapa lama kemudian jagn aq takut hamil…setelah merasa pompaan sperma semakin mendesak aq cabut kontol ku dan ku kocok ku semprot di payudaranya…

Setelah istirahat sejenak kami pn melakukan nya lagi dengan berbagai macam gaya…sampai puas,stelah puas dengan kenikamtan hhari itu aq antari neti sampai ke rumahnya…
seminggu kemudian aq dapat kabar neti pindah ke singapura ngikut ekluarga nya…
bnamun kenikmatan bersama nya takkan ku lupa…

Mbak Anna Tetanggaku

Namaku Andi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di Surakarta. Di kampungku sebuah desa di pinggiran kota Sragen ada seorang gadis, Ana namanya. Ana merupakan gadis yang cantik, berkulit kuning dengan body yang padat didukung postur tubuh yang tinggi membuat semua kaum Adam menelan ludah dibuatnya. Begitu juga dengan aku yang secara diam-diam menaruh hati padanya walaupun umurku 5 tahun dibawahnya, tapi rasa ingin memiliki dan nafsuku lebih besar dari pada mengingat selisih umur kami. Kebetulan rumah Mbak Ana tepat berada di samping rumahku dan rumah itu kiranya tidak mempunyai kamar mandi di dalamnya, melainkan bilik kecil yang ada di luar rumah. Kamar Mbak Ana berada di samping kanan rumahku, dengan sebuah jendela kaca gelap ukuran sedang. Kebiasaan Mbak Ana jika tidur lampu dalam rumahnya tetap menyala, itu kuketahui karena kebiasaan burukku yang suka mengintip orang tidur, aku sangat terangsang jika melihat Mbak Ana sedang tidur dan akhirnya aku melakukan onani di depan jendela kamar Mbak Ana.

Ketika itu aku pulang dari kuliah lewat belakang rumah karena sebelumnya aku membeli rokok Sampurna A Mild di warung yang berada di belakang rumahku. Saat aku melewati bilik Mbak Ana, aku melihat sosok tubuh yang sangat kukenal yang hanya terbungkus handuk putih bersih, tak lain adalah Mbak Ana, dan aku menyapanya, “Mau mandi Mbak,” sambil menahan perasaan yang tak menentu.
“Iya Ndik, mau ikutan..” jawabnya dengan senyum lebar, aku hanya tertawa menanggapi candanya. Terbersit niat jahat di hatiku, perasaanku menerawang jauh membanyangkan tubuh Mbak Ana bila tidak tertutup sehelai benangpun.

Niat itupun kulakukan walau dengan tubuh gemetar dan detak jantung yang memburu, kebetulan waktu itu keadaan sunyi dengan keremangan sore membuatku lebih leluasa. Kemudian aku mempelajari situasi di sekitar bilik tempat Mbak Ana mandi, setelah memperkirakan keadaan aman aku mulai beroperasi dan mengendap-endap mendekati bilik itu. Dengan detak jantung yang memburu aku mencari tempat yang strategis untuk mengintip Mbak Ana mandi dan dengan mudah aku menemukan sebuah lubang yang cukup besar seukuran dua jari. Dari lubang itu aku cukup leluasa menikmati kemolekan dan keindahan tubuh Mbak Ana dan seketika itu juga detak jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya, tubuhku gemetar hingga kakiku terasa tidak dapat menahan berat badanku. Kulihat tubuh yang begitu sintal dan padat dengan kulit yang bersih mulus begitu merangsang setiap nafsu lelaki yang melihatnya, apalagi sepasang panyudara dengan ukuran yang begitu menggairahkan, kuning langsat dengan puting yang coklat tegak menantang setiap lelaki.

Kemudian kupelototi tubuhnya dari atas ke bawah tanpa terlewat semilipun. Tepat di antara kedua kaki yang jenjang itu ada segumpal rambut yang lebat dan hitam, begitu indah dan saat itu tanpa sadar aku mulai menurunkan reitsletingku dan memegangi kemaluanku, aku mulai membayangkan seandainya aku dapat menyetubuhi tubuh Mbak Ana yang begitu merangsang birahiku. Terasa darahku mengalir dengan cepat dan dengusan nafasku semakin memburu tatkala aku merasakan kemaluanku begitu keras dan berdenyut-denyut. Aku mempercepat gerakan tanganku mengocok kemaluanku, tanpa sadar aku mendesah hingga mengusik keasyikan Mbak Ana mandi dan aku begitu terkejut juga takut ketika melihat Mbak Ana melirik lubang tempatku mengintipnya mandi sambil berkata, “Ndik ngintip yaaa…” Seketika itu juga nafsuku hilang entah kemana berganti dengan rasa takut dan malu yang luar biasa. Kemudian aku istirahat dan mengisap rokok Mild yang kubeli sebelum pulang ke rumah, kemudian kulanjutkan kegiatanku yang terhenti sesaat.

Setelah aku mulai beraksi lagi, aku terkejut untuk kedua kalinya, seakan-akan Mbak Ana tahu akan kehadiranku lagi. Ia sengaja memamerkan keindahan tubuhnya dengan meliuk-liukkan tubuhnya dan meremas-remas payudaranya yang begitu indah dan ia mendesah-desah kenikmatan. Disaat itu juga aku mengeluarkan kemaluanku dan mengocoknya kuat-kuat. Melihat permainan yang di perlihatkan Mbak Ana, aku sangat terangsang ingin rasanya aku menerobos masuk bilik itu tapi ada rasa takut dan malu. Terpaksa aku hanya bisa melihat dari lubangtempatku mengintip.

Kemudian Mbak Ana mulai meraba-raba seluruh tubuhnya dengan tangannya yang halus disertai goyangan-goyangan pinggul, tangan kanannya berhenti tepat di liang kewanitaannya dan mulai mengusap-usap bibir kemaluannya sendiri sambil tangannya yang lain di masukkan ke bibirnya. Kemudian jemari tangannya mulai dipermainkan di atas kemaluannya yang begitu menantang dengan posisi salah satu kaki diangkat di atas bak mandi, pose yang sangat merangsang kelelakianku. Aku merasa ada sesuatu yang mendesak keluar di kemaluanku dan akhirnya sambil mendesah lirih, “Aahhkkkhh…” aku mengalami puncak kepuasan dengan melakukan onani sambil melihat Mbak Ana masturbasi. Beberapa saat kemudian aku juga mendengar Mbak Ana mendesah lirih, “Oohhh.. aaahh..” dia juga mencapai puncak kenikmatannya dan akhirnya aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan puas.

Di suatu sore aku berpapasan dengan Mbak Ana.
“Sini Ndik,” ajaknya untuk mendekat, aku hanya mengikuti kemauannya, terbersit perasaan aneh dalam benakku.
“Mau kemana sore-sore gini,” tanyanya kemudian.
“Mau keluar Mbak, beli rokok..” jawabku sekenanya.
“Di sini aja temani Mbak Ana ngobrol, Mbak Ana kesepian nih..” ajak Mbak Ana.
Dengan perlahan aku mengambil tempat persis di depan Mbak Ana, dengan niat agar aku leluasa memandangi paha mulus milik Mbak Ana yang kebetulan cuma memakai rok mini diatas lutut.
“Emangnya pada kemana, Mbak..” aku mulai menyelidik.
“Bapak sama Ibu pergi ke rumah nenek,” jawabnya sambil tersenyum curiga.
“Emang ada acara apa Mbak,” tanyaku lagi sambil melirik paha yang halus mulus itu ketika rok mini itu semakin tertarik ke atas.
Sambil tersenyum manis ia menjawab, “Nenek sedang sakit Ndik, yaa… jadi aku harus nunggu rumah sendiri.”
Aku hanya manggut-manggut.
“Eh… Ndik ke dalam yuk, di luar banyak angin,” katanya.
“Mbak punya CD bagus lho,” katanya lagi.

Tanpa menunggu persetujuanku ia langsung masuk ke dalam, menuju TV yang di atasnya ada
VCD player dan aku hanya mengikutinya dari belakang, basa-basi aku bertanya, “Filmnya apa Mbak..”
Sambil menyalakan VCD, Mbak Ana menjawab, “Titanic Ndik, udah pernah nonton.”
Aku berbohong menjawab, “Belum Mbak, filmnya bagus ya..”
Mbak Ana hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku.

Setelah film terputar, tanpa sadar aku tertidur hingga larut malam dan entah mengapa Mbak Ana juga tidak membangunkanku. Aku melihat arloji yang tergantung di dinding tembok di atas TV menandakan tepat jam 10 malam. Aku menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak sepi dan tak kutemui Mbak Ana. Pikiranku mulai dirasuki pikiran-pikiran yang buruk dan pikirku sekalian tidur disini aja. Memang aku sering tidur di rumah teman dan orang tuaku sudah hafal dengan kebiasaanku, akupun tidak mencemaskan jika orang tuaku mencariku. Waktu berlalu, mataku pun tidak bisa terpejam karena pikiran dan perasaanku mulai kacau, pikiran- pikiran sesat telah mendominasi sebagian akal sehatku dan terbersit niat untuk masuk ke kamar Mbak Ana. Aku terkejut dan nafasku memburu, jantungku berdetak kencang ketika melihat pintu kamar Mbak Ana terbuka lebar dan di atas tempat tidur tergolek sosok tubuh yang indah dengan posisi terlentang dengan kaki ditekuk ke atas setengah lutut hingga kelihatan sepasang paha yang gempal dan di tengah selakangan itu terlihat dengan jelas CD yang berwarna putih berkembang terlihat ada gundukan yang seakan-akan penuh dengan isi hingga mau keluar.

Nafsu dan darah lelakiku tidak tertahan lagi, kuberanikan mendekati tubuh yang hanya dibungkus dengan kain tipis dan dengan perlahan kusentuh paha yang putih itu, kuusap dari bawah sampai ke atas dan aku terkejut ketika ada gerakan pada tubuh Mbak Ana dan aku bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Sesaat kemudian aku kembali keluar melihat keadaan dan posisi tidur Mbak Ana yang menambah darah lelakiku berdesir hebat, dengan posisi kaki mengangkang terbuka lebar seakan-akan menantang supaya segera dimasuki kemaluan laki-laki.

Aku semakin berani dan mulai naik ke atas tempat tidur, tanpa pikir panjang aku mulai menjilati kedua kaki Mbak Ana dari bawah sampai ke belahan paha tanpa terlewat semilipun. Seketika itu juga ia menggelinjang kenikmatan dan aku sudah tidak mempedulikan rasa takut dan malu terhadap Mbak Ana. Sampai di selangkangan, aku merasa kepalaku dibelai kedua tangan yang halus dan akupun tidak menghiraukan kedua tangan itu. Lama-kelamaan tangan itu semakin kuat menekan kepalaku lebih masuk lagi ke dalam kemaluan Mbak Ana yang masih terbukus CD putih itu. Dia menggoyang-goyangkan pantatnya, tanpa pikir panjang aku menjilati bibir kemaluannya hingga CD yang semula kering menjadi basah terkena cairan yang keluar dari dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan bercampur dengan air liurku.

Aku mulai menyibak penutup liang kewanitaan dan menjilati bibir kemaluan Mbak Ana yang memerah dan mulai berlendir hingga Mbak Ana terbangun dan tersentak. Secara refleks dia menampar wajahku dua kali dan mendorong tubuhku kuat-kuat hingga aku tersungkur ke belakang dan setelah sadar ia berteriak tidak terlalu keras, “Ndik kamu ngapaiiin…” dengan gemetar dan perasaan yang bercampur aduk antara malu dan takut, “Maafkan aku Mbak, aku lepas kontrol,” dengan terbata-bata dan aku meninggalkan kamar itu. Dengan perasaan berat aku menghempaskan pantatku ke sofa biru yang lusuh. Sesaat kemudian Mbak Ana menghampiriku, dengan tergagap aku mengulangi permintaan maafku, “Ma..ma..afkan… aku Mbak..” Mbak Ana cuma diam entah apa yang dipikirkan dan dia duduk tepat di sampingku. Beberapa saat keheningan menyelimuti kami berdua dan kamipun disibukkan dengan pikiran kami masing-masing sampai tertidur.

Pagi itu aku bangun, kulihat Mbak Ana sudah tidak ada lagi di sisiku dan sesaat kemudian hidungku memcium aroma yang memaksa perutku mengeluarkan gemuruh yang hebat. Mbak Ana memang ahli dibidang masak. Tiba-tiba aku mendengar bisikan yang merdu memanggil namaku, “Ndik ayo makan dulu, Mbak udah siapin sarapan nih,” dengan nada lembut yang seolah-olah tadi malam tidak ada kejadian apa-apa. “Iya Mbak, aku cuci muka dulu,” aku menjawab dengan malas.

Sesaat kemudian kami telah melahap hidangan buatan Mbak Ana yang ada di atas meja, begitu lezatnya masakan itu hingga tidak ada yang tersisa, semua kuhabiskan. Setelah itu seperti biasa, aku menyalakan rokok Mild kesayanganku, “Ndik maafkan Mbak tadi malam ya,” Mbak Ana memecah keheningan yang kami ciptakan.
“Harusnya aku tidak berlaku kasar padamu Ndik,” tambahnya.
Aku jadi bingung dan menduga-duga apa maksud Mbak Ana, kemudian akupun menjawab,
“Seharusnya aku yang meminta maaf pada Mbak, aku yang salah,” kataku dengan menundukkan kepala.
“Tidak Ndik.. aku yang salah, aku terlalu kasar kepadamu,” bisik Mbak Ana.
Akupun mulai bisa menangkap kemana arah perkataan Mbak Ana.
“Kok bisa gitu Mbak, kan aku yang salah,” tanyaku memancing.
“Nggak Ndik.. aku yang salah,” katanya dengan tenang, “Karena aku teledor, tapi nggak pa-pa kok Ndik.”
Aku terkejut mendengar jawaban itu.

“Ndik, Mbak Ana nanya boleh nggak,” bisik Mbak Ana mesra.
Dengan senyum mengembang aku menjawab, “Kenapa tidak Mbak.”
Dengan ragu-ragu Mbak Ana melanjutkan kata-katanya, “Kamu udah punya pacar Ndik..” suara itu pelan sekali lebih mirip dengan bisikan.
“Dulu sih udah Mbak tapi sekarang udah bubaran.” Kulihat ada perubahan di wajah Mbak Ana.
“Kenapa Ndik,” dan akupun mulai bercerita tentang hubunganku dengan Maria teman SMP-ku dulu yang lari dengan laki-laki lain beberapa bulan yang lalu, Mbak Ana pun mendengarkan dengan sesekali memotong ceritaku.

“Kalo Mbak Ana udah punya cowok belum,” tanyaku dengan berharap.
“Belum tuh Ndik, lagian siapa yang mau sama perawan tua seperti aku ini,” jawabnya dengan raut wajah yang diselimuti mendung.
“Kamu nggak cari pacar lagi Ndik,” sambung Mbak Ana.
Dengan mendengus pelan aku menjawab, “Aku takut kejadian itu terulang, takut kehilangan lagi.”
Dengan senyum yang manis dia mendekatiku dan membelai rambutku dengan mesra, “Kasian kamu Andi..” lalu Mbak Ana mencium keningku dengan lembut, aku merasa ada sepasang benda yang lembut dan hangat menempel di punggungku. Sesaat kemudian perasaanku melayang entah kemana, ada getaran asing yang belum pernah kurasakan selama ini.

“Ndik boleh Mbak jadi pengganti Maria,” bisik Mbak Ana mesra.
Aku bingung, perasaanku berkecamuk antara senang dan takut, “Andik takut Mbak,” jawabku lirih.
“Mbak nggak akan meninggalkanmu Ndik, percayalah,” dengan kecupan yang lembut.
“Bener Mbak, Mbak Ana berani sumpah tidak akan meninggalkan Andik,” bisikku spontan karena gembira.
Mbak Ana mengangguk dengan senyumnya yang manis, kamipun berpelukan erat seakan-akan tidak akan terpisahkan lagi.

Setelah itu kami nonton Film yang banyak adegan romantis yang secara tidak sadar membuat kami berpelukan, yang membuat kemaluanku berdiri. Entah disengaja atau tidak, kemudian Mbak Ana mulai merebahkan kepalanya di pangkuanku dan aku berusaha menahan nafsuku sekuat mungkin tapi mungkin Mbak Ana mulai menyadarinya.
“Ndik kok kamu gerak terus sih capek ya.”
Dengan tersipu malu aku menjawab, “Eh… nggak Mbak, malah Andik suka kok.”
Mbak Ana tersenyum, “Tapi kok gerak-gerak terus Ndik..”
Aku mulai kebingungan, “Eh.. anu kok.”
Mbak Anak menyahut, “Apaan Ndik, bikin penasaran aja.”

Kemudian Mbak Ana bangun dari pangkuanku dan mulai memeriksa apa yang bergerak di bawah kepalanya dan iapun tersenyum manis sambil tertawa, “Hii.. hii.. ini to tadi yang bergerak,” tanpa canggung lagi Mbak Ana membelai benda yang sejak tadi bergerak-gerak di dalam celanaku dan aku semakin tidak bisa menahan nafsu yang bergelora di dalam dadaku. Kuberanikan diri, tanganku membelai wajahnya yang cantik dan Mbak Ana seperti menikmati belaianku hingga matanya terpejam dan bibirnya yang sensual itu terbuka sedikit seperti menanti kecupan dari seorang laki-laki. Tanpa pikir panjang, kusentuhkan bibirku ke bibir Mbak Ana dan aku mulai melumat habis bibir yang merah merekah dan kami saling melumat bibir. Aku begitu terkejut ketika Mbak Ana memainkan lidahnya di dalam mulutku dan sepertinya lidahku ditarik ke dalam mulutnya, kemudian tangan kiri Mbak Ana memegang tanganku dan dibimbingnya ke belahan dadanya yang membusung dan tangan yang lain sedari tadi asyik memainkan kemaluanku. Akupun mulai berani meremas-remas buah dadanya dan Mbak Anapun menggelinjang kenikmatan, “Te..rus… Ndik aaahh…” Kemudian dengan tangan yang satunya lagi kuelus dengan lembut paha putih mulus Mbak Ana, semakin lama semakin ke atas.

Tiba-tiba aku dikejutkan tangan Mbak Ana yang semula ada di luar celana dan sekarang sudah mulai berani membuka reitsletingku dan menerobos masuk meremas-remas buah zakarku sambil berkata, “Sayang.. punyamu besar juga ya..” Akupun mulai berani mempermainkan kemaluan Mbak Ana yang masih terbungkus CD dan iapun semakin menggeliat seperti cacing kepanasan, “Aaahh lepas aja Ndik..” Sesaat kemudian CD yang melindungi bagian vital Mbak Ana sudah terhempas di lantai dan akupun mulai mempermainkan daging yang ada di dalam liang senggama Mbak Ana. “Aaahhh enak, enak Ndik masukkan aja Ndik,” jariku mulai masuk lebih dalam lagi, ternyata Mbak Ana sudah tidak perawan lagi, miliknya sudah agak longgar dan jariku begitu mudahnya masuk ke liang kewanitaannya.

Satu demi satu pakaian kami terhempas ke lantai sampai tubuh kami berdua polos tanpa selembar benang pun. Mbak Ana langsung memegang batang kemaluanku yang sudah membesar dan tegak berdiri, kemudian langsung diremas-remas dan diciumnya. Aku hanya bisa memejamkan mata merasakan kenikmatan yang diberikan Mbak Ana saat bibir yang lembut itu mengecup batang kemaluanku hingga basah oleh air liurnya yang hangat. Lalu lidah yang hangat itu menjilati hingga menimbulkan kenikmatan yang tak dapat digambarkan. Tidak puas menjilati batang kemaluanku, Mbak Ana memasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang sensual itu hingga amblas separuhnya, secara refleks kugoyangkan pantatku maju mundur dengan pelan sambil memegangi rambut Mbak Ana yang hitam dan lembut yang menambah gairah seksualku dan aroma harum yang membuatku semakin terangsang.

Setelah puas, Mbak Ana menghempaskan pantatnya di sofa. Akupun paham dan dengan posisi kaki Mbak Ana mengangkang menginjak kedua pundakku, aku langsung mencium paha yang jenjang dari bawah sampai ke atas. Mbak Ana menggelinjang keenakan, “Aaahhh…” desahan kenikmatan yang membuatku tambah bernafsu dan langsung bibir kemaluannya yang merah merekah itu kujilati sampai basah oleh air liur dan cairan yang keluar dari liang kenikmatan Mbak Ana.

Mataku terbelalak saat melihat di sekitar bibir kenikmatan itu ditumbuhi bebuluan yang halus dan lebat seperti rawa yang di tengahnya ada pulau merah merekah. Tanganku mulai beraksi menyibak kelebatan bebuluan yang tumbuh di pinggir liang kewanitaan, begitu indah dan merangsangnya liang sorga Mbak Ana ketika klitoris yang memerah menjulur keluar dan langsung kujilati hingga Mbak Ana meronta-ronta kenikmatan dan tangan Mbak Ana memegangi kepalaku serta mendorong lebih ke dalam kedua pangkal pahanya sambil menggoyanggoyangkan pinggulnya hingga aku kesulitan bernafas. Tanganku yang satunya meremas-remas dan memelintir puting susu yang sudah mengeras hingga menambah kenikmatan bagi Mbak Ana.

“Ndik.. udah… aaahhh, masukin.. ajaaa.. ooohh…” aku langsung berdiri dan siap-siap memasukkan batang kemaluanku ke lubang senggama Mbak Ana. Begitu menantang posisi Mbak Ana dengan kedua kaki mengangkang hingga kemaluannya yang merah mengkilat dan klitorisnya yang menonjol membuatku lebih bernafsu untuk meniduri tubuh Mbak Ana yang seksi dan mulus itu. Perlahan namun pasti, batang kemaluanku yang basah dan tegak kumasukkan ke dalam liang kewanitaan yang telah menganga menantikan kenikmatan sorgawi. Setelah batang kemaluanku terbenam kami secara bersamaan melenguh kenikmatan, “Aaahh…” dan mulai kugoyangkan perlahan pinggulku maju mundur, bagaikan terbang ke angkasa kenikmatan tiada tara kami reguk bersama. Bibir kamipun mulai saling memagut dan lidah Mbak Ana mulai bermain-main di dinding rongga mulutku, begitu nikmat dan hanggat. Liang senggama Mbak Ana yang sudah penuh dengan lendir kenikmatan itupun mulai menimbulkan suara yang dapat meningkatkan gairah seks kami berdua. Tubuh kamipun bermandikan keringat.

Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil Mbak Ana. “Aaaan… Anaaa..” Kami begitu terkejut, bingung dan grogi dengan bergegas kami memungut pakaian yang berserakan di lantai dan memakainya. Tanpa sadar kami salah ambil celana dalam, aku memakai CD Mbak Ana dan Mbak Ana juga memakai CD-ku. Kemudian aku keluar dari pintu belakang dan Mbak Ana membukakan pintu untuk bapak dan ibunya.

Keesokan harinya aku baru berniat mengembalikan CD milik Mbak Ana dan mengambil CD-ku yang kemarin tertukar. Aku berjalan melewati lorong sempit diantara rumahku dan rumah Mbak Ana. Kulihat Mbak Ana sedang mencuci pakaian di dekat sumur belakang rumahku. Setelah keadaan aman, aku mendekati Mbak Ana yang asyik mencuci pakaian termasuk CD-ku yang kemarin tertukar. Sambil menghisap rokok sampurna A Mild, “Mbak nih CD-nya yang kemarin tertukar,” sambil duduk di bibir sumur, sekilas kami bertatap muka dan meledaklah tawa kami bersamaan, “Haa.. Haaaa…” mengingat kejadian kemarin yang sangat menggelikan. Setelah tawa kami mereda, aku membuka percakapan, “Mbak kapan main lagi, kan kemarin belum puas.” Dengan senyum yang manis, “Kamu mau lagi Ndik, sekarang juga boleh..” Aku jadi terangsang sewaktu posisi Mbak Ana membungkuk dengan mengenakan daster tidur dan dijinjing hinggga di atas lutut. “Emang ibu Mbak Ana sudah berangkat ke sawah, Mbak,” sambil menempelkan kemaluanku yang mulai mengeras ke pantat Mbak Ana. “Eh…eh jangan disini Ndik, entar diliat orang kan bisa runyam.”

Kemudian Mbak Ana mengajakku masuk ke kamar mandi, sesaat kemudian di dalam kamar mandi kami sudah berpelukan dan seperti kesetanan aku langsung menciumi dan menjilati leher Mbak Ana yang putih bersih. “Ohhh nggak sabaran baget sih Ndik,” sambil melenguh Mbak Ana berbisik lirih. “Kan kemaren terganggu Mbak.” Setelah puas mencium leher aku mulai mencium bibir Mbak Ana yang merah merekah, tanganku pun mulai meremas-remas kedua bukit yang mulai merekah dan tangan yang satunya lagi beroperasi di bagian kemaluan Mbak Ana yang masih terbungkus CD yang halus dan tangan Mbak Ana pun mulai menyusup di dalam celanaku, memainkan batang kemaluanku yang mulai tegak dan berdenyut.

Sesaat kemudian pakaian kami mulai tercecer di lantai kamar mandi hingga tubuh kami polos tanpa sehelai benangpun. Tubuh Mbak Ana yang begitu seksi dan menggairahkan itu mulai kujilati mulai dari bibir turun ke leher dan berhenti tepat di tengah kedua buah dada yang ranum dengan ukuran yang cukup besar. Kemudian sambil meremas-remas belahan dada yang kiri puting susu yang kecoklatan itu kujilati hingga tegak dan keras. “Uhhh.. ahhh.. terus Ndik,” Mbak Ana melenguh kenikmatan ketika puting susu yang mengeras itu kugigit dan kupelintir menggunakan gigi depanku. “Aaahhh.. enak Mbak..” Mbak Anapun mengocok dan meremas batang kemaluanku hingga berdenyut hebat.

Kemudian aku duduk di bibir bak mandi dan Mbak Ana mulai memainkan batang kemaluanku dengan cara mengocoknya. “Ahhh.. uhhhhh..” tangan yang halus itu kemudian meremas buah zakarku dengan lembut dan bibirnya mulai menjilati batang kemaluanku. Terasa nikmat dan hangat ketika lidah Mbak Ana menyentuh lubang kencing dan memasukkan air liurnya ke dalamnya. Setelah puas menjilati, bibir Mbak Ana mulai mengulum hingga batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. “Aahhh… uuuhhff…” lidah Mbak Ana menjilat kemaluanku di dalam mulutnya, kedua tanganku memegangi rambut yang lembut dan harum yang menambah gairah sekaligus menekan kepala Mbak Ana supaya lebih dalam lagi hingga batang kemaluanku masuk ke mulutnya.

“Gantian dong Ndik,” Mbak Ana mengiba memintaku bergantian memberi kenikmatan kepadanya. Kemudian aku memainkan kedua puting susu Mbak Ana, mulutku mulai bergerak ke bawah menuju selakangan yang banyak ditumbuhi bebuluan yang halus dan lebat. Mbak Anapun tanpa dikomando langsung mengangkangkan kedua kakinya hingga kemaluannya yang begitu indah merangsang setiap birahi laki-laki itu kelihatan dan klitorisnya yang kemerahan menonjol keluar, akupun menjilati klitoris yang kemerahan itu hingga berlendir dan membasahi bibir kemaluan Mbak Ana. “Aaahhh… aaahh… terus… enak..” Mbak Ana menggelinjang hebat dengan memegangi kepalaku, kedua tangannya menekan lebih ke dalam lagi.

Setelah liang kenikmatan bak Ana mulai basah dengan cairan yang mengkilat dan bercampur dengan air liur, kemudian aku memasukkan kedua jariku ke dalam liang kewanitaan Mbak Ana dan kumainkan maju mundur hingga Mbak Ana menggelinjang hebat dan tidak tahan lagi. “Ndik.. ooohh.. ufff cepetan masukin aja..” Dengan posisi berdiri dan sebelah kaki dinaikkan ke atas bibir bak mandi, Mbak Ana mulai menyuruh memasukkan batang kemaluanku ke liang senggamanya yang sejak tadi menunggu hujaman kemaluanku. Kemudian aku memegang batang kemaluanku dan mulai memasukkan ke liang kewanitaan Mbak Ana. “Aahhh…” kami bersamaan merintih kenikmatan, perlahan kuayunkan pinggulku maju mundur dan Mbak Ana mengikuti dengan memutar-mutar pinggulnya yang mengakibatkan batang kemaluanku seperti disedot dan diremas daging hidup hingga menimbulkan kenikmatan yang tiada tara. Kemudian kuciumi bibir Mbak Ana dan kuremas buah dadanya yang montok hingga Mbak Ana memejamkan matanya menahan kenikmatan. “Ahhh… uhhh…” Mbak Ana melenguh dan berbisik, “Lebih kenceng lagi Ndik.” Kemudian aku lebih mempercepat gerakan pantatku hingga menimbulkan suara becek, “Jreb.. crak.. jreb.. jreb…” suara yang menambah gairah dalam bermain seks hingga kami bermandikan keringat.

Setelah bosan dengan posisi seperti itu, Mbak Ana mengubah posisi dengan membungkuk, tangannya berpegangan pada bibir bak mandi kemudian aku memasukkan batang kemaluanku dari belakang. Terasa nikmat sekali ketika batang kemaluanku masuk ke liang senggama Mbak Ana. Terasa lebih sempit dan terganjal pinggul yang empuk. Kemudian tanganku memegangi leher Mbak Ana dan tangan yang lain meremas puting susunya yang bergelantungan. “Uuuhhh… ahhh enak Ndik,” dan aku semakin mempercepat gerakan pantatku. “Uuuhhh.. uuuhhh Ndik, Mbak mau keluar,” akupun merasakan dinding kemaluan Mbak Ana mulai menegang dan berdenyut begitu juga batang kemaluanku mulai berdenyut hebat. “Uuuhhhk.. aahh.. aku juga Mbak..” Kemudian tubuh Mbak Ana mengejang dan mempercepat goyangan pinggulnya lalu sesaat kemudian dia mencapai orgasme, “Aaahh… uuuhh…” Terasa cairan hangat membasahi batang kemaluanku dan suara decakan itupun semakin membecek “Jreeb… crak… jreb..” Akupun tak tahan lagi merasakan segumpalan sesuatu akan keluar dari lubang kencingku. “Aaahhh… ooohhh… Mbak Anaaa…” Terasa tulang-tulangku lepas semua, begitu capek. Akupun tetap berada di atas tubuh sintal Mbak Ana. Kemudian kukecup leher dan mulut Mbak Ana, “Makasih Mbak, Mbak Ana memang hebat..” Mbak Anapun cuma tersenyum manis.

Kenikmatan Pesta Seks

Namaku Nadya. Aku adalah gadis keturunan chinese yang berkulit kuning langsat. Badanku tidak terlalu tinggi hanya sekitar 155 cm dan berat 45 cm. Payudaraku berukuran sedang, sekitar 34B. Usiaku sekarang 22 tahun dan aku tinggal di pinggiran kota Jakarta
Aku sebenarnya bukanlah wanita penggoda.
Cuman aku sering mendengar dari teman-teman kuliahku bahwa aku termasuk cewek yang berpenampilan sexy dan sering membuat para cowok turun naik jakunnya. Terlebih aku suka memakai kaos longgar, sehingga jika aku menunduk sering terlihat gundukan payudaraku yang terbungkus bra hitam kesukaanku.
Di rumahku sendiri, setiap habis mandi, aku selalu hanya membungkus tubuhku menggunakan kimono mandi warna biru muda berbahan handuk. Seringkali karena habis tersiram air yang dingin, membuat puting susuku tercetak di balik kimono. Kamar mandiku sendiri terletak di ruang tamu, dan sering pada saat aku mandi, pacar ciciku datang sedang ngapelin ciciku. Walau aku tidak pernah berpikiran ngeres, tapi sering aku melihat pacar ciciku menelan ludah jika melihat aku habis mandi hanya berbalut kimono itu.

Ayahku adalah seorang penyalur TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Sering kali ada TKI baik pria maupun wanita menginap di rumah sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Hari Minggu kemarin papa baru saja membawa pulang 3 orang TKI pria berusia sekitar 20 tahunan yang kuketahui bernama Maman, Yadi, dan Mulyo. Mereka bertiga orang desa yang bertubuh kekar dan berkulit gelap. Mereka sedang menunggu akan berangkat ke Malaysia.
Pagi itu hari Senin, aku sendirian di rumah bersama ke 3 orang calon TKI itu. Mamaku sedang pergi ke Jakarta bersama papaku ada keperluan mendadak. Sementara ciciku pergi bersama pacarnya entah kemana.
Aku waktu itu habis beraerobik ria di rumah, dan kemudian ingin mandi. Seperti biasa kubawa saja kimono biruku ke kamar mandi. Dan setelah aku beberapa saat aku selesai mandi, maka kubalut tubuh telanjangku itu dengan kimonoku tanpa apa-apa lagi di baliknya.
Kemudian aku berjalan ke halaman belakang hendak menjemur pakaian dalam yang baru kupakai semalam untuk tidur. Kulihat para TKI itu sedang menikmati sarapan pagi. Mereka menyapaku ramah.
Kulihat mereka memandangiku saat aku memeras BH hitam dan celana dalam kuningku yang sexy itu. Sebenarnya aku risih juga dilihatin begitu, tapi aku pikir tanggung, sebentar lagi aku akan kekamar untuk ganti pakaian. Maka aku kemudian menjemur pakaian dalamku itu. Pada saat aku berjinjit untuk menaruh pakaian dalamku di jemuran, tak terasa kimonoku sedikit tertarik ke atas, padahal kimono itu hanya sepaha. Maka, tak elak lagi, bulu bulu vaginaku yang tidak tertutup itu sedikit kelihatan membuat mereka melotot.
Tapi aku tak menyadari hal itu, kemudian aku berbalik dan masuk ke kamar. Kamarku sendiri ada jendela besar ke halaman belakang. Aku ingat ada para TKI itu, maka korden aku tutup, namun rupanya tidak tertutup rapat dan masih bisa kelihatan dari halaman belakang.
Aku melepas kimonoku, dan mulai melotioni tubuh telanjangku ini. Aku tak sadar ada 3 pasang mata yang melotot memandangi tubuh telanjangku ini. Beberapa saat kemudian aku baru sadar saat melihat bayangan di cermin. Maka aku berteriak dan segera menutup payudara dan kemaluanku dengan tangan.
Ketiga TKI itu segera lari dan masuk ke kamarku yang memang tak pernah kukunci. Aku kaget melihat mereka bertiga masuk ke kamarku.
“Non, kami sudah melihat tubuh non yang mulus itu. Sebaiknya non tidak usah melawan karena di sini tidak ada siapa-siapa lagi ” kata Mulyo cengengesan. Aku masih berusaha galak dan menyuruh mereka keluar.
Namun Maman dan Yadi segera maju dan memegangi tanganku. Kemudian aku mereka banting di ranjang. Aku kemudian berpikir daripada aku melawan malah mendapat celaka, maka lebih baik aku pasrah saja dan tidak melawan.
“Sabar-sabar, jangan pada main kasar gitu donk. Saya kan belum pernah gituan.. pelan2 kek” tegurku.
Mereka kemudian tidak lagi beringas, dan mendekatiku. Maman segera memelukku dan menciumi bibirku dengan ganas. Mula-mula aku berusaha menolak bibirnya yang bau itu, namun saat Yadi mulai menjilati payudaraku, dan Mulyo mulai mengelus-elus bibir vaginaku dengan tangannya yang kasar itu, aku mulai terangsang dan bibirku mulai membuka untuk membalas serbuan bibir Maman yang tangannya sibuk meremasi pantatku yang bulat itu.
Tanganku mulai meraba-raba celana mereka. Dan Yadi berinisiatif membuka celananya dan menyodorkan kontolnya yang lumayan besar itu ke tanganku. Aku agak kaget melihat kontol pria sebesar itu. Aku sudah sering melihat kontol milik pacar-pacarku namun tidak ada yang sebesar itu. Apalagi Maman dan Mulyo menyusul bugil. Ternyata kontol mereka begitu besar.
Aku sempat ketakutan, namun dengan halus, Mulyo memegang tanganku dan menaruhnya di batang penisnya. Akupun perlahan mulai mengelus penisnya. Maman melanjutkan menyusu di payudaraku yang montok itu.
Aku yang sudah makin terangsang, mulai bergantian menjilati batang penis Mulyo dan Yadi secara bergantian, sementara Maman kini mulai menjilati klitorisku yang memerah.
Tiba-tiba aku merasa ingin pipis dan akhirnya keluar cairan banyak dari vaginaku. Ketiga cowok itu segera saja berebut menjilati vaginaku sampai aku kegelian.
Yadi kemudian menelentangkan aku di ranjang. Aku merasa inilah saatnya aku akan kehilangan keperawananku. Saat Yadi menempelkan kepala kontolnya yang besar itu di bibir vaginaku aku sempat berusaha menolaknya. Namun dari belakang Mulyo mendorong Yadi sehingga kontolnya langsung amblas ke memekku. Aku menjerit kesakitan.
Namun Mulyo segera berinisiatif menjilati puting payudaraku sehingga aku kegelian. Yadi sendiri perlahan mulai menarik majukan kontolnya sehingga aku merasakan kegelian yang amat sangat di lubang vaginaku. Terasa kontolnya memenuhi lubang vaginaku.
Tiba-tiba sambil memelukku, Yadi menggulingkan aku sehingga aku berada di atasnya. Mulutnya segera menyerbu ke puting payudaraku yang menggantung bebas. Belum sempat aku berpikir tiba-tiba dari belakang Mulyo menyodokkan kontolnya yang besar itu ke dalam lubang anusku. Aku yang berteriak kesakitan, segera disumpal mulutku dengan kontol Maman samai aku nyaris muntah.
Kini dalam keadaan menelungkup, ketiga lubangku sudah dimasuki kontol yang berbeda. Namun aku merasakan sensasi yang luar biasa. Seluruh tubuhku serasa dilolosi. Aku mengalami orgasme sampai 3 kali.
Akhirnya aku merasa ingin orgasme lagi, dan bersamaan dengan orgasmeku, kurasakan Yadi menyemprotkan banyak sekali spermanya di dalam memekku. Kemudian aku jatuh lunglai di pelukan Yadi.
Mulyo kemudian segera menarikku duduk di pangkuannya sambil kontolnya masih menancap di lubang anusku. Dari belakang ia meremas-remas payudaraku yang berguncang-guncang. Maman yang belum klimaks, segera menyodokkan kontolnya ke dalam vaginaku yang nganggur itu.
Aku benar-benar sudah merasa kepayahan, hingga akhirnya aku merasa ingin keluar lagi. Tak lama kemudian aku benar-benar tak tahan lagi dan akhirnya aku menyemprotkan cairan orgasmeku yang kelima. Maman tak lama kemudian menyusul menyemprotkan maninya di dalam memekku.
Mulyo rupanya memang yang terkuat di antara mereka. Dia belum keluar, sehingga dia kemudian menunggingkan aku dan kontolnya pindah ke vaginaku. Dari belakang aku disodoknya sambil tangannya memeras-meras payudaraku.
15 menit kemudian dia akhirnya mencapai klimaks dan aku pun juga mencapai orgasmeku lagi. Kami berempat akhirnya lunglai di atas ranjang.
Kulihat jam, ternyata sudah hampir 2 jam kami melakukan pesta sex. Aku kemudian mengajak mereka untuk mandi bersama karena aku khawatir sebentar lagi papa mamaku pulang. Kemudian kami berempat mandi bersama. Di kamar mandi ketiga laki-laki itu selalu berebutan untuk menjamah tubuhku yang mulus ini.
Sungguh pengalaman ini tak terlupakan bagiku dan aku mulai mengerti nikmatnya sex sejak itu. Lain kali akan kuceritakan pengalamanku bersama tetanggaku.

Gina Gadis Seksi

Berbeda dengan diriku, gina memeiliki tubuh yang sangat sexy, meski langsing namun tubuhnya padat berisi dan buah dadanya lumayan besar dengan pinggul yang indah, bongkahan pantatnya terasa pas dilihat, belum lagi caranya berdandan membuatnya terlihat sungguh cantik dan sexy. Seringkali kulihat cowok cowok melotot melihat tubuhnya ketika kami jalan bareng. Aku sering memikirkan bagaimana gina bercinta dengan pacarnya, pasti pacarnya sungguh doyan mencumbui dirinya. Berbeda dengan diriku yang agak gendut, meskipun aku tidak jelek tapi aku sangat tidak pede dan kurang puas dengan bentuk tubuhku.

Aku benar-benar mengagumi teman satu kamarku ini, seringkali aku melihat caranya berdandan, sesekali aku minta sarannya bagaimana agar aku terlihat lebih menarik, dia juga pernah menyarankan agar menggunakan g string agar bongkahan pantatku terlihat lebih sexy, tetapi aku tidak pede seperti dia yang sering menggunakan celana dalam g string. Mungkin karena terlalu sering memikirkan hal itu aku jadi terobsesi dengan diri Gina, padahal dia seorang wanita, tapi entah kenapa rasa penasaranku tidak bisa kuhindari. Dalam hati aku pengen sekali tahu bagaimana rasanya seorang pria yang menyentuh tubuh molek Gina, bagaimana rasanya menyentuh buahdadanya yang montok, menyentuh pantatnya yang bulat, mencium bibirnya, meraba kulitnya yang halus. Aku penasaran apa yang dirasakan pacar gina ketika mencumbu gina.

Pernah suatu malam aku terbangun, kulihat Gina sudah tertidur lelap disebelahku, kebetulan dia mengenakan daster pendek waktu itu dan dasternya tersingkap keatas sampai celana dalamnya terlihat. Melihat itu rasa penasaranku timbul, aku bangkit dan duduk disebalahnya, kuperhatikan mulai dari ujung kaki, lutut ampe paha, benar benar mulus, kuperhatikan lebih jauh sampai ke arah selangkangannya, dadaku berdup, entah kenapa aku sangat ingin menyentuh selangkangannya, dan rasa penasaranku akan apa yang ada dibalik celana dalamnya membuat aku keringat dingin sendiri. Terbersit dibenakku utuk menyentuh pahanya untuk merasakan halus kulit Gina, tetapi aku takut dia terbangun, pasti aku malu sekali.

Hari demi hari aku semakin terobsesi, aku takut menjadi lesbian, tetapi aku tahu aku bukan, karena aku masih suka melihat cowok dan masih terangsang jika membayangkan bercinta dengan cowok. Begitulah, hari demi hari aku semkain terobsesi, aku sering memikirkan bagaimna ketika Gina bercinta engan co nya, karena aku tahu mereka sering ML. Gina sendiri yang bercerita kepadaku. Pacar Gina sendiri memiliki Fisik biasa2 saja, tetapi pacarnya sudah memiliki kehidupan mapan, sudah memiliki rumah dan mobil sendiri, memiliki pekerjaan yang bagus disebuah perusahaan multi nasional, selain itu pacarnya juga baik dan bukan tipe cowok yang ‘macam-macam’. Aku bisa mengerti kenapa Gina memilih dia menjadi pacarnya, kupikikir ce seperti Gina emang pantas mendapatkannya.

Bulan September 2005, genap setahun aku tinggal sekamar dengan Gina, bulan agustus sebelumnya Pacar Gina berangkat ke Jepang untuk mendapatkan training disana selama 5 bulan. Gina sering curhat kepadaku jika dia sangat merindukan pacarnya, wajar saja hampir tiap hari mereka bertemu.

Suatu sabtu sore di pertengahan bulan september itu, Gina pulang dari rumah temannya, sesampai dikamar dia langsung mengeluarkan sesuatu dari bungkusan yang dibawanya.
“wi, tadi gw maen dari apartemen temanku terus dikasih ini”, kata Gina sambil menunjukkan sebotol minuman.
“apaan tuh”, kataku penasaan sambil mengambil botol itu dari tangannya dan membaca label yang ada dibotol.
“lha inikan alkohol Gin”, kataku setelah membaca label yang bertuliskan ‘tequila’.
“Iyah, ntar malam kita minum ini yuk, pengen juga sekali2 minum ginian, lu ga kmana2 malam minggu gene?’, ajak gina. Aku memang tidak kemana2 malam minggu itu, pacar juga ga punya, udah 6 bulan aku jomblo waktu itu. Jadi aku mengiyakan ajakannya, kebetulan aku juga belum pernah minum alkohol kayak tequila.
“wah gin, ntar kita bisa mabok, gede banget botolnya”, kataku
“Gpp lagi sesekali, mumpung co gw jg lagi ga ada, sekali2 kan gpp ngerain gmn seh mabok, daripada duluaran, kalo minum dikamar ndiri kan ga ada yang tahu’, katanya.
“Ntar kita ngerokok juga yuk, kan udah lama kita kita ga smoke’, kata Gina cekikikan

Ide gila2an kami muncul, selesai mandi, kami pergi ke supermarket membeli sebungkus rokok mild, kemudian membeli 1 botol Fanta untuk kami campur di minuman ntar malam, selain itu juga kami membeli beberapa makanan ringan. Untuk menyempurnakan pesta kecil kami malam itu, kami pergi ke rumah teman kami yang terkenal memiliki banyak koleksi film bokep, kami meminjam 4 judul film bokep. Tepat jam 9 malam kami memulai pesta kecil kami, mencampur fanta dnegan tequila di tiap gelas kami, kemudian Gina membuka bunkus rokok dan mengambil piring untuk aspak, kemudian aku membuka snack dan meyajikannya di depan kami. Kami memulai pesta kecil kami dengan menegguk hampir setengah gelas minuman.
“huuuuu…”, kata gina
‘ ayo donk man hidupin rokoknya’, kata Gina.
Akupun langsung menghisap rokok, Gina langsung ikutan. Sambil menonton film bokep, kami menenggak minuman. Malam semakin larut, sambil menonton bokep Gina yang sudah setengah mabok terus bercerita mengenai seks yang pernah dialaminya. Gina memang lebih banyak minum daripada aku, aku emmang tidak begitu mood saat itu. Cerita2 Gina membuatku jadi terpikir kemabali bagaimna rasanya menyentuh tubuh Gina. Tapi segera kubuang jauh-jauh

Sampai jam 12 malam aku lihat Gina sepertinya sudah mabok berat, minuman tinggal sedikit lagi, syukurlah, dalam hati aku berkata karena aku sudah ga mood minum lagi, kepalaku sudah tersa sedikit pusing.
“Gw ya yang ngabisin ini”, kata Gina yang udah mabok sambil menuang kegelasnya dan segera menenggak minuman itu sampai habis. Aku salut Gina benar2 memang minum ampe mabok seperti yang dikatakannya tadi sore. Film bokep yang kami tyonton sudah ampe film yang ke empat, tetapi karena Gina keliatan udah tergeletak mabbok di kasur aku berencana untuk tidak melanjutkan film itu. Ketika aku berniat utnuk mematikan player, di layar tv aku melihat 2 orang wanita yang bercumbu dengan hotnya, aku mengurungkan niatku utnuk mematikan player dan melanjutkan menonton adegan lesbian di film bokep itu.

Sampai tntas film itu aku tonton, aku menghela nafas, aku menjadi terangsang waktu itu, melihat adegan dua orang cewek berciuman hot, saling cium dan jilat, membuatku bergairah. apalagi ketika melihat mereka saling menjilat memiaw, darahku berdesir kencang, celana dalamkupun sudah basah banget. Aku segera mematikan player dan tv, membereskan botol minuman, gelas dan perlengkapan pesta kecil kami. Kemudian aku ke toilet untuk membersihkan memiaw ku yang basah dan mengganti celana dalam.

Aku kemudian kemcali ke kamarku untuk ikutan tidur, kulihat gina sudah tertidur pulas karena mabok, kupikir dia benar-benar sudah tidak sadarkan diri. akupun segera naik ke kasur. Pikiranku masih menerawang dan tetap sudah tidur, masih kebayang adegan yang kulihat difilm tadi, tiba tiba aku teringat akan Gina, kulihat tubuh Gina yang terbalut daster, dia memang sexy, gairahku sungguh tidak tertahankan, perlahan aku menyentuh diriku sendiri, menyingkap daster yag kukenakan, kemudian meyingkap celanadalamku, perlahan aku menyentuh lembut memiawku yang basah, menelusuri belahan memiawku deng jariku ndiri. Tiba2 aku tersadar gmn kalo Gina tiba tiba terbangun, aku jadi takut, tapi kupikir meskipun Gina terbangun dia tidak akan sadar apa yang kulakukan, karena dia sudah mabok berat. Untuk meyakinkan, aku emmanggil namanya,
‘ Gina Gina gin’, kataku, namun tidak ada reaksi dari gina, kemudian aku memanggil lagi namanyasambil emngguncang-2 tubuhnya namun tidak bangun juga, kuguncang lebih keras, gian tetap tidak bangun, dia hanya meracau tidak karuan.

Keberanianku timbul, aku melepas celana dalamku dan kembali tiduran diselah Gina, aku menyingkap dasterku sampai keatas dan melepas bra yag kukenakan. Aku mulai lagi masturbasi sambil memejamkan mataku membayangkan bercinta dengan pria tampan, ditengah2 asiknya aku memainkan jari jariku menggosok klitorisku ndiri, terbersit dikhayalanku stubuh sexy Gina, anehnya aku semakin tambah bergairah, kucoba menampiknya tetapi tidak bisa.
‘uuuuhk’, aku mendesah pelan, kubuka mataku, kulihat Gina yag sedang tertidur pulas disebelahku, kupandangi wajahnya yang cantik.
“dia benar2 benar cantik’, pikirku melihat beetapa cantiknya wajah Gina, anehnya sentuhan jari di klitorisku semakin nikmat saja sambil emmandang wajah Gina. Mataku menelusuri tiap inci wajah Gina, kemudian melihat betapa mulus lehernya,.
‘eemmmh’, aku melenguh nikmat.

aku memberanikan diri menyentuh Gina, kulepas jariku dari selangkanganku, jari jariku yang basah karena cairan memiawku ndiri aku sentuhkan ke bibir Gina pelan, dia tidak terbangun, entah kenapa aku menikmati emmperlakukan Gian seperti itu. Kemudian Aku elus bibir gina yang tipis dengan jari jariku yang tadi kupergunakan untuk menggosok memiawku, aku sungguh2 emnikmatinya. Pikiran2 liar melintas di benakku, aku kembali emluluri jariku dengan cairan vaginaku, kemudian menyentuh kembali bibir gian dengan jari jari itu, aku sungguh menikati memperlakukan wanita cantik ini seperti itu. Tapi au sudah tidak kuat menahan lagi, aku sudha tidak kuat menahannya, dorongan dari dalam membuatku ingin sekali mengecup bibir tipis Gina, perlahan aku dekatkan bibirku mencium pipi Gina yang mulus, dia tidak terbangun, kupikir dia bakalan tidak akan terbangun lagi ampe pagi. Aku menjadi berani, perlahan kucium bibir Gina, oh nikmat sekali, kuberanikan untuk melumat bibir bawahnya, ehm, kegilaan dan rasa terlarang ini, membuatku menjadi semakin birahi. Terus kucium lembut bibir Gina, sengguh nikmat rasanya mencium bibir seksi Gina sambil menyentuh memiawku ndiri.
‘emhh Gina…lirihku pelan’, ketika jari jariku menggesek klitorisku sendiri. Tapi aku tetap merasa kurang puas seperti itu, aku kebawah da mencium lembut leher Gina, kukecup lembut, kulir gina begitu harum.

Kini aku menghentikan permainan jariku ndiri di emmekku,kedua mataku berhenti pada tumpukan daging yang tertutup daster, dada gina yang menyembul sungguh membuat aku deg-degan, kuberanikan untuk menyentuh dadanya, tangan tangan nakalku mulai meraba buah dada gina yang tertutup daster. ouuuchh, benar benar kenyal sekali, aku tidak berani menyentuhnya keras, tapi aku bisa merasakan betapa bulat dan kenyalnya buah dada teman sekamarku ini. Menyentuh dada gina membuat aku bertambah gairah. Vaginaku sudah benar benar basah.

Gina sepertinya memang benar benar sudah mabuk berat dan tertidur pulas, aku berpikir dia tidak bakalan bangun lagi. Sebersit pikiran nakal terlintas dibenakku, ya meraba selangkangan Gina, kucoba untuk melawan kegilaan itu, tetapi aku tak sanggup, apalagi ketika Gina mengegrakkan paha kirinya sehingga pahanya yang mulus tersingkap jelas. Dengan rasa deg degan aku duduk disebalh Gina, kuberanikan diri menyentuh paha gina,
“halus banget”, pikirku dalam hati’
Tidak sampai disitu, aku singkap daster gina keatas, dengan rasa berdebar aku perlahan menarik daster gina keatas perutnya,
“oooh’, pekikku dalam hati
Ternyata Gina mengenakan celana dalam model thong berwarna pink, sehingga belahan memiawnya nyaris terlihat.
‘oh seksinya’, pekikku dalam hati melihati selangkangan Gina dan celana dalam mini yang nyaris tidak menutupi vaginanya.

Dengan hati berdebar kuberanikan diri menyentuh selangkangannya dengan jari2jariku, sungguh momen yang membuat birahiku memuncak, tidak kusangka aku menikmati membelai selangkangan Gina yag seorang perempuan, sama seperti ku. Blum cukup, aku ingin lebih, aku tak sabar lagi, kemudian dengan menyingkap sedikit celana dalam mini yang menutupi vaginanya.
‘ooh’, jantungku berdebar melihat belahan vagina Gina yang kemerahan dan sedikit berair. Perlahan kuraba belahan vagina Gina dengan satu jariku, kusentuh lembut, vagina gina begitu menggairahkan. Terus kueaba vagina Gina yang merah yang semakin basah saja.

Sampai beberapa menit aku memainkan jari jariku dibelahan vagina gina, aku sudah tidak sabar, aku lepas jari jariku, aku kemudian melebarkan paha gina, celana dalam gina aku singkapkan melingkari bongkahan pantatnya sehingga belahan vagina itu terlihat jelas. Aku berjongkok diantara paha gina. Aku sangat terangsang melihat vagina gina, sambil menonton vagina itu aku menggesek vaginaku sendiri dengan jari jariku.
‘uuhhhk..’ aku menahan desahanku, takut gina terbagun. Beberapa menit aku melakukannya rasanya aku sudha mau orgasme.
‘uuuh gina’, dasahku pelan.

Sambil meraba vagina gina dengan tangan kiriku dan tangan kananku yang menggesek klitorisku sendiri, akhirnya rasa nikmat menerpa seluruh tubuhku.
‘aaaahhhhhh’, aku mencapai klimaks, kuraba vagina gina sedikit keras, aku nikmati klimaks yang benar benar hebat itu, klimaks yang kudapat dari menyentuh gina, temanku.

Ga kusangka ternyata fantasi lesbian ini membuatku dapat orgasme, mungkin lain kali aku perlu bercinta dengan wanita, pikirku dalam hati.

Gadis Manisku

Aku Kiky. Penampilanku tomboy sehingga kebanyakan orang sering beranggapan aku ini adalah seorang cowok, usiaku menginjak 21 tahun, aku kuliah Di PTS yang amat terkemuka di kota Semarang. Aku sendiri anak tunggal dan juga tak kekurangan materi. Aku sejak kecil selalu didik untuk disiplin, karena maklumlah Opaku seorang anggota TNI juga. Aku sejak SMP sudah mempunyai ketertarikan dengan sesama jenisku (cewek), terutama cewek yang manja, centil, asyik diajak ngobrol dan rata-rata mereka manis wajahnya (menurut penilaianku sich..)

Awal perjalanan cintaku tak semulus yang aku bayangkan. Setelah beberapa kali pacaran dalam dunia maya, akhirnya kusadari bahwa cinta tak selamanya dapat berjalan mulus yang kita inginkan. Setelah aku putus dengan My The First Love.. (sebut saja Dinda, karena aku sering memanggil dengan sebutan itu) aku selalu mancoba dan mencoba untuk mengisi hati ini dengan cewek lain, tapi aku masih belum bisa melupakanya. Ternyata aku baru benar-benar baru bisa melupakanya dalam waktu 2 tahun lebih, walaupun saat ini aku masih sayang padanya.

Setelah aku jalani 2 tahun hidup tanpa adanya cinta , walau selalu saja mencoba untuk mencinta, akhirnya aku dipertemukan oleh dua pilihan. Ada dua cewek yang aku kenal dari sebuah majalah yang memang khusus bagi seorang lesbian dan gay. Mereka berdua telah bekerja. Yang pertama: Yuli (dia berusia 24 tahun, keturunan Jawa China juga seperti aku) manis, perhatian, baik dan lain-lain (walau Yuli lebih kelihatan masih China kalau aku sudah seperti orang jawa. Yah.. May be karena gen Bokapkulah Jawa yang lebih menang dari pada gen Nyokap China). Yang kedua: Ainun (Andro juga, 21 tahun, jawa, manis, perhatian, baik, agak cuek dan lain-lain.

Setelah 1 bulan kita (aku dan Yuli ; Aku dan Ainun) berkomunikasi lewat telepon dan SMS. Akhirnya aku lebih tertarik dengan Yuli. Karena hanya Yuli lah yang selalu rutin SMS dan ngasih perhatian ke aku, awalnya aku biasa-biasa saja, namun entah mengapa aku jadi suka sama dia.
Ya.. Mybe karena dia amat perhatian and care sama ku dibandingkan dengan Ainun. Waktupun berjalan dengan sendirinya, akupun masih enggan untuk suka padanya.

Akhirnya kita (Aku dan Yuli) untuk saling bertukar pick/foto. Dan akulah yang memulainya karena aku tahu aku ini sebagai cowoknya. Ternyata ketertarikanku tak hanya bertepuk sebelah tangan, karena Yuli sendirilah yang menyatakan untuk melanjutkan hubungan ini lebih serius (pacaran/Gfan). Kitapun akhirnya sepakat untuk pacaran/Gfan dan Yulipun memanggil aku dengan sebutan Papa, begitu juga sebaliknya aku panggil dia Mama. Sebenarnya saat itu aku masih ragu setelah tahu wajahnya, Mama cewek yang manis, putih, dan dalam penilaianku Mama amatlah sempurna, sedangkan aku hanya seorang cewek yang yah.. bisa dikata jauh banget dengan wajahnya.

Akhirnya.. waktupun yang menjawabnya, akupun akhirnya amat menyayanginya dan amat mencintainya.
Kitapun sepakat untuk bertemu dan dia yang berkeinginan ke kotaku menemui aku. Akupun setuju, hari H pun terjadi dengan perarasan takut, seneng, gugup and campur aduk rasanya saat itu.

Mamapun akhirnya tiba di Semarang, saat itu hari sudah malam dan akupun diperbolehkan Oma jemput dia ke terminal hingga aku berkesimpulan untuk menunggu Mama di rumah Oma saja (kenapa aku menunggu di rumah Oma?
Hemm.. Itu karena aku juga belum siap untuk mengenalkan Mama ke ortuku). Akhirnya pukul 21.00 Mamapun tiba dengan taxi. Hati inipun seneng dan gugup pertama kali liat dia. Sempurna sekali aku rasa, dia baik, dan berface manis.

Karena hari sudah malam maka kamipun minta izin ke kamar untuk istirahat, setelah aku perkenalkan Mama ke Oma sebagai temanku. Tibanya di kamar kamipun ngobrol dan untungnya apa yang aku khawatirkan tak terjadi (tak bisa bicara satu sama lainya). Setelah kita ngobrol sejenak, akupun mengambil nasi untuk makan Mama. Mulanya Mama enggak mau makan namun.. setelah aku rayu akhirnya mau juga. Disaat Mama makan akupun sempat memandanginya hingga hati ini tak percaya “Apakah benar Mama Yuli telah menjadi milikku? Dan untuk waktu yang lama?” dan seraya bersyukur miliki dirinya.

Setelah makan kitapun lanjutkan pembicaraan sambil rebahan dan Mamapun menyuapinku dengan jeruk yang dibawanya. Hem.. Sungguh indah saat itu romantis banget.. Mama pun akhirnya merebahkan tubuhnya didadaku ini.. Hem.. Dak Dik duk jantungkupun berdegup dengan cepatnya. Dengan bisikan-bisikan sayang Mamapun aku terlena dan dibuai suasana yang begitu dingin.

Akhirnya Mama menaruhkan kepalanya ke lenganku, dan tak lama akupun mulai mengusap-usap dadanya yang berukuran 34 yang masih menggunakan kaos. Dengan sedikit takut bila Mama tak suka aku perlakukan seperti itu, namun karena Mama diam aku semakin berani mengusapnya dan akupun merasakan tonjolan puting susunya sudah semakin lama semakin mengeras dibalik bra dan kaosnya yang masih dikenakan.

Setelah itu kami pun saling tatap dan entah siapa yang mulai duluan, kitapun berciuman. Akupun mulai melumat bibirnya yang masih meras itu, kumainkan lidah ini dimulutnya, kamipun saling membelitkan lidah dan lidah kira menari-nari.

“Hheemm.. Mmmuuaacchh.. Mmmuuaacchh..”

Aku akhirnya merasakan desahan nafasnya yang semakin memburu. Akupun tak tahan sehingga tangan ini telah berada di pingangnya, punggungnya, dadanya, dan meremas-remas dengan lembut payudaranya yang cukup padat dan berukuran 34 itu.

“Aacchh.. Ah.. Oocchh..”

Desahannyapun terdengar lembut dan semakin membangkitkan gairahku. Begitu kenyalnya bukit itu dan masih padat, seakan belum terjamah siapa juga. Disaat aku menyelusupkan tangan ini ke kaos yang Mama kenakan, Mama memintaku untuk memadamkan lampu yang saat itu masih menyala.
Maka akupun beranjak matikan lampu itu dan kembali ke pembaringan.

“Muuaacch.. Muuaacch.. Muaacch..”

Kitapun berpangutan kembali seraya tanganku sudah menyelusup ke dalam kaosnya. Meremas-remas lembut payudaranya.

“Mmm.. Aaacchh.. Oocchh.. Pa..”

Itu desahan yang dikeluarkan Mama saat itu akupun jadi lupa bahwa mungkin bisa saja anak kos disebelah kamar mendengar desahan Mama. Sambil masih berciuman dan memainkan lidah kita masing-masing di mulut dan saling membelit, aku melepaskan kaos yang masih ada ditubuhnya.
“Wow..”

Dengan samar-samar akupun dapat melihat betapa mulus dan putihnya tubuhnya Mama. Dengan payudara padat berisi yang masih terbalut bra putihnya, Ciumanku pun mendarat dipayudara indah itu yang masih mengenakan bra. Hem.. Wangi sekali tubuh Mama hingga saat ini masih sering tercium samara-samar dikamar itu dan dikamar rumahku. Tubuhnya yang putih, payudara yang indah dan masih tempak padat berisi dan dengan puting pink yang sudah menjulang tinggi dan keras.

Oh.. Tuhan begitu sempurnanya diriMu menciptakannya. Tangankupun mencari dimana tali pengait Bra itu. Akupun melepasnya.. Aku pandangi sesaat payudara dan oh.. Betapa indahnya.

“Mmmuuacchh.. Mmmuuaacchh.. Mmuuaacchh.. Hem..”

Akupun mulai menghisapnya dan kumainkan lidahku tepat diputingnya. Saatku menghisap putingnya Mamapun semakin mendesah

“Oohh.. Aacchh.. Hem.. Em.. Ooh.. Enak sayang.. Truss.. Ooocchh..”

Jilatan pun semakin membuat putingnya menjulang tinggi, mengeras dan desahan-desahan Mamapun semakin keras terdengar.

Akhirnya tangakupun mulai bergerilya ke bawah pingulnya. Terus ke bawah selangkanganya yang masih mengenakan celana panjangnya. Dengan adanya buaian itu pun selangkannya dibukanya lebar-lebar sambil masih terus mendesah dan mulutku tetap bermain-main dengan kedua payudara yang indah itu. Tangan Mama kinipun mulai aktif meremas-remas payudaraku dan dengan tak sabaran Mama melepaskan kaos yang aku pakai.

Akhirnya akupun bertelanjang dada karena aku memang sering tak memakai bra saat tidur.
Mamapun kembali meremas dan memainnkan jri lentiknya memilin-milin putingku..

“Ooocchh.. Enak sayang.. Terus honey..”

Akupun membisikkan kata ke Mama

“Maa sayang.. Celananya di buka yah? Boleh kan honey?”.

Mamapun mengangguk tanda setuju, maka akupun mulai membuka resliting celana dan melepas celana panjangnya dan sekaligus Cdnya..

Pandangan akupun kemudian tertuju ke bawah tubuhnya. Hem.. Mulus putih dan bersih.. Akupun akhirnya masih menciumi bagian payudaranya, menjilatnya, menghisapnya dan sesekali menggigitnya kecil-kecil. Tangankupun akhirnya mengusap-usap pahanya dan Mamapun telah memberikan lampu hijau untuk memperbolehkan aku mengusap vaginanya karena selangkangannya telah dibukanya lebar-lebar. Akupun tak menyia-nyiakan kesempatan itu, aku raba dan gesek-gesekkan jari-jariku ke vagina bagian luar. Ternyata sudah benar-benar basah. Akupun lalu mencari barang nikmat yang ada di bagian dalan atas vaginanya, yaitu klitorisnya.

Dan di saat aku sudah menyentuh klitorisnya diapun mengerinjal dan

“Ooocchh.. Paa.. Enak.. Aacchh.. Ooocchh.. Trus.. Sayang.. Ooocchh.. Sayang..”
Itu lah desahan-desahan Mama.
“Mmmuucchh.. Mmuuaacchh.. Mmmuuaacchh..”

Ciuman-ciumankupun akhirnya bersarang ke vaginanya yang sudah teramat basah Hem.. Wangi sekali, lain dari vagina milik Mamy Annita (mantan/Ex Gfku dulu).
“Ooocchh.. Aaacchh..”

Erangnya saat pertama kalinya aku luncurkan lidah ini ke kelitorisnya.
“Heemm.. Eeemm..”
Akupun menjilatinya, menghisapnya dan sesekali menggigitnya kecil-kecil. Akupun sebakkan mulut vaginanya agar aku dapat menjilatinya lebih dalam ke vaginanya.
“Ooochh.. Pa.. Sayang.. Hem.. Aachh.. Terus.. Say..”

Akupun akhirnya memasukkan perlahan-lahan jari telunjukku ke dalam vaginanya. Wah.. Masih sempit ternyata. Dan Mamapun sempat mengaduh kesakitan, aku sempat berfikir sapa Mama masih perawan? Ah.. Bila iya beruntung sekali aku. Dengan jilatan, isapan gigitan-gigitan kecil dan jarikupun mulai mengocok perlahan dulu vaginanya.

“Occhh.. Acchh.. Hem.. Say.. Ach.. Ooocchh.. Aaacchh.. Sayangg..”

“Ssshh.. Oooacchh.. Oooaacchh.. Ooocchh..”

Desahannya semakin menjadi disaat kocokankupun mulai aku percepat. Tangan kananku pun meremas-remas dadanya dan memilin-milin puntingnya sesekali mencubit dengan gemesnya.

“Aaacchh..”

Desahan panjangnya pun keluar dibarengi dengan jepitan pahanya ke kepalaku dan cairan orgasme yang begitu banyak keluar dari liang segamanya. Hem.. Em.. Akupun jilati habis cairan itu.. Asin, gurih dan manis, amat lebih nikmat dibanding milik Mamy Annita. Ah begitu indah dunia ini terasa. Kamipun akhirnya sama-sama puas, walaupun aku saat itu sedang mangalami datang bulan sehingga Mama tak bisa menjamahku. Namun akupun bisa mengalami orgasme tanpa adanya sentuhan-sentuhan, akupun merasakan puasan dan kebahagiaan karena telah membuat kepuasan kepada Mamaku.

Kitapun habiskan malam-malam kebersamaan yang ada dengan variasi-variasi sex yang berbeda-beda.

Dewi oh Dewi

Aku terbangun dari tidurku di atas sebuah ranjang ukuran king size. Tubuhku telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Di kedua payudaraku masih tersisa air mani pria yang lengket di kulitku. Di samping kiriku, kulihat
Andre juga dalam keadaan bugil sedang tidur tertelungkup. Di kananku, Tommy yang juga bugil tidur dalam posisi miring dengan kaki agak tertekuk.

Kudengar suara orang menggerakkan badannya agak jauh. Aku duduk di atas tempat tidurku, dan kulihat Dewi dengan tubuh mulusnya yang telanjang bulat sedang membalikkan badan, dan meneruskan tidurnya. Di sampingnya ada Donny yang tidur telanjang bulat dalam posisi terlentang, dan mm..ini pemandangan yang menggairahkanku, batang kemaluannya dalam posisi tegang mengacung ke atas.

Aku turun dari tempat tidur, dan menuju ke arah Donny. Tanganku mulai nakal mengocok-ngocok batang kemaluannya. Donny mulai bereaksi, tanpa sadar pinggulnya ikut irama naik-turun. Aku mempercepat kocokan tanganku di batang kemaluannya. Donny terbangun dan tersenyum melihatku.

“Wow, Sus, enak banget kocokan kamu, terus sayang.. oh.. oh,” Donny berkata padaku sambil mulai terengah-engah.
Aku kemudian bangkit dan menaiki tubuh Donny. Kuarahkan batang kemaluannya yang telah besar dan menegang itu ke lubang kemaluanku. Kumasukkan pelan-pelan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluanku, dan aku mulai bergerak naik turun di atas tubuh Donny. Nikmatnya memang luar biasa sekali, aku merasakan batang kemaluan Donny menusuk-nusuk rahimku. Donny kini mulai mengimbangiku. Dia pun asyik memainkan pinggulnya, sementara kedua tangannya memegang erat pinggangku. Lidahnya mulai bermain mengisap dan menjilati payudaraku.

“Don, tetekku ‘kan masih ada bekas pejunya,” aku memperingatkan.
“Ah, cuek,” kata Donny sambil terus menjilati dan mengisap puting payudaraku.
Lalu dengan kecepatan luar biasa, Donny membalik tubuh kami berdua tanpa melepaskan batang kemaluannya dari lubang kemaluanku. Kini Donny yang di
atas, dia yang bergerak aktif memasukkeluarkan batang kemaluannya.
“Ah.., ah.., awww.., sstt.., ah..,” mulutku mulai mendesis berulangkali karena rangsangan yang ditimbulkan Donny.

Sedang asyiknya aku dan Donny bersenggama, Dewi yang tidur di sebelah kami terbangun. Dia melihat kami sedang asyik bersenggama, lalu ikut bergabung bersama kami. Dewi menyodorkan payudaranya yang luar biasa besar berukuran 38D ke mulut Donny. Lidah Donny segera menjilati payudara Dewi dan kemudian mulutnya asyik mengisap puting payudara Dewi berulangkali. Melihat itu, tanganku mulai nakal. Kususupkan jari telunjuk dan tengah tangan kananku ke lubang kemaluan Dewi. Aku asyik memainkan jari-jariku ke luar masuk lubang kemaluan Dewi. Dewi membiarkan saja, malah dia semakin lebar mengangkangkan kedua pahanya, sehingga jari-jariku bisa leluasa keluar masuk lubang kemaluannya.

Aku sendiri sudah dua kali mencapai orgasme karena tak kuasa menahan nikmat yang ditimbulkan kocokan batang kemaluan Donny di lubang kemaluanku. Namun Donny tampaknya belum lelah, dia masih asyik menyetubuhiku sambil mulutnya mengisap payudara Dewi. Andre yang terbangun melihat kami bertiga di lantai ikut bergabung. Andre meminta Dewi mengisap batang kemaluannya, dan Dewi tak menolaknya. Di sebelahku, Dewi mengisap batang kemaluan Andre dengan penuh gairah. Tiba-tiba kulihat Tommy juga terbangun. Dia pun bergabung bersama kami. Tommy segera menyodorkan batang kemaluannya ke depan mulutku, dan aku segera membuka mulutku dan mengisap batang kemaluan lelaki yang tadi telah beberapa kali menyetubuhiku.

Kini, kami kembali berpesta orgy sex. Sebelumnya, kami sudah melakukan itu, dan karena lelah, kami semua tertidur. Setelah terbangun, rupanya kami – termasuk aku – masih belum puas, dan sekali lagi melanjutkan pesta orgy sex kami. Nikmatnya memang berbeda dibandingkan hanya bersenggama antara satu pria dan satu wanita saja. Kalau orgy sex rasanya lebih nikmat, karena aku yang wanita bisa merasakan berbagai batang kemaluan pria dan juga berbagai macam gaya dan posisi seks.

Donny tiba-tiba mempercepat goyangannya, rupanya dia sudah hampir sampai klimaksnya, dan tak berapa lama kemudian, Donny menyemprotkan air mani dari batang kemaluannya di dalam lubang kemaluanku. Tommy mencabut batang kemaluannya dari mulutku, dia mengambil tissue, membersihkan lubang kemaluanku sekedarnya saja, dan segera memasukkan batang kemaluannya yang sudah tegang membesar ke dalam lubang kemaluanku.

Kini, Tommy yang menggoyang-goyangkan pinggulnya dan menyetubuhiku. Aku lagi-lagi mencapai orgasmeku, sementara kulihat Andre juga telah mencapai klimaksnya dan menyemprotkan air mani dari batang kemaluannya di dalam mulut Dewi. Sebagian air mani itu meleleh keluar mulut Dewi, sementara Dewi masih terus mengisap kuat-kuat batang kemaluan Andre agar seluruh air mani Andre tertumpah habis dari batang kemaluannya. Andre kemudian mencabut batang kemaluannya dari mulut Dewi, lalu Dewi menyeka sisa-sisa air mani Andre dengan tangannya dan tangannya yang penuh dengan sisa-sisa air mani Andre disekanya ke payudaranya.

“Biar tetek gue makin asyik kalau sering kena peju cowo,” ujar Dewi bergurau sambil tertawa.
Tapi aku tak sempat memperhatikan lagi kelanjutannya, karena bersamaan aku mencapai orgasmeku yang kesekian kalinya, Tommy juga mencapai klimaksnya dan menyemprotkan air maninya di dalam lubang kemaluanku. Namun Tommy dengan sigap mencabut batang kemaluannya dari lubang kemaluanku, lalu menyodorkannya ke depan mulutku.
“Susi, isep dong, sayang,” pintanya.

Aku segera memasukkan batang kemaluan Tommy ke dalam mulutku dan mengisapnya kuat-kuat. Kurasakan Tommy masih beberapa kali menyemprotkan air maninya yang tersisa di dalam mulutku. Wah, rasanya air mani Tommy banyak sekali sampai meleleh keluar mulutku.

Aku dan Tante Mina

Namaku John. Ini pertama kalinya aku nulis cerita di 17Tahun.com. Umur aku sekarang 23 tahun. Sekarang kuliah disalah satu universitas swasta di surabaya. Tinggi aku 175 cm berat 60 kg. Aku termasuk cowok yang mudah terangsang, tiap kali melihat cewek dengan dada besar, kontolku langsung berontak.. Aku sering melekukan onani paling tidak 1 kali sehari.. Kejadian ini terjadi ketika aku masih duduk di kelas 2 SMU.

Waktu itu bulan Juli, lagi liburan sekolah. Waktu itu ortu dan adik perempuanku jalan-jalan ke jakarta, jadi rumahku tinggal aku sendiri akhirnya aku dititipkan dirumah tanteku (adik Mamaku). Mina, nama tanteku. Kalau nggak salah umur tanteku waktu itu 28, tanteku belum punya anak walaupun sudah kawin 1 tahun lebih. Jadi ketika aku ke sana dia senang sekali. Om-ku seorang pegawai swasta di Surabaya, tapi sering keluar kota untuk kerja proyek di sana.

“John, tolong jaga rumah dan tantemu ya, tantemu lagi sakit. Om besok ke jakarta, ada proyek penting yang harus dikerjakan”kata om-ku.
“Ya, om. Beres, tapi mana duitnya, hehe”Terus aku dikasih 100 ribu sama om-ku.

Keesokan harinya..

“John, ingat ya pesan om”.

Pesan om-ku dan akhirnya dia berangkat menuju Jakarta. Sorenya aku nonton TV dengan tanteku. Waktu itu tanteku pake piyama yang tipis. Dada tanteku kutaksir 34B, jadi lumayan besar..

“Tante kan lagi sakit, kenapa nggak istirahat saja? Biar cepat sembuh”.
“Nggak apa-apa.
Kalau di kamar terus juga sama aja. Mendingan nonton TV bareng kamu disini”

Hehe, aku lihati terus tubuh tanteku yang sexy itu.. Dan pikiranku mulai ngeras, begitu juga adikku, sudah mulai bangun.. Aku langsung membayangkan kalau lagi bersetubuh dengan tanteku itu.. Tiba-tiba..

“Oi, lagi mikirin apa John, sampai bengong kayak gitu. Lagi lihat TV kok lihat-lihat tante terus”.
“Habis tante cantik banget, terus sexy lagi, hehe”
“Bisa aja kamu.
Nakal ya.”
“benar kok. Tante memang cantik.”Terus kami nonton TV lagi..
“Eh, sudah jam 7 lho, ayo makan malam. Sudah dibeliin ayam goreng. Tadi pesan di warung”
“Ayo tante..”aduh pikirku.. Padahal sedikit lagi..

Akhirnya kami makan malam bersaman.. Aku melihat tubuh tanteku terus.. Tidak konsentrasi untuk makan..

“Ayo, John. Dimakan ayamnya. Kok bengong. Minta disuapin ya?”
“Ah nggak tante bisa sendiri kok. Tapi kalau disuapin sih mau aja”
“Ayo cepat makan, dasar nakal”
“Atau tante mau disuapin sama John, tante kan lagi sakit”
“Ayo makan, jangan ngomong terus!” tanteku sepertinya marah..

Malamnya sekitar pukul 22.00.. Dari kamar tante terdengar suara panggilan.

“John. John.. Kesini sebentar”
“Ya tante, sebantar ya aku lagi telepon”
“Cepatan, John.” habis telepon aku langsung menuju kamar tante.
“Tante, aku masuk ya?”
“Ya, pintunya tidak dikunci kok, masuk aja”

Aku langsung masuk kekamar tante. Kamrnya harum, bau parfum..

“Kamarnya harum tante. Pake apa?”
“Sini John. Dekat kesini.”
“Tante. Ada apa? Tante sakit lagi ya?”
“Ya John. Kepela tante rasanya seperti mau pecah..”
“Saya ambilin obat ya tante? Tante nggak apa-apa kan? Atau mau ke dokter?”.
“Nggak perlu John. Kamu kesini John”.

Aku lalu mendekat ke tubuh tante yang berbaring di ranjang.

“Sini” Tante lalu memegang tanganku dan di taruhnya di kepalanya.
“Tolong John, urut kepalaku ya. Biar sakitnya berkurang..” kata tante dengan suara yang menggoda..

Dan tentu saja langsung kupenuhi permintaannya.. Pikiranku mulai berpikiran lagi untuk bersetubuh dengan tanteku. Aku duduk diranjang di bagian atas kepala tanteku dan mengurut kepalanya. Aku bisa melihat dada tanteku yang menyembul karena saat itu dia memakai piyama warna putih yang tipis..

Sambil mengurut kepalanya aku juga mengelus-elus rambut tanteku. Mataku tertuju ke dadanya yang sepertinya mulai mengeras karena terlihat puting susunya dari luar. Sepertinya tanteku tidak memakai BH.. Pikiranku sepertinya tidak bisa diajak berkompromi lagi..

“Tante, tante cantik banget”.
“John tolong pijat kaki tante juga ya. Kok rasanya pegal”
“Ya tante” dan langsung kupijat betis tanteku..
“Kulit tante putih dan mulus ya” kataku.
“Hehe, ayo pijat terus John. Ayo lebih ke atas lagi, pijat paha tante.”

Kupijat paha tante yang mulus dan putih itu. Mata tanteku terpejam, sepertinya kepalanya sudah tidak sakit lagi. Pikiran kotor ku muncul lagi. Ingin rasanya menikmati tubuh tanteku ini. Pijatan yang tadinya kulakukan sekarang berubah menjadi elusan pada paha tanteku.. Dan sepertinya tanteku sangat menikmati karena tanteku diam saja.

“Tante, gimana rasanya sekarang. Sudah baikan?”
“Terusin. Jangan hentikan pijatanmu.. Ayo John..”

Aku tahu tanteku pasti juga sudah mulai terangsang dilihat dari bahasa tubuhnya.. Aku tidak lagi memijat tapi kuelus terus pahanya.. Dan pelan-pelan kunaikkan tanganku dan kuselipkan ke celana tanteku.. Tidak ada reaksi sama sekali dari tanteku.
Inilah saatnya aku melakukannya.. pikirku dalam hati.. Kuelus-elus dengan lembut tubuh tanteku itu. Dan akhirnya kuberanikan diri untuk menyentuh celana dalam tenteku.. Dan ternyata celana dalamnya sudah basah.. Langsung saja kuelus vagina tanteku yang masih ditutupi CD itu.

“Ehmm, John, ayo teruskan..”

Aku coba untuk menyelipkan jariku ke dalam CD tanteku.. Dan kugesekkan jariku disana..

“Enakk John, ayo terus,”
“Tante, saya buka celana tante ya, biar lebih asyik..”
“Terserah kamu John, ayo cepat..”

Langsung saja kubuka celana tante.. Dan sekarang aku elus perut tante..

“Ya John, ouh..”

Kuremas dada tante yang masih memakai baju piyama..

“John, buka saja bajuku. Ayo lakukan sesukamu..”

Dan kubuka baju tante.. Dan langsung menyembullah 2 bukit indah yang belum pernah kulihat.. Kuremas payudara tante dengan kedua tanganku..

“Ouhh, enak John, teruskan..” desah tanteku..

Kuremas-remas terus dada tante yang putih halus itu..

“Ayo John lakukan sesukamu dengan dadaku.. Hisap John. Hisap susu tante..”

Kuturunkan wajahku ke dada tante dan kuhisap susu kirinya.. Dada yang kanannya kuremas terus.. Kugigit halus puting susunya..

“Ouhh,” teriak tanteku, “Enak John, ayo hisap yang dalam”

Kuhisap susu tante sampai keluar cairan susunya..

“Susu tante enak. Aku suka susu tante..”

Kedua susu tante kuhisap dan kuremas-remas.. Kubuka seluruh pakaianku hingga kontolku keluar..

“Ohh.. Kontolmu gede John.. punya om-mu aja kalah. Diapain kontolmu”.

Kontolku yang sudah nongol langgsung dielus sama tanteku..

“Adik manisku” kata tanteku sambil mengocok kontolku..
“Enak kan?”
“Oh enak banget tante..”

Kontolku dikocok terus oleh tanteku.. Aku tidak mau kalah langsung kubuka CD tanteku..

“Tante, vagina tante merah muda, aku suka sekali”

Akhirnya kami bermain dalam posisi 69. Vagina tante yang sudah basah langsung saja kujilat.. Sllrrpp.. ssllrrpp.. bunyi suara lidahku ketika menjilat vagina tanteku.. Tanteku juga tidak kalah gesitnya.. Kontolku yang sudah menegang itu dimasukin ke mulutnya.. Dan sejurus kemudian langsung dimainkan dengan lidahnya dan dihisap-hisap juga..

Kubuka vagina tanteku dengan jari telunjuk dan jempolku.. Lalu kutusuk-tusukkan lidahku di lubang memeknya.. Sambil sekali-kali kuhisap vagina tante yang baunya harum.. Sampai lebih kurang 10 menit kami dalam possisi 69, tiba-tiba kepalaku dijepit oleh kedua paha tante..

Aku tahu kalau tanteku sudah mencapai orgasme yang pertamanya.. Dari vagina tante keluar cairan warna putih dan langsung kujilat sampai bersih.. Tanteku masih sibuk dengan kontolku walaupun sudah mencapai orgasme..

Lalu..

“Tante, aku juga mau keluar”

Mendengar ucapanku hisapan tanteku pada kontolku semakin dipercepat. Dan.. Crroott.. croott.. Kumuncratkan 6 kali spermaku di mulut tanteku..

“Tante, jangan ditelan dulu spermanya..” pintaku..

Lalu kupegang kepala tante dan kulumat bibirnya yang masih penuh dengan cairan spermaku.. Dan tanteku bereaksi dengan cepat, akhirnya kami berbagi sperma. Kumainkan lidahku dalam mulut tante yang penuh sperma dan kuhisap spermanya, lalu kumuntahkan lagi ke mulut tanteku.. Tanteku juga melakukannya.. Sampai lebih kurang 5 menit. Kami lalu menelan sperma tersebut..

“Ayo John, masukin kontolmu ke vagina tante” pinta tanteku..

Kontolku memang masih tegang walaupun sudah sempat mengeluarkan sperma.. Kubuka paha tante lebar-lebar.. Sampai terlihat lubang memeknya yang masih basah itu.. Lalu kupegang kontolku dan kugesekkan kepala kontolku di mulut memeknya..

“Oh, John ayo masukan kontolmu.. Tubuhku ini milikmu John.. Ayo. Lakukan sesukamu.. Memekku ini milikmu John.. Ayo masukin..” racau tanteku..

Kudorong kontolku ke vagina tanteku yang sudah basah sekali.. Agak susah masuknya..

“Oughh.. Masukin yang dalam John.. Sampai kontolmu amblas.. Ayo John..”

Kutekan lagi kontolku. Sekarang kontolku sudah masuk 1/2 ke dalam vagina tanteku.. Kutarik sedikit kontolku dan aku menarik napasku.. Dan.. Bless.

“Aughh, John sakit.. Kontolmu gede banget” teriak tanteku..

Kontolku seperti dimakan oleh memeknya tante, amblas.. Kutarik pelan-pelan kontolku..

“John, aauugghh. Sakit. Pelen-pelan ya..”

Kutarik dan dorong dengan pelan kontolku yang berada dalam lubang kenikmatan tanteku..

“Tante, memeknya masih sakit?”
“Nggak John. Ughh. Nikmat. Ayo John lakukan sesukamu”.

Kupercepat gerakan kontolku.. Tarikk dorongg.. Tarik.. Dorong..

“Oughh.. Shh.. John.. Oughh shh..” desah tanteku karena nikmat yang kuberikan. Kugenjot terus vagina tante yang semakin becek itu..
“Ouugghh enakk Johnn ayo genjot vagina tante.. Lagi John.. Ssshh”

Ku percepat gerakan maju mundur pantatku.. Payudara tante yang bergoyang turun naik seiring dengan genjotanku kuremas-remas.. Dan sekali-kali kupelintir putingnya..

“Auhgghh enak John.. Ayo genjot.. Terusshh”

Kontolku yang berada dalam vagina tante.. Kutarik sampai hampir keluar.. Lalu.. Kudorong pantatku kedepan sekuat tenaga..

“Aaaugghh enak John, ayo lakukan lagi.. Aku suka kontol kamu Johnsshshh”

Kulakukan terus dan kupercepat genjotanku. Sepertinya tanteku sudah hampir klimaks..

“Ayo John pompa memek tante secepat dan sekeras mungkin dengan kontolmu itu.. Ougghh”

Tanteku juga menggoyangkan pantatnya maju mundur sehingga terasa sekali denyut memeknya.

“John, tante mau keluar.. Ougghh shh tante nggak tahan lagi..”
“Kita sama-sama aja tante..”

Kupercepat genjotanku. Kupompa terus vagina tanteku ini.. Dann.. Tanteku memelukku dengan erat dan terasa semburan cairan kenikmatan bibi dalam memeknya..

Croott ccrroott ccrroott..

Aku juga menyemburkan spermaku dalam vagina tanteku.. Akhirnya kami lemass.. Kontolku yang masih berada dalam vagina tante.. Seperti dijepit.. Enek sekali denyutannya.. Aku juga membalas dengan membuat kontolku berdenyut..

“Hehe nakal ya kamu..”
“Tante juga”

Lalu kami berdua berciuman dan memainkan lidah.. Dan kucabut kontolku.. Terlihat cairan spermaku dan tanteku mengalir keluar dari memeknya.. Tanpa perintah langsung kujilati cairan yang membasahi vagina tanteku sampai bersih.. Dan kugigit halus bibir memeknya..

“Auhghh, kamu kok nakal banget sih..”
“Habis vagina tante enak sekali”

Kami lalu tertawa.. Tidak terasa kami main hampir 2 jam.

Malam itu kami tidur tanpa membersihkan diri lagi.. Bau cairan kenikmatan kami seperti memenuhi kamar tanteku.. Dan kami tidur tanpa busana.. Semalaman kami hampir tidak tidur karena kami terus saling mengelus-elus bagian tubuh kami..

“Aku cinta tante”
“Tante juga”..

*****

Itulah ceritanya baguskan.. Jadi bagi kamu cewek-cewek atau tante-tante juga boleh, yang suka berbicara tentang sex, atau melakukan hubungan seksual. Langsung email aku. Pasti ditanggapi..

Adik Istriku

Istri saya adalah anak ke 2 dari empat saudara yang kebetulan semuanya wanita dan semuanya telah menikah serta dikarunia putra-putri yang relatif masih kecil, diantara saudara-saudara istri , saya cukup dekat dengan adik istri saya yang kurang lebih berumur 23 tahun namanya Siska (bukan nama sebenarnya).Keakraban ini bermula dengan seringnya kami saling bertelepon dan makan siang bersama pada saat jam kantor (tentunya kami saling menjaga rahasia ini), dimana topik pembicaraan berkisar mengenai soal pekerjaan, rumah tangga dan juga kadangkala masalah seks masing-masing.Perlu diketahui istri saya sangat kuno mengenai masalah seks, sedangkan Siska sangat menyukai variasi dalam hal berhubungan seks dan juga open minded kalau berbicara mengenai seks, juga kebetulan dikeluarga istri saya dia paling cantik dan sensual, sebagai ilustrasi tingginya kurang lebih 165 cm, kulit putih mulus, hidung mancung, bibir agak sedikit kelihatan basah serta ukuran dada 34
Keakraban ini dimulai sejak tahun 1996 dan berlangsung cukup lama dan pada tahun 1997 sekitar Juni, pembicaraan kami lebih banyak mengarah kepada masalah rumah tangga, dimana dia cerita tentang suaminya yang jarang sekali memperlihatkan perhatian, tanggung jawab kepada dia dan anak-anak, bahkan dalam soal mencari nafkahpun Siska lebih banyak menghasilkan daripada suaminya ditambah lagi sang suami terlalu banyak mulut alias cerewet dan bertingkah polah bak orang kaya saja.Menurut saya kehidupan ekonomi keluarga Siska memang agak prihatin walaupun tidak dapat dikatakan kekurangan, tetapi boleh dikatakan Siskalah yang membanting tulang untuk menghidupi keluarganya.Disamping itu sang suami dengan lenggang keluyuran dengan teman-temannya baik pada hari biasa maupun hari minggu dan Siska pernah mengatakan kepada saya bahwa lebih baik suaminya pergi keluar daripada di rumah, karena kalau dia dirumah pusing sekali mendengarkan kecerewetannya.Saya menasihati dia agar sabar dan tabah menghadapi masalah ini, karena saya seringkali juga menghadapi masalah yang kurang lebih sama dengannya hanya saja penekanannnya berbeda dengan kakaknya.Istri saya seringkali ngambek yang tidak jelas sebabnya dan bilamana itu terjadi seringkali saya tidak diajak berbicara lama sekali.
Akhirnya Siska juga menceritakan keluhannya tentang masalah seks dengan suaminya, dimana sang suami selalu minta jatah naik ranjang 2-3 kali dalam semingggu, tetapi Siska dapat dikatakan hampir tidak pernah merasakan apa yang namanya orgasme/climax sejak menikah sampai sekarang, karena sang suami lebih mementingkan kuantitas hubungan seks ketibang kualitas.
Siska juga menambahkan sang suami sangat kaku dan tidak pernah mau belajar mengenai apa yang namanya foreplay, walaupun sudah sering saya pinjami xxx film, jadi prinsip suaminya langsung colok dan selesai dan hal itupun berlangsung tidak sampai 10 menit.Siska lalu bertanya kepada saya, bagaimana hubungan saya dengan kakaknya dalam hal hubungan seks, saya katakan kakak kamu kuno sekali dan selalu ingin hubungan seks itu diselesaikan secepat mungkin, terbalik ya kata Siska.Suatu hari Siska telepon saya memberitahukan bahwa dia harus pergi ke Bali ada penugasan dari kantornya, dia menanyakan kepada saya apakah ada rencana ke Bali juga, karena dia tahu kantor tempat saya bekerja punya juga proyek industri di Bali, pada awalnya saya agak tidak berminat untuk pergi ke Bali, soalnya memang tidak ada jadwal saya pergi ke sana. Namun dengan pertimbangan kasihan juga kalau dia seorang wanita pergi sendirian ditambah lagi ‘ kan dia adik istri saya jadi tidak akan ada apa-apa, akhirnya saya mengiyakan untuk pergi dengan Siska.Pada hari yang ditentukan kita pergi ke Bali berangkat dari Jakarta 09.50, pada saat tiba di Bali kami langsung menuju Hotel Four Season di kawasan Jimbaran, hotel ini sangat bernuansa alam dan sangat romantis sekali lingkungannya, pada saat menuju reception desk saya langsung menanyakan reservasi atas nama saya dan petugas langsung memberikan saya 2 kunci bungalow, pada saat itu Siska bertanya kepada saya, oh dua ya kuncinya, saya bilang iya, soalnya saya takut lupa kalau berdekatan dengan wanita apalagi ini di hotel, dia menambahkan ngapain bayar mahal-mahal satu bungalow saja ‘kan kita juga saudara pasti engga akan terjadi apa-apa kok , lalu akhirnya saya membatalkan kunci yang satu lagi, jadi kita berdua share 1 bungalow.
Saat menuju bungalow kami diantar dengan buggie car (kendaraan yang sering dipakai di lapangan golf) mengingat jarak antara reception dengan bungalow agak jauh, didalam kendaraan ini saya melihat wajah Siska , ya ampun cantik sekali dan hati saya mulai bergejolak , sesekali dia melemparkan senyumnya kepada saya, pikiran saya, dasar suaminya tidak tahu diuntung sudah dapat istri cantik dan penuh perhatian masih disia-siakan.
Di dalam bungalow kami merapikan barang dan pakaian kami saya menyiapkan bahan meeting untuk besok sementara dia juga mempersiapkan bahan presentasi , pada saat saya ingin menggantungkan jas saya tanpa sengaja tangan saya menyentuh buah dadanya karena sama-sama ingin menggantungkan baju masing-masing, saya langsung bilang sorry ya Sis betul saya tidak sengaja, dia bilang udah engga apa-apa anggap aja kamu dapat rejeki…. wow wajahnya memerah tambah cantik dia.
Lalu kita nonton tv bareng filmya up close and personal, pada saat ada adegan ranjang saya bilang sama Siska wah kalo begini terus saya bisa enggak tahan nih, lalu saya berniat beranjak dari ranjang mau keluar kamar (kita nonton sambil setengah tiduran di ranjang), dia langsung bilang mau kemana sini aja, engga usah takut deh sambil menarik tangan saya lembut sekali seakan memohon agar tetap disisinya… ..selanjutnya kita cerita dan berandai-andai kalau dulu kita sudah saling ketemu…dan kalau kita berdua menikah dan sebagainya.. …Saya memberanikan diri bicara, Sis kamu koq cantik dan anggun sih, Siska menyahut nah kan mulai keluar rayuan gombalnya, sungguh koq sih saya engga bohong, saya pegang tangannya sambil mengelusnya, oww geli banget , Andry come on nanti saya bisa lupa nih kalo kamu adalah suami kakak saya….biarin aja kata saya.Perlahan tapi pasti tangan saya mulai merayap ke pundaknya terus membelai rambutnya tanpa disangka dia juga mulai sedikit memeluk saya sambil membelai kepala dan rambut saya…..akhirnya saya kecup keningnya dia bilang Andry kamu sungguh gentle sekali…uh indahnya kalau dulu kita bisa menikah saya bilang abis kamunya sih udah punya pacar…..berlanjut saya kecup juga bibirnya yang sensual dia juga membalas kecupan saya dengan agresif sekali dan saya memakluminya karena saya yakin dia tidak pernah diperlakukan sehalus ini….kami berciuman cukup lama dan saya dengar nada nafasnya mulai tidak beraturan, tangan saya mulai merambat ke daerah sekitar buah dadanya…dia sedikit kaget dan menarik diri walaupun mulut kami masih terus saling bertempur… ..Kali ini saya masukkan tangan saya langsung ke balik bhnya dia menggelinjang saya mainkan putingya yang sudah mulai mengeras dan perlahan saya buka kancing bajunya dengan tangan saya yang kanan, setelah terbuka saya lepas bhnya wow betapa indah buah dadanya ukurannya kurang lebih mirip dengan istri saya namun putingnya masih berwarna merah muda mungkin karena dia tidak pernah menyusui putranya, Siska terhenyak sesaat sambil ngomong, Andry koq jadi begini….Sis saya suka sama kamu, terus dia menarik diri…saya tidak mau berhenti dan melepaskan kesempatan ini langsung saya samber lagi buah dadanya kali ini dengan menggunakan lidah saya sapu bersih buah dada beserta putingnya… .Siska hanya mendesah-desah sambil tangannya mengusap-ngusap kepala saya dan saya rasakan tubuhnya semakin menggelinjang kegelian dan keringat mulai mengucur dari badannya yang harum dan putih halus….
Lidah saya masih bermain diputingnya sambil menyedot-nyedot halus dia semakin menggelinjang dan langsung membuka baju saya pada saat itu saya juga membuka kancing roknya dan terlihat paha yang putih mulus dan merangsang, kita sekarang masing-masing tinggal ber cd saja, tangan dia mulai membelai pundak dan badan saya, sementara itu lidah saya mulai turun ke arah pangkah paha dia semakin menggelinjang, ow andry enak dan geli sekali …..
perlahan saya turunkan cdnya, dia bilang andry jangan bilang sama siapa-siapa ya terutama kakak saya….saya bilang emang saya gila kali, pake bilang-bilang kalo kita ………. setelah cdnya saya turunkan saya berusaha untuk menjilat kelentitnya yang berwarna merah menantang pada awalnya dia tidak mau, katanya saya belum pernah ……, nah sekarang saatnya kamu mulai mencobalidah saya langsung menari-nari di kelentitnya dia meraung keras….oohhhhhhhhandry ………enaaaaaaaa aaakkkkkkkkkkk sekali…..saya …saya enggak pernah merasakan ini sebelumnya kamu pintar sekali sih……… ..terus saya jilat kelentit dan lubang vaginanya… ..tidak berapa lama kemudian dia menjerit…. .auuuuuuuuwwww saya keluar andry oooooooooooohhhhhhh hhenak sekali…..dia bangkit lalu menarik dengan keras cd saya ….langsung dia samber kontol saya dan dilumatnya secara hot dan agresif sekali…..oh nikmatnya… .terus terang istri saya tidak perah mau melakukan oral sex dengan saya……dia terus memainkan lidahnya dengan lincah sementara tangan saya memainkan puting dan kelentitnya. …tiba-tiba dia mengisap kontol saya keras sekali ternyata dia orgasme lagi…….. …dia lepaskan kontol saya, andry ayo dong masukin ke sini sambil menunjuk lobangnya …..perlahan saya tuntun kontol saya masuk ke memeknya…. ..dia terpejam saat kontol saya masuk ke dalam memeknya sambil dia tiduran dan mendesah-desah. …….ohhhhhhhh andry biasanya suami saya sudah selesai dan saya belum merasakan apa-apa, tapi kini saya udah dua kali keluar, kamu baru saja mulai…..waktu itu kami bercinta udah kurang lebih 30 menit sejak dari awal kita bercumbu…. ……… ……… ..Sekarang saya angkat ke dua kakinya ke atas lalu ditekuk, sehingga penetrasi dapat lebih dalam lagi sambil saya sodok keluar masuk memeknya…. dia terpejam dan terus menggelinjang dan bertambah liar dan saya tidak pernah menyangka orang seperti Siska yang lemah lembuh ternyata bisa liar di ranjang,
dia menggelinjang terus tak keruan…… .uhhhhhhh andry saya keluar lagi…..saya angkat perlahan kontol saya dan kita berganti posisi duduk , terus dia yang kini mengontrol jalannya permainan ,…dia mendesah sambil terus menyebut ohh andry….ohhh andry dia naik turun makin lama makin kencang sambil sekali-kali menggoyangkan pantatnya… ….tangannya memegang pundak saya keras sekali..iiiiiiiiiii hhhhhhhhhhhh uuuuuuuuuhhhhhhhhhh hhhh andry saya keluar lagi ……..kamu koq kuat sekali…… .come on andry keluarin dong saya udah engga tahan nih,,,,,,,, biar aja kata saya…..saya mau bikin kamu keluar terus , kan kamu bilang sama saya , kamu engga pernah orgasme sama suami kamu sekarang saya bikin kamu orgasme terus……. .iya sih tapi ini betul-betul luar biasa andry,…… ……..ohhhhhhh hhhh betapa bahagianya saya kalau bisa setiap hari begini sama kamu……ayo jangan ngaco ah mana mungkin lagi, kata saya…
Saya bilang sekarang saya mau cobain doggy style, apa tuh katanya, ya ampun kamu engga tau, engga tuh katanya, lalu saya pandu dia untuk menungging dan perlahan saya masukkan kontol saya ke memeknya yang sudah banjir karena keluar terus, pada saat kontol saya sudah masuk sempurna mulailah saya tusuk keluar masuk dan goyangin makin lama makin kencang….. dia berteriak dan menggelinjang dan mengguncangkan tubuhnya…. ….andry. …….aaaaaaaam mmmmmmmmmpuuuuuu uuuuuuunnnn dehhhhhhhhhhhhhhhhh hhhh saya keluar lagi nih dan waktu itu saya juga udah mau keluar…… saya bilang nanti kalau saya keluar maunya di mulut Siska, ah jangan Siska belum pernah dan kayaknya jijik deh……… cobain dulu ya…..akhirnya dia mengangguk.. ……… .Tiba saatnya saya sudah mau orgasme saya cabut kontol saya dan sembari dia jongkok saya arahkan kepala kontol saya ke mulutnya sambil tangan dia mengocok-ngocok
kontol saya dengan sangat bernafsu…. ..sis…. ……… …..udah mau keluar langsung kontol saya dimasukkan ke dalam mulutnya engga lama lagi…..creetttttt tt creeeeeeeettttttttt ttt crettttttttttttttt creeeeeeeeetttttttt ttttt, penuhlah mulut dia dengan sperma saya sampai berceceran ke luar mulut dan jatuh di pipi dan buah dadanya.. dia terus menjilati kontol saya sampai semua sperma saya kering saya tanya gimana sis enak enggak rasanya dia bilang not bad……… ……… ……… ……… kita berdua tertidur sampai akhirnya kita bangun jam 21.30……. ……… ……… ………Siska mengecup halus bibir saya…….. ..Andry, thanks a lot ………..saya benar-benar puas sama apa yang kamu berikan kepada saya, walaupun ini hanya sekali saja pernah terjadi dalam hidup saya……..